Sabtu, 10 November 2012

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Hentikan Obral Grasi agar Tak Dicurigai

Posted: 10 Nov 2012 04:04 AM PST

Hentikan Obral Grasi agar Tak Dicurigai

Penulis : Suhartono | Sabtu, 10 November 2012 | 18:51 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Laode Ida, menyatakan, agar tidak dicurigai ada mafia narkotika dan obat-obatan di Istana Negara, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus menghentikan obral pemberian grasi kepada para terpidana narkoba, dengan peran apapun.

"Sebenarnya, yang mencurigai dugaan mafia narkotika itu bukan saja Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD saja, melainkan juga banyak warga bangsa lainnya," ujar Laode kepada Kompas, Sabtu (10/11/2012) sore.

Respon keras muncul, menyikapi penolakan Mahkamah Agung terhadap grasi kepada Meirika Franola (Ola), terpidana narkoba, yang diberi grasi oleh Presiden SBY baru-baru ini.

Hanya saja, tambah Laode, karena Mahfud yang bicara, kecurigaan itu langsung menjadi berita. Istana Negara sendiri seperti kebakaran jenggot seraya menyerang balik ke Mahfud MD.

"Seharusnya, tak perlu menyerang balik Mahfud MD. Pihak yamg mengitari Presiden SBY sebaiknya memberi masukan saja agar Presiden berhati-hati memberi grasi. Karena kebijakan seorang Presiden niscaya akan selalu disorot dan pada tingkat tertentu bakal dicurigai," lanjut Laode

Menyikapi Istana Negara yang kebakaran jenggot, Laode prihatin. "Sekali lagi, Istana tak boleh super sensitif apalagi resisten. Ambil hikmanya saja dan perlu diingat bahwa narkoba adalah musuh bangsa ini yang tak boleh ditolerir. Pihak istana harus memberi contoh melawan atau memerangi penjahat narkoba dengan serius, dan jangan memberi grasi lagi kepada siapaun yang terlibat narkoba," jelasnya.

Secara Tak Langsung, Dahlan Lakukan Pembunuhan Karakter

Posted: 10 Nov 2012 01:44 AM PST

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengaduan Menteri BUMN Dahlan Iskan terkait kasus dugaan pemerasan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI terhadap direksi BUMN dinilai tidak akurat. Secara tidak langsung, Dahlan telah melakukan pembunuhan karakter dengan mengumpulkan data yang tidak akurat tersebut.

"Yang disampaikan Pak Dahlan ini kenapa tidak sepenuhnya akurat, ada orang-orang yang disebut tidak dalam kapasitas untuk melakukan pemerasan," ujar anggota Komisi VI DPR RI, Hendrawan Supratikno, dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (10/11/2012).

Hendrawan mencontohkan salah satunya, yang dikabarkan masuk dalam laporan Dahlan Iskan, yakni anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Demokrat, Linda Megawati. Linda juga disebut sesama politisi Demokrat, Achsanul Qosasi, ada dalam pertemuan dengan direksi PT Merpati Nusantara Airlines (MNA). Namun, pertemuan itu sama sekali tidak membahas permintaan commitment fee untuk suntikan dana pada Merpati.

"Saya tahu Linda Megawati. Dia itu orangnya diam sekali, bicara di komisi saja enggak berani. Kalau memang memeras, pasti posisinya kuat dan punya jabatan tertentu," ujar politisi senior di Senayan itu.

Hendrawan melihat bahwa dalam konteks hubungan kongkalikong dengan mitra kerja, setidaknya seorang anggota Dewan punya posisi tawar yang tinggi, misalnya memiliki jabatan ketua fraksi, ketua poksi, ketua panja, atau pimpinan komisi, hingga badan anggaran. Adapun Linda, kata Hendrawan, tidak memiliki posisi-posisi penting itu.

"Akurasi ini yang penting. Sebab, kalau tidak, laporan Pak Dahlan menjadi pembunuhan karakter. Padahal, orang-orang ini punya prospek yang baik di dunia politik," ujar Hendrawan.

Aduan Dahlan kepada Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat (BK DPR) itu terus menuai kontroversi. Satu per satu politisi Senayan gerah dan membantah laporan Dahlan yang dinilai tanpa bukti tersebut. Setelah Idris Laena dan Soemaryoto membantah aduan Dahlan ke BK DPR, kini anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Demokrat, Achsanul Qosasi, juga melakukan hal yang sama.

Menurut Achsanul, laporan susulan yang dibuat Dahlan menceritakan kronologi pertemuan antara anggota Komisi XI dan direksi PT Merpati Nusantara Airlines. Achsanul menilai pertemuan itu adalah diskusi informal yang dilakukan sesaat sebelum rapat kerja. Ia menuturkan, diskusi kecil itu dihadiri 10-15 anggota Komisi XI. Mereka berbincang di ruang komisi sambil menunggu anggota Dewan yang lain datang.

Achsanul mengatakan, tiga direktur Merpati ikut dalam pertemuan itu, yakni Direktur Utama Merpati Rudy Setyopurnomo, Direktur Keuangan Muhammad Roem, dan Direktur Operasional Asep Eka Nugraha. Adapun anggota Komisi XI yang hadir ialah Zulkflimansyah, Soemaryoto, Andi Timo, dan Linda Megawati.

"Yang aktif saat itu bertanya ke saya, soal business plan-nya yang belum kami terima. Ini karena business plan sebelumnya, saat Dirut Merpati masih Pak Johnny, itu lengkap dan detail sekali, sementara business plan Pak Rudy tidak ada," kata Achsanul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jumat (9/11/2012).

Ia menegaskan, tidak ada candaan soal meminta jatah ataupun commitment fee yang dilontarkan anggota Dewan saat itu terkait penyertaan modal negara (PMN) dalam perbincangan santai dengan ketiga direktur Merpati tersebut. "Tidak ada candaan yang menjurus ke arah situ. Sama sekali tidak ada. Makanya saya bingung kenapa pertemuan itu disebut Pak Dahlan sebagai upaya pemerasan," kata Achsanul.

Berita terkait dapat dilihat pada topik Dahlan Iskan Versus DPR.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan