Republika Online |
Wahai Muslimah, Wajah Cantik Saja tak Cukup, Inilah yang Penting Posted: 25 Jul 2012 11:12 PM PDT REPUBLIKA.CO.ID, Paras cantik merupakan anugerah bagi perempuan. Sebagian perempuan memiliki wajah cantik dibandingkan lainnya. Namun, wajah yang elok saja tak cukup. Perempuan Muslim tak seharusnya terpaku pada kecantikan wajah, tetapi pada kecantikan budi yang menuntunnya menjadi perempuan salehah. "Allah tak melihat pada bentuk fisik dan harta hamba-Nya, tetapi melihat hati dan amal perbuatannya," kata Rasulullah dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim. Menurut Ibnu al-Qayyim, dengan perbuatan baik seorang perempuan akan mampu mempercantik batinnya. Kecantikan batin, ucap dia, membuat bentuk fisik terlihat lebih cantik, walaupun paras dan fisik perempuan itu tak cantik. Itu akan terjadi sesuai dengan kadar kecantikan batin seorang perempuan Muslim. Abd al-Qadir Manshur dalam bukunya, Buku Pintar Fikih Wanita, mengatakan, sebaiknya perempuan menekankan juga pada kecantikan batin. Sebuah nikmat yang besar jika perempuan Muslim berwajah cantik namun tak melupakan kecantikan batinnya. Ia tak menggunakan kecantikan itu untuk berbangga diri, bahkan membuatnya lalai bersyukur kepada Allah. "Jika kecantikan itu digunakan untuk bermaksiat, Allah akan menimpakan kehinaan kepadanya," kata Manshur. Rasulullah, jelas dia, meminta umatnya untuk mengimbangi kecantikan dan kebagusan fisiknya dengan perilaku yang baik dan ketaatan yang tinggi. Beliau menyatakan, umatnya diberi Allah fisik yang bagus dan sudah sepantasnya mereka memperbagus akhlaknya. Dengan demikian, seorang perempuan yang mensyukuri kecantikan dirinya dengan mengabdi kepada Allah, maka perempuan itu telah beruntung. "Mereka yang menggunakan untuk hal yang bertentangan dengan hukum Allah, maka akan merugi dan menanggung dosa," kata Manshur. |
Wirausaha dan Pengembangan Kepribadian (opini) Posted: 25 Jul 2012 11:04 PM PDT REPUBLIKA.CO.ID,oleh: Dr Syahrial Yusuf Siapapun pasti ingin sukses, tak ada yang ingin gagal, kesuksesan berhimpitan langsung dengan kebahagiaan. Sebaliknya kegagalan sangan akrab dengan kesedihan dan kekecewaan. Dari sisi lahirlah beragam konsep sukse. Ada yang mencoba mendekatkannya dengan kekayaan, jabatan dan ketenaran. Orang yang di katakana sukses manakala hidupnya berlimpah harta, menjadi orang ternama dan menduduki jabatan tinggi. Inikah definisi sukses? Ternyata tidak selalu tepat. Apalagi jika kesuksesan disandingkan dengan kebahagiaan. Ternyata tidak selalu orang kaya yang terkenal dengan menduduki jabatan tinggi, hidupnya senang. Banyak orang yang sering gelisah, sedih atau tidak merasa bahagia justru karena harta, popularitas dan kedudukan yang dimilikinya. Sebaliknya tidak sedikit juga yang hidup sederhana tapi bahagia. Menjadi kekayaan, popularitas dan kedudukan sebagai salah satu indikasi kesuksesan tidak selalu salah, namun ketiga komponen itu saja tidak cukup. Definisi sukses tidak bisa di jabarkan hanya dengan tiga hal itu sebagai satu satunya indkator kesuksesan, bisa berakibat fatal. Kekayaan dan ketenaran dan kedudukan adalah suatu yang langka. Tidak semua orang bisa menikmatinya, karenanya orang perlu bersaing untuk mendapatkannnya. Mereka yang menganggap kesuksesan ditandai dengan tiga hal itu, akan berusaha mendapatkannya degan segala cara. Dia tidak peduli caranya halal atau tidak. Inilah yang menyebabkan orang melakukan apa saja. Jabatan, kekayaan dan ketenaran itu langka, maka mental orang yang mengejarnya akan menjadi egois dan sombong. Ia hanya akan mementingkan dirinya sendiri dan tidak peduli dengan orang lain. Ia akan mengabaikan tuntutan lain yang tidak mendukung upayanya mewujudkan harta, ketenaran dan jabatan. Mereka yang menganggap jabatan, ketenaran dan kekayaan sebagai puncak dan lambang kesuksesan akan sulit menikmati hidupnya. Sebab ia menganggap ketiganya adalah puncak kesuksesan. Sehingga ketika ketiganya sudah di dapat tidakk ada lagi yang ingin di rengkuhnya. Ibarat pelari ia sudah mencapai garis finis. Karena tidak heran kalau mereka sudah memiliki ketiganya banyak yang bingung. Bingung harus berbuat apa lagi karena kesuksesan menurutnya sudah di capai. Akhirnya untukmenikmati kesuksesan itu tidak sediki yang pergi ke kafe kafe dan menghabiskan waktunya dengan wanita penghibur. Islam tidak melarang meraih kekayaan, ketenaran dan kedudukan. Tapi ketiganya bukan satu satunya indikasi kesuksesan. Ketiganya hanya salah satu sarana menjadi sukses. Dalam Islam kesuksesan tidak ditandai kebahagian di dunia saja tetapi juga kebahagiaan di akhirat. Inilah cita cita yang selalu dilantunkan dalam doa, "Ya Tuhan kami berilah kami kebaikan di dunia dan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka" (QS Al Baqarah:201). Orang dikatakan sukses kalau dia sudah mengoptimalkan dirinya, baik secara mental atau ilmu untuk kebaikan orang lain serta dapat berkarya dengan tujuan akhir untuk ibadah kepada Allah SWT. Kesuksesan tidak hanya dilihat dari sisi financial saja sebagai tujuan akhir dalam hidupnya. Kalau kekayaan Tuhan berikan dalam kehidupan kita, semuanya adalah amanah dari tuhan yang akan diminta nanti pertanggung jawabannya. Orang sukses adalah orang kaya yang sanggup menerima kekayaannya dengan bersikap tidak sombong agar bisa mendekatkan diri kepada Tuhan. Dengan kesanggupan menerima kekayaan itu. Membuat orang tidak akan lalai dengan kekayaannya. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Negeri dengan kekayaan yang luar biasa ini mengapa penduduknya sengsara? Banyak faktor yang melatarinya, diantara yang dominan adalah lemahnya pendidika da tingginya angka korupsi di Indonesia. Konsep pendidikan di Indonesia tidak mempuni, konsep pendidikan di Indonesia lebih dominan menciptakan mental pegawai, bukan pengusaha, sehingga di Indonesia tidak mempunyai banyak pengusaha. Dari 230 juta penduduk Indonesia, hanya 400.000 orang yang jadi pengusaha. Berarti hanya 0,2 persen dari jumlah penduduk di Indonesia. Mestinya Indonesia memiliki lebih dari 9 juta pengusaha, sangat berbeda dengan singapura yang hampir 4 persen dari jumlah penduduknya yang jadi pengusaha. Fakta ini bisa berawal dari sistem pendidikan kita yang salah. Misalnya ujian nasional seharusnya bukan standar kelulusan di sebuah sekolah, bagaimana mungkin kecerdasan seseorang hanya di tentukan oleh 3 atau 4 jam mata pelajaran. Sistem pendidikan yang kurang baik akan menciptakan lulusan yang bermental instant, tidak sedikit lulusan sarjana yang baru kerja setahun sudah ingin membeli mobil yang mahal. Padahal jika dihitung dari gajinya yang di dapat sangat mustahil akan mendapatkan mobil yang mahal. Yang bisa di lakukan yaitu mencari penghasilan yang tidak jelas sumbernya. Generasi muda yang bermental instant ini yang menjadi peluang terjadinya korupsi pada generasi muda kita. Mereka tidak di didik sabar dalam bekerja dan berusaha. Padahal pencarian harta tidak bisa instant, sebab setiap usaha harus bertahap tidak bisa langsung berhasil. Tanpa bermaksud menyepelekan profesi pegawai negri sipil, mengutip apa yang di tulis oleh Valentino Dinsi, ada lima kemungkinan yang dilakukan PNS yang gajinya pas pasan atau karyawannya yang honornya menengah kebawah lalu ia kaya. Jika dengan gaji pas pas itu dia kaya maka ia melakukan satu dari lima hal berikut, mendapatkan warisan menikah dengan orang kaya, menang undia, punya bisnis sampingan atau korupsi. Ini juga merupakan buah dari anggapan mayoritas orang bahwa kebahagiaan itu dengan persepsi harta yang melimpah. Orang dianggap sukses dan bahagia kalau punya rumah mewah, mobil banyak dan kekayaan berllimpah. Padahal yang terpenting adalah basic pelaksanaan nilai spiritual,"Ketika diberi amanah harta yang berlmpah, jika basic agamanya bagus maka, seseorang bisa memaksimalkan hartanya untuk di jalan Allah. (adv) |
You are subscribed to email updates from Republika Online RSS Feed To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan