ANTARA - Hiburan |
Rob Pelayar Tunggal California-Bali Raih MURI Posted: 02 Apr 2011 04:34 PM PDT Denpasar (ANTARA News) - Rob Rama Rambini (52), pelayar cukup "gaek", mencatatkan diri dalam Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) sebagai orang Indonesia pertama yang berhasil mengarungi samudera seorang diri dari California, Amerika Serikat ke Pulau Dewata. Penghargaan MURI Nomor 4810/R.MURI/IV/2011 itu, diserahkan oleh perwakilan museum tersebut kepada Rob Rama Rambini, disaksikan Direktur Jenderal Pemasaran Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Sapta Nirwandar di Pelabuhan Serambi Mariana Benoa, Kota Denpasar, Bali, Minggu dini hari. Rob Rama Rambini yang mempunyai nama lengkap Mahindra Wondowisastro itu mengucapkan terima kasih atas penghargaan yang diberikan oleh MURI, ditambah adanya "ritual" penyambutan yang luar biasa dari berbagai pihak. "Saya mengucapkan terima kasih kepada pemerintah dan semua pihak. Saya ingin bertemu dengan ibu yang sudah lama tidak berjumpa. Saya sudah 30 tahun tidak ke Indonesia. Saya hampir tertidur sampai di Bali, semua terasa baru," katanya. Ia mengatakan, waktu muda dirinya berkelana mencari sesuatu yang diinginkan dan banyak pengalaman yang sudah didapatkan. "Tujuan saya ke Indonesia karena sudah lama tidak bertemu ibu. Itu motivasi saya datang ke Indonesia," kata Rob Rambini. Sementara itu, Dirjen Pemasaran Kemenbudpar Sapta Nirwandar mengatakan, misi pelayaran Rob Rambini sangat memberi nilai positif bagi promosi pariwisata Indonesia. Sebab, kata dia, apa yang dilakukan Rob Rambini adalah bentuk usaha untuk memperlihatkan kepada dunia, bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar yang sangat berpotensi untuk bisa berkembang menjadi destinasi wisata berlayar atau maritim kelas dunia. "Kita harus bangga terhadap misinya Rob Rambini yang berhasil mengarungi samudera Pasifik seorang diri. Ini sebagai motivasi dan menumbuhkan semangat generasi muda. Prestasi yang dilakukan Rob Rambini sebagai bukti bahwa nenek moyang kita sebagai pelaut yang ulung," katanya. Rob Rambini telah berlayar dari California ke Hawaii, kemudian melaju melalui Kepulauan Solomon, Vanuatu dan Karang Laut, lalu ke Port Moresby, Papua New Guinea. Dia meninggalkan Port Moresby, 12 November 2010. Berlayar melalui perairan Indonesia, Rob Rambini mendarat selama sehari di Pulau Tanimbar, Saumlaki untuk memasok persediaan perbekalan. Pada bagian akhir perjalanan sangat sulit menjelang ke Bali. Dia harus beberapa kali melakukan pendaratan mendadak karena kondisi cuaca dan gelombang tinggi. Dari jadwal semula, Rob Rambini akan tiba di Bali pada Sabtu sore (2/4), namun baru tiba di dermaga Serambi Marina, Benoa pada Minggu dini hari (3/4) pukul 01.27 Wita. Keterlambatan Rob Rambini tiba di Pulau Dewata karena cuaca di laut buruk dan gelombang besar. Tampak dalam penyambutan kedatangan pelayar solo ini, selain Dirjen Pemasaran Kemenbudpar Sapta Nirwandar, juga General Manager Pelindo III Benoa Iwan Sabatini, Kadis Pariwisata Bali Ida Bagus Kade Subhiksu, Putri Duta Pariwisata Indonesia dan undangan lainnya. Di arena penyambutan kedatangan Rob Rambini juga dimeriahkan dengan pembacaan puisi oleh penyanyi Ayu Laksmi, tarian kontemporer, gamelan Jegog dan gong Baleganjur Bali.(*) Editor: Ruslan Burhani Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price. |
Masyarakat Keturunan Tinggalkan Konsep Kesakralan Rumah Posted: 02 Apr 2011 04:29 PM PDT Surabaya (ANTARA News) - Masyarakat China di Surabaya dinilai semakin meninggalkan konsep kesakralan rumah karena mereka lebih memilih untuk memadukan atau memadankan tiap ruang di huniannya dengan fungsi kekinian. "Konsep pembangunan rumah masyarakat China tempo dulu biasa menempatkan altar leluhur di bagian belakang rumah tetapi kini justru diletakkan di bagian depan rumah," kata Pakar Arsitektur Tradisional China, Ir. Lukito Kartono, dalam Diskusi "Center for Chinese Indonesian Studies" di Universitas Kristen (UK) Petra Surabaya. Menurut dia, penataan altar leluhur merupakan salah satu bagian dari lima fokus penting arsitektur rumah masyarakat China yakni mewujudkan hirarki ruang. Pada umumnya, atmosfer kesakralan itu bisa dirasakan ketika memasuki semakin ke belakang rumah masyarakat China. "Kini, masyarakat China memodifikasi konsep sakral itu sehingga banyak dijumpai altar leluhur berada di bagian depan rumah. Akibatnya, hirarki ruang berubah dan orang tertua di keluarga justru menempati kamar terdepan," ujarnya. Padahal, ungkap dia, sesuai konsep tata ruang masyarakat China tempo dulu justru kebalikannya atau mereka yang dituakan menempati kamar di bagian belakang rumah dan berdekatan dengan altar leluhur. Penyebab lain perubahan hirarki ruang juga dipicu sekarang masyarakat lebih beranggapan bahwa bagian belakang rumah difungsikan bukan ruang utama. "Semisal, untuk kamar pembantu, gudang,dan kamar mandi," katanya. Terkait konsep ideal penataan rumah China, ia merinci, seperti ketersediaan sumur udara di bagian tengah rumah untuk pergantian udara. Ada pula bagian rumah yang disebut sumbu keseimbangan di sisi kanan-kiri rumah. "Bagian lain berupa gerbang sebagai pintu masuk tamu. Ketika mereka (tamu) memasuki gerbang itu berarti telah datang di daerah teritorial yang berbeda," katanya. Selain itu, tambah dia, masyarakat China pada masa dulu biasa mensyaratkan agar penataan kamar didesain berderet baik sisi kanan maupun kiri, namun mereka bebas untuk menentukan berapa kamar yang dibangun di masing - masing sisi rumahnya. Tidak hanya itu, masyarakat China zaman dulu juga tidak mensyaratkan berapa besaran gerbang, kamar, atau ruangan lain yang akan didirikan. "Akan tetapi, lima konsep tata ruang seperti sumur udara, sumbu keseimbangan, gerbang, hirarki ruang, tatanan kamar berderet wajib diberlakukan," katanya. Konsep tatanan rumah China dengan lima syarat itu muncul dengan sejarah tersendiri, namun khusus untuk deretan kamar, sampai sekarang masyarakat China di Indonesia, terutama Surabaya, tetap menerapkannya. "Sebelum tahun 1900, imigran China gelombang pertama yang datang ke Indonesia tanpa membawa keluarga, mengadopsi rumah dengan pola lokal mengingat mereka menikah dengan orang di Tanah Air dan menghasilkan generasi peranakan," katanya. Setelah tahun 1900, datang imigran gelombang kedua di Indonesia. Namun, mereka membawa sejumlah keluarga sehingga memunculkan revitalisasi budaya. Bahkan, mereka sempat mendirikan sekolah dan koran berbasis China di Indonesia (1920). Pada era tersebut rumah China di Indonesia berkiblat ke nenek moyangnya di China. "Tapi, sejak tahun 2000-an masyarakat China di Tanah Air kehilangan identitasnya seperti di Surabaya Utara kini rumah beraksen China hanya tersisa 10 - 15 persen dari total yang ada," katanya.(*) (L.KR-DYT*E011) Editor: Ruslan Burhani Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price. |
You are subscribed to email updates from ANTARA News - Hiburan To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan