DILI – Sekira1600 pasukan perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Timor Leste telah habis masa tugasnya dan mulai kembali ke negaranya masing-masing. Namun kondisi keamanan di Timor Leste dinilai masih rawan.
"Timor Leste masih berada dalam kondisi yang rawan, suatu kesalahan dapat terjadi sewaktu-waktu dan menyebabkan masalah yang serius di negara itu," ujar pengamat politik dari Australian National University, George Quinn, seperti dikutip AFP, Jumat (28/12/2012).
Negara yang sempat dipimpin Jose Ramos Horta itu dilaporkan masih menghadapi banyak masalah-masalah sosial seperti kelaparan, tingkat pengangguran yang tinggi dan minimnya fasilitas kesehatan. Meski dunia internasional telah mengguyur Timor Leste dengan dana bantuan dengan jumlah yang besar, sebagian warga negara tersebut masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Sekira 40 persen warga Timor Leste tercatat tidak memiliki pekerjaan, sedangkan 45 persen anak-anak di Timor Leste kekurangan gizi. Timor Leste pun dianggap sebagai salah satu negara dengan kualitas hidup terburuk di dunia.
Quinn menambahkan pula, masalah-masalah tersebut dapat memicu terjadinya aksi kekerasan di bekas provinsi Indonesia itu dan berpotensi merusak perdamaian yang ada di Timor Leste.
Walaupun begitu, Pemerintah Timor Leste menyambut baik berakhirnya misi perdamaian PBB tersebut, mereka menganggap saat ini Timor Leste telah dapat menjaga kondisi keamanannnya sendiri tanpa perlu bantuan dari pihak asing.
Perdana Menteri Timor Leste,Xanana Gusmao menyatakan, negaranya akan menjadi negara yang sejahtera pada tahun 2030 mendatang apabila pendapatan minyak bumi dari wilayah Celah Timor telah masuk ke kas pemerintah.
Namun banyak pihak mengkritik pemerintah karena menganggap pemerintah Timor Leste tidak adil dalam membagikan pendapatan dari hasil minyak buminya. Kebanyakan dana tersebut lebih banyak digunakan untuk pembangunan di kota-kota sedangkan wilayah pedesaan di Timor Leste hanya mendapatkan sedikit bagian dana.
(AUL)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan