Isnin, 24 September 2012

ANTARA - Mancanegara

ANTARA - Mancanegara


Pemimpin Libya minta maaf atas serangan di Benghazi

Posted: 24 Sep 2012 09:50 PM PDT

Pria berjalan di dalam konsulat AS yang diserang dan dibakar oleh pria bersenjata di Benghazi, Rabu (12/9). Duta besar AS untuk Libya Christopher Stevens dan tiga pegawai kedutaan tewas saat mereka berusaha keluar dari gedung konsulat, diberondong oleh pria bersenjata terkait al Qaeda yang menyalahkan Amerika atas film yang menurut mereka menghina Nabi Muhammad. Stevens sedang berusaha keluar ke tempat yang lebih aman saat evakuasi ketika pria bersenjata melancarkan tembakan intensif, memaksa anggota keamanan untuk mundur. (REUTERS/Esam Al-Fetori )

Berita Terkait

New York (ANTARA News) - Pemimpin Libya Mohammed Magarief secara pribadi meminta ma`af kepada Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton atas serangan bulan ini terhadap Konsulat AS di Benghazi, sehingga menewaskan empat warga negara Amerika.

Magarief yang terpilih sebagai pemimpin Libya pada Agustus, berjanji pemerintahnya akan menyeret para pelaku serangan ke pengadilan.

"Apa yang terjadi pada 11 September terhadap warga negara AS ini tak menunjukkan nurani rakyat Libya, aspirasi mereka, harapan mereka atau perasaan mereka terhadap orang Amerika," kata Magarief, pemimpin Kongres Nasional Libya, kepada Hillary dalam pertemuan di sisi konferensi Sidang Majelis Umum PBB di New York, Senin.

"Tentu saja kami ... menyampaikan kesiapan besar kami untuk bekerja sama dengan pemerintah AS guna mengkoordinasikan penyelidikan dan menyeret para pelakunya ke pengadilan," katanya.

Para pejabat AS dan Libya telah berjanji untuk tidak membiarkan hubungan tergelincir oleh serangan terhadap Konsulat AS di Benghazi, yang menewaskan Duta Besar AS Christopher Stevens dan tiga lagi warganegara Amerika dalam apa yang digambarkan oleh Washington sebagai "serangan teror".

"Di atas semuanya, (Magarief) dan pemerintah Libya telah menjadi mitra kuat bagi Amerika Serikat," kata Hillary pada awal pertemuan langsung pertamanya dengan pemimpin Libya tersebut, sebagaimana dikutip Reuters.

"Keberanian telah menjadi ciri khas rakyat Libya selama dua tahun belakangan ini. Keberanian untuk bangkit dan menggulingkan diktator, keberanian untuk memilih jalur berat demokrasi, keberanian untuk menentang kekerasan dan perpecahan di negeri itu dan dunia," kata Hillary.

Pekan lalu, Magarief mengatakan sebanyak 50 orang telah ditangkap sehubungan dengan serangan di Benghazi, kendati menteri dalam negerinya menyebutkan angka yang jauh lebih sedikit. Magarief menyatakan sebagian orang yang ditangkap bukan warganegara Libya dan berkaitan dengan Al Qaida, yang dituduh melancarkan serangan 11 September di Amerika Serikat pada 2001.

Amerika Serikat dan Libya sedang menyelidiki serangan di Benghazi tersebut.

(C003)

Editor: Heppy

COPYRIGHT © 2012

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Komentar Pembaca

Kirim Komentar

Iran batasi akses ke Google

Posted: 24 Sep 2012 09:16 PM PDT

Pemerintah Iran membatasi akses ke mesin pencari Google dan layanan surat elektroniknya, Gmail. (Istimewa)

Google dan Gmail akan difiltrasi di seluruh Iran...

Berita Terkait

Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Iran membatasi akses ke mesin pencari Google dan layanan surat elektroniknya, Gmail.

Sebuah penyaring data (firewall) telah dipasang untuk mencegah warga Iran mengakses berbagai situs Barat.

Pemerintah Iran mengumumkan pembatasan akses itu pada Minggu waktu setempat dalam pernyataan yang disiarkan televisi dan pesan yang disebarkan melalui layanan pesan pendek.

"Google dan Gmail akan difiltrasi di seluruh Iran, dan akan terus difiltrasi sampai pemberitahuan selanjutnya," kata Abdul Samad Khoramabadi, penasehat Kantor Penuntut Umum Publik Iran.

Pengumuman pembatasan itu dilakukan tak lama setelah serangkaian protes di berbagai negara Muslim, termasuk Iran, terhadap film anti-Islam yang ditampilkan laman berbagi video Google, YouTube.

Kantor perwakilan BBC Persia menyebutkan, "Laman pencarian Google masih dapat diakses, tapi tidak dapat berfungsi seperti biasa. Layanan Google yang memerlukan koneksi pengamanan SSL [Secure Sockets Layer] tak bisa diakses di Iran.

Mesin pencari tanpa pengamanan yang lebih mudah digunakan belum bisa diakses. "Apapun yang dilakukan untuk mengakses layanan itu membawa pengguna pada fase menunggu tiada henti tanpa hasil."

Pengguna hanya bisa mengakses akun Gmail menggunakan Virtual Private Networks (VPNs), yang memungkinkan penjelajahan web dengan enkripsi penyaring data berat.

Sejumlah warga Iran sudah menggunakan VPNs untuk menembus pembatasan pemerintah dengan menutup laman-laman Barat, kata Mahmood Tajali Mehr, konsultan telekomunikasi Iran yang tinggal di Jerman.

"Ini cuma tindakan pemerintah Iran untuk apa yang disebut intranet nasional, untuk mengendalikan lalu lintas dari luar dan otoritas menyatakan akan menerapkannya dalam tiga tahun. Tapi setiap anak sekolah tahu bagaimana menembus pembatasan itu menggunakan VPNs, ini sudah sangat umum di Iran." 

Ini bukan kali pertama pemerintah Iran membatasi akses penggunaan layanan Google. Mesin pencari Google dan Gmail pernah pula ditutup pada Februari, menjelang pemilihan wakil rakyat yang berlangsung pada Maret. YouTube juga sudah disensor sejak pertengahan 2009.

Tapi Mehr memperkirakan pembatasan akses kali ini tidak akan berlangsung lama. "Ini hanya alat propaganda untuk menunjukkan bahwa Iran melakukan sesuatu untuk melawan AS, tapi sepertinya tidak akan berlangsung lebih lama dari beberapa hari."

Pemerintah Iran mengklaim pembatasan akses yang membuat beberapa laman organisasi media Barat seperti Guardian, BBC dan CNN tertutup itu merupakan permintaan rakyat Iran.

Meskipun pemerintah Iran mengklaim penutupan dan penyensoran tersebut atas permintaan rakyat, kantor perwakilan BBC Persia mengungkapkapkan banyak pengguna Twitter yang melakukan protes bahkan mencela keputusan pemerintah tersebut.

"Ini merupakan skenario yang sudah ditentukan untuk memblokir Google dari Iran. Mereka (pemerintah) memang ingin melakukan ini sejak dulu. Sekarang mereka punya alibi untuk melakukannya," ungkap salah satu pengguna Twitter, Hadi Khezriyan, dalam akunnya, seperti dikutip dari BBC.

Namun, ada pula yang menyetujui keputusan pemerintah. "Tidak apa-apa, karena orang-orang seharusnya memang tidak punya akses untuk melihat film penghinaan tersebut," kata Amir asal Karaj.

(feb)

Editor: Maryati

COPYRIGHT © 2012

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Komentar Pembaca

Kirim Komentar

Tiada ulasan:

Catat Ulasan