KOMPAS.com - Nasional |
UNESCO Ancam Cabut Status Borobudur dan Prambanan Posted: 15 Oct 2011 11:24 AM PDT UNESCO Ancam Cabut Status Borobudur dan Prambanan | Aloysius Gonsaga Angi Ebo | Minggu, 16 Oktober 2011 | 01:03 WIB JAKARTA, Kompas.com - Lembaga PBB, UNESCO, mengancam akan mencabut status candi Borobudur maupun Prambanan di Jawa Tengah dan Yogyakarta sebagai salah satu warisan dunia terancam dicabut. Ini dipicu sikap pengunjung kedua candi yang tidak mau menjaga kelestarian, dan justru cenderung merusak, dan mengotori situs yang dibangun abad ke-7 dan ke-9 itu. "Adanya pengunjung membuang sampah dan buang air kecil, menutup gorong-gorong yang ada situs itu, bisa menjadi alasan UNESCO mencabut candi sebagai warisan dunia," ungkap Direktur Pemasaran PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko, Agus H Canny kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (15/10/2011). Di samping itu, perilaku pengunjung yang sering duduk di batu candi atau bersandar di batu candi, juga sangat mengancam kelestarian. "Batu yang ada di candi berusia lebih dari 1.000 tahun dan sangat rentan rusak kalau diduduki. Jadi marilah sama-sama menjaga candi," ajaknya. (Eko Sutriyanto)
|
Posted: 15 Oct 2011 09:31 AM PDT UU Sumberdaya Air Belum Final Ichwan Susanto | Nasru Alam Aziz | Sabtu, 15 Oktober 2011 | 23:10 WIB JAKARTA, KOMPAS.com -- Meski sudah pernah diajukan judicial review, Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air masih bisa disidangkan kembali di Mahkamah Konstitusi. Jika memiliki bukti-bukti yang kuat, UU yang dinilai membuat air menjadi barang komersial itu bisa diajukan kembali. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie mengemukakan hal itu, Sabtu (15/10/2011), dalam perayaan hari ulang tahun ke-31 Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) di Jakarta. UU itu diajukan ke MK, saat Jimly masih menjabat sebagai ketua MK. "Tentang UU Sumberdaya Air, karena waktu itu masih baru dan belum ada bukti-bukti di lapangan, MK memutuskan conditionally constitutional atau konstitusional bersyarat. Artinya, seandainya penjabaran dalam bentuk program atau peraturan pemerintah tepat seperti yang ditakutkan pemohon, maka bisa dinilai inkonstitusional (demikian sebaliknya)", tutur Jimly. Ia pun menegaskan dalam putusan MK juga tertulis dengan jelas warga masih bisa mengajukan gugatan kembali dengan disertai bukti-bukti. "Karena itu jangan menganggap persoalan sudah selesai," kata Guru Besar Ilmu Tata Negara Universitas Indonesia itu. Ia menjelaskan, putusan MK akan UU Sumberdaya Air itu merupakan pertamakalinya menggunakan istilah conditionally constitutional. "Ini istilah ditemukan MK gara-gara (gugatan) Walhi," ucapnya. Tahun 2004, saat judicial review dikirim ke MK, sejumlah lembaga swadaya dan perseorangan masyarakat khawatir terjadi perubahan fungsi air yang tadinya punya peran komunal dan religius, menjadi fungsi komersial. |
You are subscribed to email updates from KOMPAS.com - Nasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan