KOMPAS.com - Nasional |
KPK Belum Sita Uang Suap untuk Bupati Buol Posted: 08 Jul 2012 03:54 AM PDT KPK Belum Sita Uang Suap untuk Bupati Buol Minggu, 8 Juli 2012 | 17:47 WIB JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi belum menyita uang yang bisa menjadi alat bukti utama dalam kasus dugaan suap pengurusan hak guna usaha perkebunan di Buol, Sulawesi Tengah. Uang itu diduga diberikan oleh PT Hardaya Inti Plantation kepada Bupati Buol Amran Batalipu. "Kami sudah mengetahui jumlah suapnya, sekitar Rp 3 miliar, tapi uang tersebut belum kami sita," kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, Minggu (8/7/2012). Dalam kasus tersebut, Bambang mengatakan bahwa Amran sebagai penyelenggara negara diketahui menerima suap dari pihak swasta yang diduga perusahaan milik Hartati Murdaya Poo. "Pemberinya melalui (Yani) Anshori dan juga Gondo Sudjono yang menjabat sebagai pimpinan PT HIP," kata Bambang. Namun, Bambang enggan membeberkan lebih lanjut siapa pemilik modal yang telah memberikan suap itu. Yang pasti, saat ini KPK masih mendalami motif pemberian suap terkait HGU. KPK kini tengah fokus pada pemeriksaan tiga tersangka, yakni Amran, Anshori, dan Gondo. |
Elektabilitas Prabowo Tinggi, tapi Tidak Aman Posted: 08 Jul 2012 03:06 AM PDT Elektabilitas Prabowo Tinggi, tapi Tidak Aman Penulis : Hindra Liauw | Minggu, 8 Juli 2012 | 16:51 WIB JAKARTA, KOMPAS.com - Elektabilitas atau tingkat keterpilihan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto pada pemilu presiden 2014 kini setara dengan politisi lainnya, seperti Ketua Umum DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie. Hasil survei nasional "Tantangan Calon Presiden Populer" oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) terhadap 1.230 responden pada 20-30 Juni 2012, misalnya, menunjukkan bahwa popularitas mantan Komandan Jenderal Kopassus ini sebesar 10,6 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan Mega yang meraih 8 persen dan Aburizal sebesar 4,4 persen. Kendati demikian, hal ini tak berarti langkah Prabowo menuju kursi RI 1 menjadi mulus. Pengamat politik, Salim Said, mengatakan bahwa lawan-lawan politiknya dapat mengungkit dugaan keterkaitannya dengan penculikan aktivis 1998. Hal itu diperkuat dengan keputusan Dewan Kehormatan ABRI (kini TNI) yang memberhentikan Prabowo sebagai perwira TNI karena terbukti bertanggung jawab atas penghilangan sejumlah aktivis pro-demokrasi pada 1997. "Posisinya masih tak aman. Itulah dinamika politik," kata Salim kepada para wartawan di Jakarta, Minggu (8/7/2012). Terkait hal itu, survei SMRC menunjukkan bahwa hanya tiga dari 10 orang responden yang memiliki hak pilih yang mengetahui bahwa Prabowo diberhentikan sebagai perwira TNI karena terbukti bertanggung jawab atas penghilangan tersebut. "Dengan kata lain, track-record Prabowo tidak diketahui oleh umumnya masyarakat kita. Karena itu, isu ini belum terlihat signifikan," kata peneliti SMRC, Grace Natalie. Salim mengatakan, masyarakat Indonesia memang memiliki ingatan yang pendek terkait berbagai isu. Sejumlah aktivis 1998, seperti Fadli Zon, bahkan merapat ke barisan Gerindra. "Ini membuat orang-orang yang beranggapan bahwa Prabowo jahat menjadi ragu," kata Salim. |
You are subscribed to email updates from KOMPAS.com - Nasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan