Sabtu, 21 Mei 2011

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Pemanggilan Hakim Tunggu Komisioner

Posted: 18 May 2011 10:36 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Juru Bicara Komisi Yudisial, Asep Rahmat Fajar, mengatakan, pihaknya belum dapat memanggil hakim dalam persidangan mantan Ketua KPK Antasari Azhar dalam kasus pembunuhan Direktur Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnain. Pasalnya, menurut Asep, pihaknya akan mengumpulkan keterangan dari beberapa saksi ahli terlebih dahulu.

"Hakimnya belum dapat dipanggil, dan memang belum ada agenda karena masih menunggu hasil rapat dari Komisoner," ujar Asep kepada wartawan di kantornya, Rabu (18/5/2011). Namun, tambah Asep, pihaknya akan terus mendalami dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim perkara Antasari Azhar.

Menurutnya, setelah hasil dari beberapa keterangan saksi ahli tersebut terkumpul, pihaknya akan menentukan siapa saja yang akan dipanggil berikutnya. "Hasil-hasil ini akan dirapatkan, lalu baru kita akan beri tahu lagi siapa yang akan dipanggil selanjutnya," jelas Asep.

Sebelumnya, hari ini Komisi Yudisial telah memanggil ahli balistik Maruli Simanjuntak. Namun, seusai menjalani pemeriksaan, Maruli tidak menjelaskan secara rinci mengenai keterangannya dalam pemeriksaan yang dipimpin oleh tiga orang Komisioner KY, yakni Suparman Marzuki, Taufiqurrohman Syahuri, dan Jaja Ahmad Jayus.

"Semuanya sesuai dengan apa yang saya sampaikan di pengadilan," ujar Maruli singkat seusai menjalani pemeriksaan.

Selain Maruli, beberapa waktu lalu KY juga telah memanggil beberapa saksi ahli dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik hakim dalam persidangan mantan Ketua KPK Antasari Azhar dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnain. Beberapa saksi ahli tersebut, yakni ahli teknologi informasi (TI) dari Fakultas Elektro Institut Teknologi Bandung, Agung Haryoso, dan ahli forensik Abdul Mun'im Idris.

Dalam keterangan Mun'im, berdasarkan penyelidikan forensik yang dilakukannya, terdapat perbedaan antara hasil penyelidikan forensik dan apa yang diungkapkan jaksa dalam pengadilan Antasari. Perbedaan tersebut salah satunya menyangkut jumlah peluru yang bersarang di tubuh Nasrudin. Menurut Mun'im, dia menemukan dua peluru di tubuh Nasrudin. Namun, dalam pengadilan, jumlah peluru tersebut justru bertambah menjadi tiga.

Penasihat hukum Antasari, Maqdir Ismail, pernah mengungkapkan beberapa kejanggalan dalam kasus tersebut. Ia mengungkapkan, berdasarkan keterangan Mun'im Idris, peluru di kepala korban berdiameter 9 milimeter dan berasal dari senjata yang baik. Namun, berdasarkan keterangan ahli senjata Roy Harianto, bukti yang ditunjukkan adalah jenis Revolver 038 spesial dan kondisi senjata rusak lantaran salah satu silindernya macet. Selain itu, berdasarkan keterangan penjual senjata, Teguh Minarto, senjata ditemukan terapung di dekat asrama Polri di Aceh sesudah tsunami.

Sent Using Telkomsel Mobile Internet Service powered by

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Emir Kembalikan Cek Perjalanan ke Panda

Posted: 18 May 2011 10:29 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Politisi PDI-Perjuangan, Emir Moeis, mengaku mengembalikan sejumlah cek perjalanan yang diterimanya dari Dudhie Makmun Murod kepada Panda Nababan selaku Sekretaris Fraksi PDI-Perjuangan. Emir mengira, cek yang diberikan kepadanya sehari setelah fit and proper test Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tersebut berkaitan dengan pemenangan Miranda Goeltom sebagai DGS BI 2004.

Hal itu disampaikan Emir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (18/5/2011). Emir bersaksi untuk politisi PDI-Perjuangan yang menjadi terdakwa kasus dugaan suap cek perjalanan terkait pemilihan DGS BI, yakni Panda Nababan, Budiningsih, M Iqbal, dan Engelina Pattiasina.

Saat pemilihan DGS BI, Emir adalah Ketua Komisi IX DPR sekaligus Ketua Kelompok Fraksi (Poksi) IX PDI-Perjuangan. "Dudhie bilang, teman-teman, nih ada rezeki nih untuk capek-capek kemarin. Jadi saya pikir untuk pemilihan Deputi Gubernur Senior, soalnya kemarin ada momen itu," kata Emir.

Ia mengaku menolak cek perjalanan yang diberikan dalam amplop tersebut karena telah berjanji pada diri sendiri untuk tidak menerima suap. Selain itu, kata Emir, ia menolak cek itu karena Miranda adalah teman seperjuangannya saat menjadi dosen di Universitas Indonesia. "Saya pilih Miranda berdasarkan profesionalisme," katanya.

Namun, dua hari setelah mengembalikan cek kepada Panda, Emir mengaku kembali diberikan cek perjalanan oleh Panda Nababan senilai Rp 200 juta. Menurut penuturan Emir, Panda mengatakan kepadanya bahwa cek tersebut merupakan bantuan dari fraksi untuk biaya pembinaan konstituen. Sejumlah cek perjalanan dari Panda tersebut kemudian diterima oleh Emir dan langsung dicairkan.

"Langsung staf ahli cairkan dan untuk pembayaran ke Kaltim (Kalimantan Timur), untuk biaya bayar utang pesawat, pembuatan jalan, gorong-gorong, kita bikin turnamen bola voli," ujar Emir.

Ketika ditanya majelis hakim apakah cek perjalanan yang diberikan Panda merupakan cek yang sama dari Dudhie, Emir mengaku tidak tahu. Ia juga mengaku lupa akan rupa amplop dari Dudhie maupun amplop dari Panda. "Saya enggak ingat. Sama-sama amplop putih," katanya.

Kasus dugaan suap cek perjalanan terkait pemilihan DGS BI yang dimenangkan Miranda Goeltom pada 2004 berawal dari "nyanyian" politisi PDI-Perjuangan, Agus Condro. Sebanyak 26 politisi DPR 1999-2004 ditetapkan sebagai terdakwa dan kini tengah menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Sejumlah cek perjalanan tersebut diberikan melalui Ari Malangjudo yang diperintahkan oleh Nunun Nurbaeti. Kemudian, cek dialirkan kepada anggota DPR PDI-Perjuangan melalui Dudhie Makmun Murod selaku bendahara fraksi. Dalam persidangan sebelumnya, Dudhie mengaku diperintah oleh Panda Nababan untuk menemui Ari Malangjudo mengambil titipan berupa amplop yang berisi sejumlah cek perjalanan.

Sent Using Telkomsel Mobile Internet Service powered by

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan