TOKYO - Wilayah Koenji di Tokyo, Jepang diwarnai aksi protes menentang keberadaan reaktor nuklir di Jepang. Aksi tersebut diperkirakan menjadi salah satu aksi anti nuklir terbesar di Negeri Sakura itu.
Gerakan anti nuklir sebenarnya sudah sejak lama ada di Jepang.Namun gerakan tersebut jarang mendapat simpati dari warga. Setiap diadakan aksi demo, pesertanya tidak banyak. Tapi sejak bencana reaktor nuklir terjadi di Fukushima pasca tsunami 11 Maret 2011 lalu, gerakan anti nuklir mulai menggalang banyak dukungan di Jepang.
Minggu 10 April di stasiun Koenji, ribuan warga Jepang sudah berbaris membawa berbagai ornamen anti nuklir dengan penampilan yang bergam. Ada yang memakai topeng pekerja reaktor nuklir, beberapa dari mereka bahkan ada yang tubuhnya dicat seperti terkena radiasi, dan banyak pula yang mengenakan pakaian warna warni dengan berbagai tema tentang nuklir.
Pihak penyelenggara mengklaim lebih dari 15.000 orang datang memadati Lapangan Koenji dalam aksi yang dinamakan "Hangenpatsu Choukyodai Demo" atau "Aksi Akbar Menentang PLTN".
Untuk ukuran Jepang, jumlah lebih dari 15.000 orang dalam suatu aksi demo dapat dikatakan luar biasa. Selama ini masyarakat Jepang terkenal tertutup dan patuh terhadap kebijakan pemerintahnya. Jarang sekali terjadi aksi protes di Jepang, sebagaimana yang biasa terjadi di negara demokrasi lainnya.
Namun ribuan orang berkumpul, berteriak, serta memprotes pemerintah Jepang serta perusahaan Tohoku Electric Power Company (TEPCO), yang menjadi pengelola reaktor nuklir Daiichi Fukushima.
Aksi demo, yang dimulai pukul 2 siang waktu setempat, diawali dengan orasi menentang penggunaan tenaga nuklir. Pendemo menuntut agar pemerintah Jepang menghentikan penggunaan nuklir sebagai sumber energi. Mereka juga menuntut tanggung jawab pihak TEPCO dan pemerintah atas tragedi nuklir yang terjadi di Fukushima.
Selain melakukan orasi, aksi protes di lapangan Koenji tersebut juga diramaikan oleh pertunjukan musik rock dan penggalangan dana untuk korban nuklir di Fukushima.
Usai orasi, ribuan massa melakukan long march dari lapangan Koenji menuju jalan raya Koenji. Saat long march berlangsung, ratusan polisi Tokyo mengawal barisan para pendemo. Tidak tampak ada kerusuhan dalam aksi demo tersebut. Para pendemo berjalan tertib, bahkan barisan berhenti setiap lampu merah untuk memberi giliran mobil berjalan.
Sambil melakukan long march, para pendemo meneriakkan kata, "Genpatsu Abunai!!", yang berarti "Reaktor Nuklir Berbahaya!!", serta "Genpatsu Iranai", yang kira-kira berarti "Kami Tak Butuh Reaktor Nuklir".
Saat ini, ada 54 reaktor nuklir di Jepang yang memasok sekitar 30 persen kebutuhan energi mereka. Dari sejumlah itu, 17 reaktor yang berada pada lokasi yang sangat rawan bencana gempa dan tsunami.
Tragedi di Fukushima menjadi lonceng pengingat bagi masyarakat Jepang bahwa kenyamanan energi listrik yang mereka terima selama ini harus dibayar mahal, dengan korban jiwa dan harta. Belum lagi hidup ketakutan akibat radiasi yang harus mereka jalani dari hari ke hari.
Korban yang paling parah menderita akibat bencana nuklir ini adalah masyarakat yang tinggal di wilayah sekitar reaktor nuklir. Radiasi yang parah telah menyebabkan lahan pertanian di sekitar reaktor terancam tak bisa ditanami lagi.
Para nelayan di wilayah Fukushima juga terancam kehilangan mata pencaharian akibat air laut yang terkena radiasi. Bahkan Suratkabar Asahi Simbun pada 29 Maret lalu memberitakan seorang petani di Fukushi yang melakukan bunuh diri, karena depresi saat mengetahui hasil pertaniannya terkena radiasi nuklir.
Oleh karena itu, aksi demo siang tadi juga dihadiri oleh beberapa warga yang tinggal di berbagai wilayah sekitar reaktor nuklir di Jepang. Kekhawatiran atas apa yang terjadi di Fukushima menyebabkan mereka menentang pembangunan ataupun keberadaan reaktor nuklir di wilayah tempat tinggal mereka.
Para filsuf meyakini, bahwa di balik setiap keteraturan selalu tersembunyi kekacauan (in every cosmos, there is always chaos). Hal ini juga terjadi di Koenji hari ini. Di balik tatanan yang teratur, kepatuhan dan kepercayaan yang tinggi masyarakat Jepang pada pemerintahnya, selalu ada bagian masyarakat yang meragukan dan tidak mempercayai pemerintahnya.
Aksi protes anti nuklir di Tokyo ini juga menunjukkan bahwa Jepang, negara yang warganya paling jarang melakukan demo, paling patuh dan percaya pada pemerintahnya, masih gelisah dan akhirnya memprotes juga pemerintahnya, khususnya disaat bencana nuklir terjadi.
Kiranya hal ini perlu menjadi pertimbangan dalam membangun reaktor nuklir, terutama di negara-negara yang mudah diwarnai protes dan tingkat kepercayaan rakyat pada pemerintahnya tidak setinggi Jepang.
Laporan Junanto Herdiawan
(//faj)
Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan