detikcom |
Gedung Mewah di Senayan, Gedung Reyot di Pengadilan Posted: 03 Apr 2011 12:51 PM PDT Senin, 04/04/2011 02:51 WIB Lihatlah toilet Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Air mampet, ventilasi tidak ada dan keramik yang sudah tidak terawat. Tengok pula kursi terdakwa di salah satu ruangan sidang, masih terbuat dari kayu yang berusia seusia rezim Soeharto. Ruang sidang pun tidak sedingin ruang rapat anggota Dewan. Dengan anggaran Rp 5 triliun, Mahkamah Agung (MA) harus membaginya kepada 348 pengadilan negeri (PN), 7 ribu hakim dan lebih dari 20 ribu pegawai pengadilan. Dana ini selain untuk gaji juga untuk perawatan gedung, penambahan gedung, rumah dinas, pemberkasan dan pelayananan masyarakat. "Bulan lalu, Ketua MA meresmikan gedung baru PN di Gorontalo. Papan namanya dari papan, demikian juga gedung pengadilannya," ujara Kabiro Hukum dan Humas MA, Nurhadi beberapa waktu lalu. Belum lagi pengadilan yang berada di perbatasan Indonesia. Selain terbatas fasilitas kantor pengadilan, rumah dinas para hakim juga sangat sederhana. Beberapa daerah mengandalkan air hujan yang ditampung di ember besar. "Di NTT, Pulau Rote, sebuah kabupaten paling selatan Indonesia, keadaan ini ditambah lagi dengan transportasi laut yang ganas," imbuhnya. Melihat fakta di atas, pembagian 3 pilar demokrasi yaitu eksekutif, legisatif dan yudikatif ternyata belum diimbangi dengan distribusi pendapatan. Di satu sisi, legislatif akan membangun gedung baru, dimana 1 ruang anggota DPR di taksir nyaris mencapai Rp 800 juta. Sementara di sisi lain, 1 ruang hakim agung untuk menerima tamu lebih dari 5 orang saja penuh sesak. Para panitera hakim agung pun harus berdesakan dengan berkas perkara. Belum lagi jika dibandingkan dengan pejabat eksekutif di pusat dan daerah. Di antara Muspida yaitu Bupati, Ketua DPRD dan Kapolres, mungkin Kepala PN saja yang rumah dinasnya paling sederhana. "Ini sangat memprihatinkan. Bandingkan dengan departemen atau kepolisian. Kepolisian meskipun anggotanya lebih banyak daripada yudikatif, tapi anggarannya berkali- kali lipat daripada yudikatif," komentar hakim konstitusi Akil Mochtar atas fakta di atas. (asp/lrn) Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda! Redaksi: redaksi[at]detik.com |
Menantang Perawat Merantau ke Gurun di Timur Tengah Posted: 03 Apr 2011 11:17 AM PDT Senin, 04/04/2011 01:17 WIB "Di sini tenaga perawat itu sangat banyak dibutuhkan. Ribuan mungkin pertahunnya yang bisa diserap," ujar Bambang S Budi kepada detikcom mengawali sebuah pembicaraan di salah satu restoran di Kota Dubai, Abu Dhabi, Minggu (3/4/2011). Bambang dan Didi Handoko adalah TKI yang bekerja sebagai perawat di klinik pemerintah Dubai. Bambang telah bekerja sebagai perawat di Dubai selama 14 tahun, sedangkan Didi baru sekitar 5 tahun. Menurut mereka, negara Uni Emirat Arab sangat membutuhkan banyak tenaga perawat. Selama ini tenaga perawat di negara tersebut di ambil dari India dan Filipina. "Setiap perusahaan yang memiliki pekerja lebih dari 200 orang wajib menyediakan klinik kesehatan. Begitu peraturannya di sini, dan di negara yang sudah maju juga demikian, jadi tidak ada cerita untuk lulusan akademi perawat yang sulit mencari kerja," terang Bambang. Menjadi tenaga perawat di Uni Emirat Arab termasuk kelas professional. Keberadaannya dilindungi oleh Departemen Tenaga Kerja, sedangkan tenaga informal seperti PRT tidak termasuk sehingga hak dan kewajibannya pun kurang terjamin. Tidak sekadar penghasilan yang jauh lebih besar, hak pekerja seperti dana pendidikan, kesehatan bahkan waktu cuti yang mencapai 30 hari pertahun diberikan kepada para tenaga professional seperti perawat. "Dasar-dasar dunia medis semua sama, dimanapun itu, cara nyuntik, infuse semua sama di dunia ini, jadi perawat kita pun bisa diterima di sini. Kenapa takut? Kalau ingin maju ya harus merantau, di sini kita bisa dapat yang lebih baik," ujar Didi. Menurut Didi persoalan dasar perawat di Indonesia tidak menguasai bahasa Inggris, padahal bila perawat Indonesia menguasai bahasa Inggris, maka Uni Emirat Arab akan sangat senang menyambut mereka. Segala fasilitas pun akan diberikan kepada para medis tersebut. "Seharusnya di akademi perawat itu sudah diajarkan mengenai bahasa Inggris medis, karena istilah medis di sini In English semua. Tidak perlu harus menguasai bahasa Arab, itu bisa sambil jalan, tapi untuk dasar minimal bahasa Inggris," terangnya. Bambang perawat senior ini berharap, para lulusan akademi perawat sudah harus go Internasional. Bila perawat kesulitan mencari pekerjaan di Tanah Air, maka Dubai atau uni Emirat Arab siap menampung mereka asalkan mereka mempunyai kemampuan dunia medis dan bahasa Inggris dengan baik. "Lowongan kerja di sini banyak untuk para medis, cari saja di internet. Tapi memang bahasa Inggris menjadi syarat utama, komunikasi di sini lebih sering dengan bahasa Inggris. Kita lebih dihargai di sini, jadi kenapa tidak ke sini saja," ajak Bambang menutup obrolan siang itu. (her/fjp) Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda! Redaksi: redaksi[at]detik.com |
You are subscribed to email updates from detikcom To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan