KOMPAS.com - Regional |
Polisi Dihajar gara-gara Tegur Pemuda Tak Pakai Helm Posted: 30 May 2013 07:56 AM PDT YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Seorang polisi lalu lintas Polres Gunung Kidul, DI Yogyakarta, dihajar seorang pengendara motor yang dihentikan karena tidak mengunakan helm saat melintas di depan kantor Pegadaian Wonosari, Kamis (30/5/2013). Pemukulan itu bermula ketika Bripka Sunardi (44) yang tengah bertugas di depan kantor Pegadaian Wonosari, Gunung Kidul, sekitar pukul 08.00, menegur pemuda bernama Jatra (26), warga Jeruksari, Wonosari, yang mengendarai sepeda motor tanpa menggunakan helm. Merasa tidak terima dengan teguran itu, pelaku turun dari sepeda motor lalu memukul Sunardi sebanyak empat kali. "Saat akan meminta kelengkapan surat-surat, ia lantas memukuli wajah saya," kata Sunardi. Melihat pemukulan itu, warga dan beberapa anggota kepolisian yang berada di lokasi langsung berlari mendekat untuk menolong Bripka Sunardi dan menahan Jatra. Sementara itu, Resa Aditya, seorang kerabat pelaku, mengungkapkan bahwa Jatra (26) mengalami gangguan kejiwaan. Di rumah pun, kata Resa, Jatra sering mengamuk tanpa sebab yang jelas. "Dia (Jatra) memang mengalami gangguan jiwa, kadang normal, kadang kambuh," kata Resa. Saat ini Jatra dan Sunardi berada di Polres Gunung Kidul untuk menjalani pemeriksaan. Editor : Kistyarini |
Berlanjut, Aksi Penolakan Tambang di Kediri Posted: 30 May 2013 07:43 AM PDT KEDIRI, KOMPAS.com - Puluhan warga Desa Manyaran di Kecamatan Banyakan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, mendatangi kantor Balai Desa setempat, Kamis (30/5/2013). Kedatangan itu sebagai bentuk penolakan adanya galian pertambangan yang ada di wilayah itu. Puluhan warga datang menggunakan sepeda motor dan dan langsung merangsek masuk ke kawasan kantor. Polisi yang datang kemudian memediasi mereka dengan perangkat desa lalu duduk bersama dalam pertemuan. Dihadirkan pula para pemilik pertambangan, yaitu Sholeh, Sumardi alias Gareng, serta Sarjono. Dalam pertemuan itu, warga tetap bersikukuh meminta dua tambang yang ada, ditutup total karena mengganggu lingkungan serta menyebabkan kerusakan serius pada akses jalan sepanjang desa. Selain itu, warga juga mempertanyakan perilaku penambang yang menyerobot lahan desa. "Jadi kita tetap meminta galian itu ditutup!," kata Anto, salah satu perwakilan warga menyampaikan aspirasinya saat pertemuan berlangsung. Menanggapi permintaan warga, Tumijan, Kepala Desa Manyaran, meminta para pemilik tambang menjelaskan perihal perizinan aktivitas penggalian. Sebab, menurut Tumijan, selama ini pihak desa merasa tidak pernah memberikan izin maupun menerima tembusan perizinan. "Dari desa, seingat saya, tidak pernah memberikan izin," kata Tumijan di hadapan warga. Sumadi, salah seorang pengelola pertambangan mengakui adanya tanah negara yang turut digali. Menurutnya, penggalian itu dilakukannya untuk memudahkan akses jalan menuju lokasi penambangannya. Sumadi mengaku sanggup mengembalikan tanah itu jika diminta mengembalikan. Alasan itu, rupanya tidak sepenuhnya diterima oleh para warga sehingga sempat terjadi adu argumentasi antara warga dan Sumadi. Pihak desa kemudian menengahi dan akan membentuk tim yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah ini. Tim itu beranggotakan delegasi dari Manyaran serta utusan dari masing-masing desa yang dilalui oleh hilir mudik kendaraan pengangkut material. "Tim ini nanti yang akan melakukan penelusuran," kata Tumijan. Aksi tersebut merupakan kelanjutan dari aksi pemblokiran akses jalan menuju kawasan pertambangan oleh warga yang dilakukan sehari sebelumnya. Hal ini dipicu oleh kemarahan warga karena merasa aspirasinya tidak pernah didengar. Editor : Glori K. Wadrianto |
You are subscribed to email updates from KOMPAS.com - Regional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan