Rabu, 30 November 2011

ANTARA - Peristiwa

ANTARA - Peristiwa


RI dorong negara besar tandatangani ratifikasi senjata nuklir

Posted: 30 Nov 2011 07:02 AM PST

Mahfudz Shiddiq (ANTARA/Ismar Patrizki)

Berita Terkait

Video


Jakarta (ANTARA News) - Indonesia mendorong negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Rusia, India, Pakistan, Israel, Korea Utara, Iran dan China untuk menandatangani ratifikasi pelucutan senjata nuklir.

Ketua Komisi I DPR RI, Mahfudz Siddiq mengemukakan hal itu kepada ANTARA News, di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu.

"Indonesia mendorong dan memotori untuk menandatangani ratifikasi pengurangan hingga penghentian senjata nuklir," kata Mahfudz.

Sebab, saat ini, negara-negara negara besar tersebut baru hanya menandatangani traktat larangan uji coba nuklir.

"Sejak awal baru hanya larangan penggunan nuklir. Kita ingin lebih dari itu, adanya ratifikasi larangan uji coba nuklir, pengurangan bahkan penghentian senjata nuklir," tambah dia.

Selain itu, kata Mahfudz, Indonesia bersama negara-negara Asean, Timur Tengah dan Eropa Barat terus mendorong segera dilakukannya ratifikasi.

"Dengan meratifikasi, Indonesia mengambil posisi dan peran bersama-sama Asean dan Eropa Barat untuk pelucutan senjata nuklir dan pengurangan dan sekaligus menghentikan. Indonesia juga punya kekuatan untuk menghimbau," kata politisi PKS itu.

Komisi I DPR RI juga menggelar rapat kerja dengan Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa soal Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Comprehensive Nuclear Test- Ban Treaty (CTBT) atau Trakstat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir.(Zul)

Editor: Ruslan Burhani

COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full content generated by Get Full RSS.

Pemerintah evakuasi bertahap WNI dari Yaman

Posted: 30 Nov 2011 06:28 AM PST

Seorang tentara yang membelot dan kini mendukung pengunjuk rasa anti-pemerintah membawa senapan dengan bunga saat ia dan tentara lainnya menjaga para pengunjuk rasa yang menggelar aksi menentang imunitas Presiden Ali Abdullah Saleh di bawah kesepakatan yang didukung Dewa Kerjasama Teluk (GCC) terhadap penggulingannya di Sanaa, Rabu (23/11). (FOTO ANTARA/REUTERS/Khaled Abdullah/ox/11.)

Berita Terkait

Video

Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia mengevakuasi secara bertahap warga negara Indonesia yang sedang menuntut ilmu di Yaman, yang jumlahnya sekitar 100 orang, terkait dengan memburuknya situasi politik dan keamanan di negara itu.

"Ada kurang lebih 100 Warga Negara Indonesia (WNI) yang sedang belajar di perguruan tinggi (di Yaman). Selama ini pemerintah Indonesia sudah melakukan proses evakuasi secara bertahap terhadap warga negara kita dari Yaman," kata Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan bahwa proses evakuasi dilakukan berdasarkan perkembangan dan kondisi di negara tersebut.

"Kita harapkan dengan situasi seperti ini saudara-saudara kita yang masih berada di Yaman terutama yang memerlukan perlindungan dan bantuan pemerintah untuk segera bisa berkomunikasi kapan proses evakuasi bisa dilakukan secara tertib," ujarnya.

Hal yang serupa, kata Menlu, juga dilakukan di Mesir, Tunisia, dan Libya pada waktu lalu.

Menlu mengaku salah satu kendala yang dihadapi dalam proses evakuasi adalah keberadaan WNI yang menyebar di sejumlah kota dan banyak diantaranya yang tidak terdaftar.

"Warga kita tersebar di beberapa kota dan banyak juga yang tidak mendaftarkan diri," ujarnya.

Namun, lanjut dia, pemerintah akan tetap menjalankan kewajibannya memberikan bantuan bagi warga negaranya di luar negeri.

Sebelumnya Menlu mengonfirmasi mengenai dua mahasiswa Indonesia yang turut menjadi korban dalam suatu bentrokan di sebuah universitas di Yaman.

Dua Warga Negara Indonesia (WNI) tersebut sedang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi agama di Provinsi Saada, yang terletak di barat laut Yaman dan berbatasan dengan Arab Saudi. Mereka dilaporkan tewas dalam sebuah serangan bom ke kampus mereka.

Selain WNI, menurut laporan kantor berita internasional, di antara 25 korban tewas dan 48 luka-luka dalam bentrokan 26 November itu terdapat pula warga negara AS, Malaysia, dan Rusia.

Sementara itu dalam beberapa waktu terakhir sejumlah konflik terbuka terjadi di Yaman yang salah satunya menuntut penyelenggaraan pemilihan umum guna menggantikan Presiden Ali Abdullah Saleh yang telah setuju untuk mundur, mengakhiri 33 tahun masa pemerintahannya, setelah 10 bulan aksi demonstrasi.

Salah satu konflik itu adalah antara gerilyawan Syiah, Houthi, dan gerilyawan Sunni, Salafi. Anggota-anggota kelompok Zaidi dari Islam Syiah, gerilyawan Houthi, telah memimpin pemberontakan di provinsi Saada di utara, di mana pasukan Saleh telah berjuang untuk menghancurkan mereka, dengan campur tangan Arab Saudi secara militer pada 2009 sebelum gencatan senjata diadakan pada tahun berikutnya.

Houthi, yang secara efektif menguasasi Saada, telah meningkatkan kewaspadaan terhadap kepercayaan Salafi Sunni Arab Saudi yang menganggap penganut Syiah sebagai orang-orang bid`ah.

Kekerasan baru itu menekankan risiko perang saudara di negara yang berbatasan dengan pengekspor minyak terbesar dunia, Arab Saudi. Washington dan Riyadh mengkhawatirkan kekosongan politik di Yaman dapat memicu kebangkitan sayap Al Qaeda Yaman dan kemungkinan mengancam pasokan minyak.

(G003/Z002)

Editor: Suryanto

COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full content generated by Get Full RSS.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan