ANTARA - Peristiwa |
Pemerintah Isyaratkan Gelar Pahlawan bagi Syafruddin Posted: 21 May 2011 07:16 AM PDT Pandeglang (ANTARA News) - Pemerintah telah mengisyaratkan untuk memberikan gelar pahlawan nasional bagi Syafruddin Prawiranegara, yang pernah menjadi Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. "Saya pernah bertemu dengan Menteri Pertahanan dan dia mengatakan (Syafruddin) bisa jadi pahlawan," kata Farid Prawiranegara, putera Syafruddin Prawiranegara di Pandeglang, Sabtu. Pernyataan yang sama, kata dia, juga disampaikan Menkopolhukam Djoko Suyanto selaku Ketua Tim Gelar Pahlawan. Namun, kata dia, baik Menteri Pertahanan maupun Menkopolhukam menyatakan, tidak bisa mengakui Syafrudin Prawiaranegara sebagai presiden ke-2. "Yang penting bagi kita, justru pengakuan Syafruddin sebagai presiden, bukan penetapannya sebagai pahlawan," katanya. Ia juga menjelaskan, Syafruddin tidak pernah berkeinginan untuk menjadi pehlawan, dan itu disampaikan melalui wejangan pada anak-anaknya. "Bapak (Syafruddin) selalu mengatakan, jangan pernah menghargai apa yang telah dilakukannya, karena semuanya dijalankan karena melaksanakan tugas," katanya. Farid juga menjelaskan, orang tuanya juga tidak pernah menyebut dirinya sebagai presiden, dan lebih senang menamakan dirinya sebagai Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Syafruddin Prawiranegara, kata dia, mendapat mandat dari Presiden Soekarno untuk menjalankan pemerintahan darurat, ketika para pemimpin bangsa, termasuk Soekarno-Hatta ditangkap dan diasingkan ke Bangka. "Bapak saya menjalankan mandat itu, dan memimpin PDRI mulai 19 Desember 1948 sampai 13 Juli 1949," katanya. Namun karena mandat secara tertulis tidak pernah diterimanya, meskipun ada dan ditandatangani oleh Soekarno-Hatta, maka Syafruddin tidak berani menyebut dirinya presiden. Tapi, lanjut dia, faktanya Syafrudin pemegang pemerintahan saat PDRI tersebut, jadi sebenarnya dia merupakan presiden ke-2. "Saya juga heran, mengapa pemerintah begitu sulit memberikan pengakuan kalau Syafruddin Prawiranegara merupakan presiden saat PDRI," katanya. Jika keberatan itu dikaitkan dengan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta (PRRI/Permesta), menurut dia, justru ada gagasan positif yang diluncurkan oleh PRRI/Permesta itu, yakni ontonomi daerah. "Otonomi daerah yang sekarang dijalankan pemerintahan reformasi ini, merupakan gagasan dari PRRI/Permesta," katanya.(*) Editor: Ruslan Burhani Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price. |
Serikat Pekerja Media Belum Diminati Jurnalis Posted: 21 May 2011 07:11 AM PDT Yogyakarta (ANTARA News) - Serikat pekerja media di Indonesia belum banyak diminati kalangan jurnalis, karena mereka menganggap bekerja sebagai profesional, bukan buruh. "Padahal faktanya banyak persoalan ketenagakerjaan di perusahaan media, sehingga kehadiran serikat pekerja media (SPM) sebenarnya sangat dibutuhkan," kata salah seorang aktivis SPM Syaiful Arifin dalam diskusi bertema `Jurnalis buruh atau bukan?`, di Yogyakarta, Sabtu. Dalam diskusi yang diselenggarakan Forum SPM Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta itu, ia mengatakan keberadaan serikat pekerja media sangat penting, mengingat banyaknya persoalan ketenagakerjaan di perusahaan media yang tak kunjung selesai. Menurut dia, di Indonesia isu SPM belum memperoleh tempat di perusahaan media. Alasannya, jurnalis masih menganggap dirinya sebagai profesional, bukan buruh. "Jika alasannya seperti itu, artinya tidak berkaca dari para pekerja di sektor perbankan, di mana sebelum krisis moneter, mereka begitu `seksi` karena enggan disamakan dengan buruh manufaktur," katanya. Tetapi, kata Syaiful, begitu krisis moneter menerpa, dan banyak bank melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pekerjanya, barulah mereka sadar bahwa serikat pekerja penting keberadaannya dalam perusahaan untuk memperjuangkan nasib mereka. Aktivis SPM dari Surakarta itu mengatakan kini para pekerja di sektor perbankan termasuk yang aktif memanfaatkan serikat pekerja untuk memperjuangkan kepentingannya. "Demikian pula dengan serikat pekerja BUMN yang aktif dalam memperjuangkan kepentingan anggotanya. Bahkan, mereka berani melawan ketika kebijakan pemerintah merugikan rakyat atau anggota serikat pekerja BUMN," katanya. Menurut dia, Federasi SPM juga perlu dibentuk, dengan didasari kenyataan masih rendahnya kesadaran pekerja untuk berserikat, maraknya kebijakan konvergensi industri media, dampak krisis global terhadap industri media, upah layak, dan kontrak `outsourcing`. "Selain itu, juga karena lingkungan kerja di industri media masih melanggar Undang-undang dan kode etik," kata Syaiful Arifin. Menurut dia, solusi dari semua itu adalah pembentukan serikat pekerja di perusahaan media, karena kesejahteraan pekerja tidak bisa didapatkan dari belas kasihan, tetapi harus diperjuangkan. "Hingga 2010, AJI mencatat sudah 28 serikat pekerja media lahir, baik yang menggunakan nama lain, maupun yang secara tegas menyebut diri sebagai serikat pekerja," katanya.(*) (U.H008/M008) Editor: Ruslan Burhani Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price. |
You are subscribed to email updates from ANTARA News - Nasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan