Isnin, 23 Mei 2011

KOMPAS.com - Regional

KOMPAS.com - Regional


120 Personel Disiapkan di Titik Rawan

Posted: 23 May 2011 07:32 AM PDT

Antasipasi Kerusuhan

120 Personel Disiapkan di Titik Rawan

K25-11 | Pepih Nugraha | Senin, 23 Mei 2011 | 14:32 WIB

K25-11

Kapolres mamasa AKBP I Made Sunarta tingkatkan pengamanan di Mamasa jelang datangnya surat Putusan MA dan pasca penyanderaan Gubernur Sulbar, Anwar Adnan Saleh, pecan lalu.

MAMASA, KOMPAS.com - Untuk mengantisipasi kerawanan sosial pascademo bentrok dan penyanderaan Gubernur Sulawesi Barat Anwar Adnan Saleh, pekan lalu, petugas Polres Mamasa menyiagakan 120 personil yang ditempatkan di sejumlah lokasi rawan.

Pengamanan ini juga diperkatat petugas menyusul rencana datangnya surat putusan MA yang menjatuhkan hukuman 20 bulan penjara dan denda Rp 50 juta kepada terpidana Obed Nego Depparinding dan 23 mantan anggota Dewan periode 2004-2009 karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara senilai Rp 1,2 milyar.

Kapolres Mamasa, AKBP I Made Sunarta menyatakan pihaknya telah mengerahkan personil untuk meredakan ketagangan di Mamasa terkait pro-kontra dalam menyikapi putusan MA. "Meski situasi Mamasa hingga hari ini namun kami telah mengerahkan 120 personil anggota untuk meningkatkan pengamanan terkait pro kontra putusan MA," katanya.

Menurut Sunarta, untuk meredakan ketegangan di Mamasa pihaknya kini intensif membangun komunikasi dengan berbagai kelompok, tokoh-tokoh agama, tokoh adat Mamasa dan kalangan pemuda. Kapolres berharap partisipasi semua pihak bisa menjadi benteng untuk meredakan situasi dalam menyikapi pro kontra sikap simpatisan dan pendukung Bupati Mamasa Obed Nego Depparinding dan 23 anggota Dewan lainnya.

"Kita berharap semua pihak bisa turut berpartisipasi mengamankan situasi Mamasa, demi kepentingan untuk semuanya," ujar Sunarta.

Menyikapi surat putusan MA yang dikabarkan tiba di tangan para terpidana senin (23/05/2001) hari ini menurut Sunarta hingga kini surat putusan MA Belum tiba di Mamasa. Ia mengatakan, situasi keamanan Mamasa saat ini terkendali, namun pihaknya tetap berupaya menangtisipasi segala bentuk kerawawan yang mungkin terjadi.

Prokontra sikap simpatisan dan pendukung Bupati Mamasa dan 23 mantan anggota Dewan bisa berpotensi mengundang kerawanan. Apalagi sampai saat ini kubu terpidana Obed dan 23 mantan anggota Dewan lainnya seolah tidak menerima adanya keputusan tersebut yang memang suratnya belum sampai ke tangan para terpidana.

Para terpidana bahkan menilai pemberitaan berbagai media soal putusan MA hanyalah fitnah dan kebohongan belaka. Sikap prokontra makin tajam karena sejumlah elit pemerintahan di kabupaten dan propinsi juga tidak menunjukkan sikap tegas. Gubernur Anwar Adnan Saleh misalnya ketika berdialog dengan ribuan massa pendukung Obed malah menuding media jadi provokator karena memberitakan soal putusna MA.

Sent Using Telkomsel Mobile Internet Service powered by

Kirim Komentar Anda

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Disesalkan, Wacana Penghapusan Hukum Cambuk

Posted: 23 May 2011 06:22 AM PDT

BANDA ACEH, KOMPAS.com — Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Muslem Ibrahim menyesalkan pernyataan Amnesty International terkait permintaan kepada Pemerintah Indonesia untuk menghapuskan pelaksanaan hukuman cambuk di Aceh.

Menurut Muslem, permintaan itu tidak pada tempatnya sebab peraturan hukum cambuk sudah menjadi hukum positif. Muslem pun membantah jika dikatakan hukuman cambuk berseberangan dengan undang-undang di Indonesia.

"Uqubat cambuk adalah qanun (peraturan daerah) yang diterapkan di Aceh dan ini merupakan jabaran dari Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Keistimewaan Aceh dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Jadi, tidak ada yang bertentangan dengan peraturan nasional apa pun," kata Muslem.

Selain itu, dari sisi keagamaan, ini adalah peraturan yang memang berlaku bagi warga yang beragama Islam dan hukuman tersebut tidak berlaku bagi warga yang beragama non-Islam. "Harusnya mereka bisa melihat dari sisi ini, dari segi aturan agama Islam yang dianut oleh mayoritas penduduk di Aceh," katanya.

Esensi dari pelaksanaan hukuman cambuk itu sendiri, tambah Muslem, bukanlah pada pelaksanaan hukumannya, melainkan efek jera dan pembelajaran yang diberikan kepada masyarakat. Dengan hukuman ini, diharapkan masyarakat menjadi semakin sadar hukum dan bisa berkomitmen untuk tidak melakukan tindakan yang melawan hukum.

"Menurut saya, pihak internasional, PBB sekalipun, pasti akan menghormati aturan yang sudah ditetapkan oleh komunitas apa pun yang ada di dunia ini," ujar ulama jebolan Kairo, Mesir, ini.

Hal senada diungkapkan Badruzaman Ismail, Ketua Majelis Adat Aceh. Menurut Badruzaman, pihak-pihak di luar kepemerintahan Aceh dan kepemerintahan Indonesia hendaknya tidak melakukan intervensi dan campur tangan akan pelaksanaan hukum di Indonesia, dalam hal ini Aceh.

"Hari ini kenapa Aceh yang harus diprotes? Negara maju yang lain, seperti Malaysia, bahkan Singapura dan beberapa negara lainnya, juga memiliki aturan yang lebih heboh dari ini, hukuman mati gantung misalnya, kenapa tidak dipersoalkan? Jadi, tidak ada masalah sejauh ini dengan pelaksanaan hukuman cambuk di Aceh karena pada hakikatnya ini adalah untuk pembelajaran, bukan ditekankan pada hukumannya," tutur Badruzaman.

Hingga saat ini, sebut Badruzaman, pelaksanaan hukuman cambuk di Aceh masih memberikan dampak positif karena ini adalah aturan yang diajarkan oleh agama Islam, agama yang dianut oleh masyarakat di Aceh.

Sent Using Telkomsel Mobile Internet Service powered by

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan