KOMPAS.com - Nasional |
Posted: 24 Dec 2010 02:34 PM PST JAKARTA, KOMPAS.com - Untuk menjadi bangsa yang besar, Indonesia membutuhkan sejumlah resep khusus. Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Achmad Mubarok mengatakan, terdapat tiga hal yang harus diperhatikan jika ingin menjadi bangsa yang besar. Pemimpin kita semuanya pas-pasan. -- Achmad Mubarok Hal pertama adalah sejarah. Dalam sebuah diskusi bertema "Refleksi Akhir Tahun" yang digelar di Islamic College, Jakarta, Jumat (24/12/2010), itu dia mengatakan, sejarah Indonesia yang pernah dijajah Belanda menjadi faktor yang turut menentukan kesuksesan Indonesia. Sayangnya, kata Mubarok, Indonesia merupakan wilayah jajahan Belanda, sebuah negara kecil di Eropa. "Maka orang Indonesia dibodohi-bodohi. Minta merdeka, kita harus rebut dulu," katanya. Berbeda dengan Malaysia yang dijajah Inggris. Malaysia diberi kemerdekaan dan diberi kesempatan untuk mengembangkan pendidikannya. Budaya jajahan Belanda tersebut, kata Mubarok, masih terbawa hingga kini. "Kita harus rebut dulu apa-apanya, kalau sudah direbut, harus ganti ke akar-akarnya. Itulah yang buat Indonesia jadi selalu mulai dari nol," ujar politisi Partai Demokrat itu. Resep yang kedua, lanjut Mubarok, Indonesia membutuhkan sebuah konsep besar untuk sukses membangun. "Kalau Indonesia, penuh langkah-langkah improvisasi. Kalau di Malaysia, pengembang boleh bangun kalau sudah bangun infrastruktur. Kalau di sini, rumah sudah jadi, jalan belum ada," tuturnya. Terakhir, menurut Mubarok, Indonesia harus memiliki seorang pemimpin besar. Yang saat ini, katanya, tidak dimiliki Indonesia. "Pemimpin kita semuanya pas-pasan," tukasnya. Seorang pemimpin yang besar, lanjut dia, memiliki kecerdasan menembus ruang dan waktu. Berpikiran jauh ke depan dalam membangun Indonesia dan tidak hanya memikirkan cara mempertahankan kekuasaan. "Duduknya hanya lima tahun, tapi yang dipikirkan untuk 50 tahun ke depan. Sekarang yang dipikir kursinya, dia gak mau jatuh dari kursinya," ungkapnya, mencontohkan. "Pemimpin besar, lahir dari dua pintu. Pertama revolusi, kedua keharusan mengatasi problem tertentu dalam waktu yang lama," tambahnya. |
Demokrat Lebih Nyaman dengan PDIP Posted: 24 Dec 2010 02:18 PM PST Parpol Demokrat Lebih Nyaman dengan PDIP Jumat, 24 Desember 2010 | 22:18 WIB Ilustrasi JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Achmad Mubarok mengatakan, partainya lebih merasa nyaman berhubungan dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ketimbang dengan partai koalisi yang tergabung dalam Setgab. "Karena PDIP sudah jelas oposisi. Lebih nyaman komunikasinya," katanya usai diskusi refleksi akhir tahun di Islamic College Paramadina, Jakarta, Jumat (24/12/2010). Karena PDIP sudah jelas oposisi. Lebih nyaman komunikasinya. -- Achmad Mubarok Mubarok juga mengatakan apa yang pernah diutarakan Ketua DPP bidang Pemenangan Pemilu dan Hubungan Kelembagaan PDIP, Puan Maharani, bahwa hubungan Demokrat dengan PDIP bagaikan orang berpacaran. Namun tidak sampai kepada pernikahan. "Karena keputusan untuk menikah itu keputusan Megawati," ungkapnya berkelakar. Sementara dengan partai koalisi yang tergabung dalam Sekretariat Gabungan atau Setgab, kata Mubarok, Demokrat justru merasa tersandera. "Pemerintah baru gigi satu saja, langsung dihantam Century," katanya. Meskipun demikian, Mubarok meyakini bahwa Setgab Koalisi akan bertahan hingga 2014. Jika ada suara-suara yang menuntut pembubaran Setgab, hal tersebut, kata Mubarok, hanya merupakan riak-riak demokrasi. "Itu riak-riak perorangan, ketuanya tetap solid kok," katanya. Penulis: Icha Rastika | Editor: I Made Asdhiana Loading... Kirim Komentar Anda Kirim Komentar Anda |
You are subscribed to email updates from KOMPAS.com - Nasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan