KOMPAS.com - Internasional |
Putin Tetap Tolak Sanksi pada Suriah Posted: 02 Jun 2012 03:16 AM PDT MOSKWA, KOMPAS.com — Presiden Rusia Vladimir Putin tidak mengubah sikap dan kebijakan terkait Suriah. Putin menolak desakan negara-negara Barat untuk memberi tindakan keras terhadap rezim Bashar al-Assad. Putin, yang merupakan sekutu Suriah, meminta waktu lebih lama untuk rencana perdamaian utusan PBB Kofi Annan. Amerika Serikat dan Inggris sudah meminta Moskwa memperberat tingkat kecaman terhadap rezim Suriah sejak pembantaian di Houla pekan lalu. Sebelumnya, Moskwa menentang resolusi Dewan HAM PBB terhadap Suriah. Dalam sebuah sesi darurat, Jumat (1/6/2012), Dewan tersebut mengecam Suriah dalam pembantaian Houla dan meminta digelarnya penyelidikan. Namun, Rusia memilih menolak dengan alasan resolusi dukungan AS itu "tidak berimbang". Sementara itu, sebuah situs web milik Pemerintah AS memublikasikan citra-citra satelit yang diduga menunjukkan sebuah lokasi kuburan massal di Houla. Pernyataan terbaru Putin itu dilontarkan setelah pertemuan dengan Presiden Perancis Francois Hollande. Hal itu menunjukkan perbedaan pandangan antara Moskwa dan Paris soal konflik di Suriah. Berbicara dalam sebuah konferensi pers, Hollande meminta pemberian tekanan dan sanksi terhadap Suriah. Menurut Hollande, satu-satunya solusi untuk masalah itu adalah pengunduran diri Bashar al-Assad. Hollande menyatakan, rezim Assad memerintah dengan "cara yang tidak bisa diterima dan ditoleransi" dan melakukan tindakan yang membuatnya pantas didiskualifikasi dari kekuasaan. "Tidak ada jalan keluar dari situasi ini, kecuali Bashar Assad mundur," tegas Hollande. Namun, Putin mempertanyakan tuntutan mundur terhadap Assad itu. "Mengapa kita mengira bahwa jika kita mendorong pemimpin yang sekarang ini untuk turun, maka keesokan harinya kondisi secara umum akan membaik di sana," kata Putin. "Apa sedang terjadi di Libya? Yang terjadi di Irak? Apakah menjadi lebih aman? Kami mengusulkan tindakan yang akurat dan berimbang di Suriah," lanjut mantan Perdana Menteri Rusia itu. Dikatakannya, yang paling penting adalah mencegah terjadinya skenario terburuk, yakni perang sipil. Muncul sejumlah desakan untuk memberi tindakan lebih keras terhadap Suriah demi menghentikan kekerasan yang terus terjadi meskipun ada rencana perdamaian Kofi Annan. Berbicara di Oslo, Jumat (1/6/2012), Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton menyatakan keraguannya Rusia sudah bersikap tidak berpihak. "Kami tahu ada perdagangan senjata, bahkan sepanjang tahun lalu, dari Rusia ke Suriah. Kita juga percaya ada pasokan senjata secara kontinu dari Rusia untuk memperkuat rezim Assad," kata Clinton. Pada Kamis (31/5/2012), sejumlah pejabat Barat membenarkan laporan soal kapal kargo Rusia yang mengirim senjata berat ke pelabuhan Tartus, Suriah, pekan lalu. Diberitakan sebelumnya, Dewan HAM PBB menginginkan para penyelidiknya untuk mengidentifikasi pelaku pembunuhan di Houla. Dalam pemungutan suara, 41 anggota Dewan HAM menyetujui resolusi untuk mengecam Suriah, sementara Rusia, China, dan Kiba menolak. Dua negara lainnya menyatakan abstain dan satu negara lain tidak hadir. |
RI Usulkan Kartu Perjalanan bagi Relawan Bencana Posted: 01 Jun 2012 10:30 PM PDT LONDON, KOMPAS.com — Delegasi Indonesia pada SOM II APEC di Kota Kazan, Rusia, menyampaikan usulan awal tentang perlunya kartu perjalanan bagi relawan yang mengurusi bencana. "Konsep tersebut langsung disambut positif sejumlah besar ekonomi APEC yang hadir pada pertemuan Emergency Preparedness Working Group APEC," ujar Koordinator Fungsi Pensosbud dan Pendidikan KBRI Moskwa, M Aji Surya, kepada ANTARA London, Jumat (1/6/2012). Setelah menggagas Blue Economy pada SOM I APEC di Moskwa, kini delegasi Indonesia maju selangkah lagi dengan konsep kartu perjalanan bagi personel bantuan penanganan bencana yang berasal dari ekonomi APEC. Mereka yang terlibat dalam kegiatan bantuan penanganan bencana diharapkan tidak terkendala oleh masalah kelengkapan dokumen perjalanan sehingga ketika bencana terjadi di salah satu negara APEC, mereka akan dengan cepat dibantu oleh negara lainnya. Menurutnya, persoalan pemenuhan kelengkapan dokumen perjalanan sering kali dianggap sebagai salah satu hambatan dari telatnya bantuan, dan mengakibatkan lebih banyak orang menjadi korban bencana. Dengan konsep mengekor pada apa yang disebut APEC Business Travel Card (ABTC), pengusaha dari negara APEC yang terdaftar di tiap-tiap pihak otoritas imigrasi anggota ekonomi APEC dibebaskan untuk lalu lalang di semua negara anggota ekonomi APEC tanpa harus mengajukan visa dalam setiap kunjungan. Bahkan, kepada mereka disiapkan jalur imigrasi tersendiri agar urusannya menjadi lancar. Konsep ABTC dianggap telah berhasil meningkatkan interaksi antarpengusaha APEC dan berdampak positif bagi peningkatan investasi dan kerja sama serta pertumbuhan ekonomi. "ABTC telah menginspirasi Indonesia untuk menggagas ABTC khusus untuk masalah bencana," ujar Arto Suryodipuro, Direktur Kerja Sama Intra Kawasan Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri. Kartu khusus bagi relawan diyakini dapat menjadi kunci bagi percepatan pengerahan relawan dari berbagai anggota ekonomi APEC lainnya ketika bencana baru saja terjadi, atau pada 72 jam pertama. Melalui mekanisme yang akan dibahas kemudian, diharapkan jumlah korban pada bencana dapat segera terbantu melalui pemudahan akses masuk bagi relawan yang mengurusi bencana dari anggota ekonomi APEC. Bahkan, kata dia, para ilmuwan sudah memprediksi bahwa bencana alam di wilayah ini akan meningkat pada masa-masa mendatang sebagai konsekuensi urbaninasi dan perubahan iklim. "Kita tengah mengusulkan pembahasan konsep yang lebih detail tentang travel card bagi relawan dengan tetap mengedepankan kedaulatan dan izin dari negara yang terkena bencana, sebagaimana yang selama ini diterapkan Indonesia saat menerima relawan yang mengurusi bencana dari luar negeri," kata Arto. Usulan Indonesia dibahas selama SOM II APEC di kota tengah Rusia, Kazan, yang berlangsung mulai 20 Mei lalu hingga 5 Juni mendatang. Usulan itu mendapat sambutan positif dari banyak senior official leader beberapa anggota ekonomi, seperti Vietnam, Australia, China, Selandia Baru, Thailand, Papua Niugini, Jepang, dan Taiwan, yang memberikan acungan jempol atas inisiatif Indonesia. Bahkan, sejauh ini tidak ada yang menentang. Sementara itu, Dubes RI untuk Rusia yang juga bertindak sebagai Senior Official Meeting Leader Indonesia dalam pertemuan SOM II APEC ini, Djauhari Oratmangun, menyatakan lega atas dukungan banyak pihak atas inisiatif Indonesia tersebut. Menurut dia, konsep itu perlu dikawal terus agar pada saat implementasi memberikan manfaat banyak bagi Indonesia, yang rentan terhadap bencana alam. "Karena Indonesia yang mengusulkan, sudah barang tentu kita harus meraup keuntungan terbesar," katanya. |
You are subscribed to email updates from KOMPAS.com - Internasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan