Sabtu, 10 September 2011

KOMPAS.com - Regional

KOMPAS.com - Regional


Pembentukan MRP di Provinsi Papua Barat Digugat

Posted: 10 Sep 2011 07:33 AM PDT

JAYAPURA, KOMPAS.com - Sejumlah anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) menggugat pembentukan Majelis Rakyat Papua Barat.

Gugatan itu, menurut anggota MRP, Edward Sangke, di Jayapura, sabtu (10/9/2011), telah didaftarkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura, Kamis lalu.

Anggota MRP yang berasal dari wilayah pemilihan Papua Barat itu , Sabtu (10/9/2011), mengatakan, gugatan itu salah satunya didasarkan pada keputusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan ada kesalahan hukum dalam pembentukan Majelis Rakyat Papua Barat.

Gugatan diajukan delapan anggota MRP, yang terdiri dari lima anggota berasal dari wilayah pemilihan Papua, dan tiga orang dari Papua Barat. Mereka adalah Pendeta Herman Saud, Penetina LC Kogoya, Debora Mote, Siska Apoyouw, Nathan Pahabol, Edward Sangke, Zeth L, dan Atalia Silveva.

Selain mekanisme pembentukan yang tidak sesuai dengan ketentuan, hadirnya Majelis Rakyat Papua Barat juga dinilai mencederai kesepakatan yang telah diputuskan dalam pleno MRP bulan Mei lalu.

Edward Sangke mengatakan, saat itu semua anggota MRP menyepakati hanya ada satu MRP di Tanah Papua dengan dua sekretariat. Namun , sepengetahuan anggota lainnya, sebagian anggota MRP yang berasal dari wilayah pemilihan Papua Barat kembali ke Manokwari dengan alasan silaturahim dengan Gubernur Papua Barat.

Tanpa diduga, mereka kemudian membentuk Majelis Rakyat Papua Barat. Edward Sangke menegaskan, sesuai dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001, MRP hanya ada satu di Papua. Lembaga itu merupakan representasi kultural semua rakyat Papua. Baginya, pembentukan Majelis Rakyat Papua Barat mencederai hal itu.

Sebelumnya, pimpinan sementara MRP, Yoram Wambrauw, juga mengatakan, pembentukan lembaga itu di Papua Barat juga tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua.

Pada Bagian Keempat, terutama Pasal 75 Ayat 1 disebutkan bahwa MRP mempersiapkan dan bertanggung jawab pada pembent ukan MRP di wilayah pemekaran. Dalam kasus ini, MRP yang merupakan MRP induk telah menetapkan hanya ada satu MRP dan belum dimintai pertimbangan, terkait rencana pembentukan Majelis Rakyat Papua di Papua Barat.

Anggota MRP, Penetina LC Kogoya menegaskan kembali bahwa hanya ada satu MRP di Papua. Kesepakatan itu perlu dihormati.

 

Gara-gara Pungli, Guru Nyaris Adu Jotos

Posted: 10 Sep 2011 07:18 AM PDT

BARRU, KOMPAS.com - Gara-gara sejumlah guru melaporkan ulah Kepala  SMKN 1 Barru, Sulawesi Selatan, Sultan Djuna, yang dituding telah melakukan pungli, yang kemudian di-hearing oleh DPRD Kabupaten Barru, Jumat (9/9/2011) kemarin siang, proses belajar mengajar di sekolah kejuruan tersebut pun ikut terhenti.

Hearing yang berjalan alot sempat ricuh dan nyaris terjadi adu jontos antara kubu guru yang mendukung pihak kepala sekolah dan kubu guru yang menentang pungli dan korupsi di sekolah tersebut.

"Nyaris terjadi adu jontos antara guru pro kepala sekolah dan guru pelapor," kata salah seorang guru yang enggan disebut namanya kepada Kompas.com, Sabtu (10/9/2011).

Dalam hearing dugaan adanya pungli di SMK Negeri 1 Barru, pihak pelapor ke DPRD membeberkan beberapa pungutan yang ditengarai dilakukan atas kerjasama antara kepala sekolah dengan timnya.

Dibeberkan di antara dugaan pungli biaya pengambilan ijazah siswa beberapa waktu lalu sebesar Rp 50.000 per siswa, pembayaran pengambilan sertifikat jurusan antara Rp 25.000 hingga Rp 30.000, pengadaan baju seragam untuk 384 siswa baru sebesar Rp 142.080.000 dan pengadaan alat-alat komputer sebanyak 57 unit dianggarkan sebesar Rp 144.048.000 dan kini hilang setelah dicuri beberapa waktu lalu, diduga tidak sesuai spesifikasi. Termasuk beberapa item laporan lainnya.

Anggota DPRD dari PPP, Amin Kadir mengatakan, dari beberapa laporan sejumlah guru, pihak kepala sekolah yakni Sultan Junaid telah mengakui terkait pungutan yang dilakukan pihak sekolah. Terkait tersebut, kata Amin Kadir, legislatif kemudian menilai perlu merekomendasikan ke Inspektorat, agar turun memeriksa kebenaran pungutan yang dilakukan pihak kepala sekolah dan timnya.

"Ini sudah membuktikan kalau di SMKN 1 Barru memang sudah ada pungli. Pungutan itu tidak resmi. Ini menunjukkan Diknas Kabupaten Barru bersama pihak pengawasnya, lemah dalam mengawasi sekolah-sekolah yang dibawahinya," kata Amin Kadir.

Pendapat berbeda di katakan Saparuddin Latif dari PKS dan Arivai Muin dari PDIP. Kedua legislator tersebut mengatakan, jika kisruh yang terjadi di SMKN 1 Barru sebaiknya diserahkan ke Diknas untuk diselesaikan secara internal sebelum dibawa ke Legislatif.

Selain sejumlah guru, tudingan pungli dan korupsi di SMKN 1 Barru tersebut ikut dilaporkan oleh pihak Ketua Komite Sekolah. Suasana hearing semakin memanas ketika salah seorang guru dalam forum tersebut mengeluarkan salah seorang anggota DRPD Barru mengusulkan agar DPRD mengeluarkan ke Pemkab agar melakukan rolling jabatan Kepala SMK Negeri 1 Barru, yang ditolak sejumlah guru pro kepala sekolah.

Akibatnya, seorang guru pelapor breaksi dan mengeluarkan tudingan kalau pungli dan korupsi yang dilakukan pihak kepala sekolah adalah persekongkolan antara kepala sekolah dan sejumlah guru pro sang kepsek.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan