detikcom |
Terus Diserang Pasukan PBB, Gbagbo Terpojok & Sembunyi di Bunker Posted: 05 Apr 2011 12:54 PM PDT Rabu, 06/04/2011 03:01 WIB Menurut Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, serangan ini dimaksudkan untuk melindungi warga sipil dan bukan merupakan deklarasi perang melawan Gbagbo. Helikopter PBB dan Perancis memfokuskan serangan pada istana kepresidenan, kediaman kepresidenan, dan dua barak militer yang diduduki oleh Gbagbo. Serangan tersebut ditujukan bagi pasukan Gbagbo yang menggunakan senjata berat melawan warga sipil. Demikian seperti dilansir AFP, Selasa (5/4/2011). Akibat serangan ini, Gbagbo dilaporkan terpojok dan bersembunyi di bunker bawah tanah yang ada di kediaman kepresidenan. "Kami melihat perkembangan terbaru di perpolitikan di Abidjan. Penasihat terdekat Gbagbo meninggalkannya dengan hanya segelintir orang saja. Diketahui dia telah mundur ke bunker ruang bawah tanah yang ada di kediaman kepresidenan," demikian pernyataan pihak UNOCI (United Nations Operation in Cote d'Ivoire). UNOCI sendiri merupakan operasi pasukan khusus yang terus berjuang di wilayah Abidjan untuk mendesak Gbagbo turun dari posisinya dan melindungi warga sipil. Pasukan ini memfokuskan operasi di sekitar istana kepresidenan di Plateau dan kediaman kepresidenan di Cocody. Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Pantai Gading, Alcide Djede menuturkan, Gbagbo dan keluarganya masih berada di kediaman kepresidenan saat serangan tersebut dilancarkan. Alcide sendiri mengaku, dirinya tengah mengungsi di kediaman duta besar Perancis, Jean-Marc Simon. "Presiden Gbagbo berada di kediamannya bersama keluarganya, termasuk istrinya. Anggota kabinet dan pemerintahan juga ada di situ. Kediaman tersebut diserang," terang Alcide seperti dilansir AFP, Selasa (5/4/2011). Diketahui bahwa kediaman kepresidenan terletak di bagian pinggiran kota Cocody, dekat dengan kediaman duta besar Perancis tersebut. Akibat serangan ini, pasukan pendukung Laurent Gbagbo pun dikabarkan meminta adanya gencatan senjata. Pemimpin Pasukan Gbagbo, Jenderal Philippe Mangou menyatakan, pasukannya telah berhenti menyerang pasukan Outtara yang sekarang disokong oleh PBB. Menurut catatan PBB, puluhan orang dilaporkan tewas dalam beberapa hari terakhir menyusul terjadinya saling serang antara pasukan yang masih setia dengan Gbagbo dengan pasukan Outtara. Melihat kondisi ini, PBB lantas melakukan misi perlindungan warga sipil di Abidjan, Pantai Gading. Berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB 1975, PBB memberikan sanksi terhadap Gbagbo untuk mendesaknya turun dari posisinya sebagai presiden dan melindungi warga sipil serta mencegah penggunaan senjata-senjata berat. Gbagbo terpilih sebagai Presiden Pantai Gading pada tahun 2000 silam. Namun pada tahun 2005, jajak pendapat yang dilakukan di bawah pengawasan PBB dimenangkan oleh Alassane Outarra yang merupakan rival berat Gbagbo. Tapi ternyata Gbagbo enggan menerima hasil jajak pendapat tersebut. Dia juga enggan untuk lengser dari jabatannya sebagai presiden. Selanjutnya, pecahlah perang saudara antara pasukan Gbagbo melawan pasukan Outtara. Akibat perang saudara ini dilaporkan telah terjadi pelanggaran HAM, dimana telah terjadi pembunuhan massal terhadap ratusan warga sipil di kota Duekoue. Selain itu, jutaan orang dilaporkan mengungsi dari kota Abidjan, Pantai Gading ke negara-negara tetangga. Sekitar 1.900 warga asing berada di bawah perlindungan militer Perancis di Abidjan. (nvc/van) Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda! Redaksi: redaksi[at]detik.com |
KPK Harus Menjadi Lembaga Independen yang Kuat Posted: 05 Apr 2011 12:20 PM PDT Rabu, 06/04/2011 02:20 WIB "Kita tidak boleh melemahkan KPK karena Indonesia ini membutuhkan KPK yang kuat untuk mencapai bebas korupsi," ujar Pram kepada detikcom, Rabu (6/4/2011). Pram menuturkan, prinsipnya DPR mendukung penguatan KPK. Namun harus ada klausul fungsi kontrol publik terhadap KPK, untuk memastikan KPK bebas dari pengaruh kekuasaan. "KPK yang kita perkuat tidak boleh menjadi alat kekuasaan. Karena itu perlu dikontrol oleh rakyat," tutur Pram. KPK juga diharapkan makin tajam mengusut kasus korupsi. Jangan hanya memilih kasus kecil saja, namun juga mengejar kasus korupsi besar yang merugikan negara. "Selama ini orang banyak kecewa karena KPK yang tebang pilih. Jadi KPK ini kuat tapi tidak boleh diskriminatif," harapnya. Sebelumnya diberitakan Setneg menarik kembali draf RUU Tipikor yang hendak diserahkan Kemenkum HAM ke DPR. Santer beredar di kalangan DPR penarikan tersebut karena keluhan masyarakat seputar klausul yang melemahkan fungsi KPK dalam UU Tipikor. (van/nvc) Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda! Redaksi: redaksi[at]detik.com |
You are subscribed to email updates from detikcom To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan