KOMPAS.com - Nasional |
Terlibat JI, Mantan WNI Ditahan Malaysia Posted: 09 Jun 2011 03:56 PM PDT Terlibat JI, Mantan WNI Ditahan Malaysia Sandro Gatra | Benny N Joewono | Kamis, 9 Juni 2011 | 22:56 WIB JAKARTA, KOMPAS.com — Kepolisian Malaysia menangkap dan menahan Abdul Haris bin Shuhadi alias Abu Haris alias Ustaz Haris (63), mantan warga negara Indonesia (WNI), terkait dugaan keterlibatan dalam jaringan teroris Darul Islam atau Jemaah Islamiah (JI). "Yang bersangkutan tahun ini mendapatkan status kewarganegaraan Malaysia. Jadi bukan WNI lagi," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Anton Bachul Alam melalui pesan singkat kepada wartawan, Kamis (9/6/2011). Pernyataan itu disampaikan untuk meluruskan pemberitaan bahwa Abdul adalah WNI. Kepastian penangkapan itu diterima Polri saat pertemuan dengan perwakilan Kepolisian Malaysia pagi tadi. Anton mengatakan, Abdul tinggal di wilayah Klang, Selangor. Keseharian pria kelahiran Bandung, Jawa Barat, itu, kata Anton, sebagai pedagang pakaian. Abdul diketahui telah aktif di JI sejak tahun 1981. "Dia masuk dalam daftar pengawasan intelijen dan diduga mulai aktif kembali menggalang kekuatan di wilayah Klang dengan orang Indonesia dan Malaysia," jelas Anton. Anton mengatakan, Abdul ditahan selama 60 hari berdasarkan UU Keamanan Dalam Negeri atau Internal Security Act (ISA). Seperti diketahui, dengan aturan itu, kepolisian setempat dapat menangkap seseorang tanpa surat penahanan. Kepolisian juga diperbolehkan menahan tanpa batas waktu dan tanpa melalui proses pengadilan. |
Posted: 09 Jun 2011 03:45 PM PDT JAKARTA, KOMPAS.com — Format ideal bagi wadah penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional seharusnya memang berjumlah satu Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS). Namun, apabila Panitia Kerja DPR yang membahas Rancangan Undang-Undang BPJS telah menetapkan dua BPJS saja, tidak menjadi persoalan. Menurut Hasbullah Thabrany, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, dalam diskusi yang digelar Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional tentang "Format Ideal BPJS: BUMN atau Wali Amanat?" di Jakarta, Kamis (9/6/2011), yang seharusnya dijalankan adalah proses tranformasi dari empat lembaga, yaitu PT Askes (Persero), PT Jamsostek (Persero), PT Asabri (Persero), dan PT Taspen (Persero), ke dalam dua BPJS bilamana UU BPJS ditetapkan. "Meskipun prosesnya bertahap, transformasi atau peleburan itu harus meliputi program, kepesertaan, aset, dan kelembagaan, yang harus dijalankan secara akuntabel dan transparan. Sebab, jika tidak, dikhawatirkan Kementerian BUMN seolah-olah ingin terus mengangkangi BUMN-BUMN seperti Jamsostek," tandas Hasbullah. Seminar dihadiri oleh Kepala Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata, Direktur Operasional Askes Umbu M Marisi, Sekjen Komite Aksi Jaminan Sosial Said Iqbal, serta anggota Panitia Khusus DPR asal Fraksi PAN, Hang Ali SS Pahan. Sebelumnya, Hasbullah menceritakan, dalam rapat-rapat yang waktu itu dihadirinya di Kantor Menko Kesejahteraan Rakyat semasa Aburizal Bakrie ataupun di Istana Wakil Presiden pada zaman Wapres Muhammad Jusuf Kalla, sejak lama Kementerian BUMN memang salah satu pihak yang getol menolak adanya peleburan BUMN ke BPJS. Jangan cuma omong Adapun mantan Ketua Tim SJSN Sulastomo menyambut baik kesepakatan yang terjadi di Panja DPR terhadap dua BPJS. Kedua BPJS itu bisa untuk jangka pendek ataupun jangka panjang. "Secara moral telah ada konsensus sehingga kesepakatannya harus dipegang teguh. Jalankan saja segera peleburan itu. Tidak ada beban fiskal, dan jangan sampai cuma ngomong saja," ujar Sulastomo. Menurut Sulastomo, jika pemerintah dan DPR punya iktikad baik, soal transisi dan transformasi empat lembaga jaminan sosial yang ada itu cukup dibahas dalam satu hari saja dan tidak perlu berlama-lama dalam Pansus DPR mendatang. Said Iqbal menyatakan, tujuh hari sebelum tanggal 15 Juli—batas akhir pembahasan RUU BPJS—DPR harus mengambil inisiatif untuk menjalankan hak angket yang mempertanyakan mengapa pemerintah tidak punya iktikad baik memenuhi amanat konstitusi. "Petisi rakyat juga akan dijalankan ke Istana," ancam Said. Sementara Isa meminta semua pihak memahami lebih dulu konteks dari transformasi empat lembaga jika dilebur dalam dua BPJS. "Jangan curiga dan terburu-buru memutuskan. Sebab, pemerintah belum mendefinisikan secara konkret jaminan dasarnya apa saja jika dipindah. Jika jaminan dasar tidak mencakup keseluruhan jaminan yang sekarang ini sudah dinikmati peserta tertentu di BPJS, maka kelebihannya harus diselenggarakan oleh lembaga di luar BPJS," kata Isa. Pemerintah berpikir rasional saja untuk kepentingan semuanya agar ekonomi tetap jalan, pengusaha tetap ada, dan tidak membebani setiap individu para pekerja. "Tidak semua program, misalnya, harus dijalankan di BPJS. Kami ingin agar tidak terjadi tumpang tindih. Kalau aset dan orangnya yang dipindah, tidak ada persoalan," tambah Isa. Secara terpisah, anggota Pansus DPR Rieke Diah Pitaloka menyatakan, dalam rapat Panja RUU BPJS lalu, lima masalah krusial telah disepakati. Selain jumlah, organ, masa peralihan, kepesertaan, dan iuran juga sanksi di BPJS. Sementara dua masalah sebelumnya sudah disepakati, yaitu definisi dan bentuk badan hukum BPJS sesuai sembilan prinsip SJSN. "Namun, hal tersebut baru berbicara kerangkanya. Isi substansinya secara rinci belum disepakati," kata Rieke. Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price. |
You are subscribed to email updates from KOMPAS.com - Nasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan