KOMPAS.com - Internasional |
Perempuan dari Sabuk Suku Pakistan Tantang Taliban Posted: 02 Apr 2013 03:16 AM PDT Perempuan dari Sabuk Suku Pakistan Tantang Taliban Selasa, 2 April 2013 | 10:16 WIB AP Badam Zari, kanan, menggelar jumpa pers di Khar untuk mengumumkan pencalonannya. TERKAIT: KHAR, KOMPAS.com — Warga Pakistan yang berusia 40 tahun membuat sejarah dengan menjadi perempuan pertama yang mencalonkan diri untuk mengisi kursi parlemen dari wilayah sabuk suku yang sangat konservatif, yang berbatasan dengan Afganistan. Perempuan bernama Badam Zari itu melawan tradisi patriarki dan menantang potensi serangan militan Taliban demi harapan dapat memaksa pemerintah lebih fokus membantu kaum perempuan Pakistan. "Saya ingin meraih kursi dewan untuk menjadi suara kaum perempuan, terutama mereka yang tinggal di wilayah-wilayah suku," kata Zari kepada Associated Press (AP) dalam sebuah wawancara hari Senin (1/4/2013). "Ini keputusan sulit, tapi saya bertekad dan semoga masyarakat mendukung saya." Banyak dari 180 juta warga Pakistan mempunyai pandangan konservatif tentang peran perempuan dalam masyarakat. Pandangan tersebut bahkan lebih dirasakan di wilayah-wilayah suku yang semiotonom, daerah yang miskin dan terpencil di barat laut negara itu yang didominasi suku Pashtun yang mengikuti aliran Islam yang sangat konservatif. Kebanyakan perempuan di wilayah suku tidak berpendidikan, jarang bekerja di luar rumah, dan memakai pakaian panjang, yang menutupi sebagian besar tubuhnya saat mereka muncul di depan umum. Zari, yang tamat SMU, berbicara kepada wartawan dalam konferensi pers pada Senin dengan mengenakan syal warna-warni yang melilit tubuh dan kepalanya. Hanya matanya yang terlihat. Kehidupan perempuan di wilayah suku Pakistan bahkan menjadi lebih sulit dalam beberapa tahun terakhir dengan kehadiran militan Taliban yang meningkat, yang menggunakan wilayah perbatasan sebagai tempat perlindungan utama mereka di negara itu. Kaum militan itu telah melancarkan pemberontakan berdarah melawan pemerintah demi memberlakukan hukum Islam di negara itu dan punya sejarah menggunakan kekerasan untuk menegakkan pandangan garis keras mereka terhadap perempuan. Tahun lalu militan Taliban menembak seorang murid sekolah berusia 15 tahun, Malala Yousafzai, dalam sebuah usaha yang gagal untuk membunuh gadis itu karena ia menolak pandangan kaum militan dan merupakan pendukung kuat pendidikan bagi kaum perempuan. Zari mengajukan dokumen yang diperlukan untuk mencalonkan diri pada hari Minggu di Khar, kota utama di Bajur. Ia didampingi suaminya, yang kata dia mendukung sepenuhnya keputusannya untuk mencalonkan diri untuk kursi di Majelis Nasional. Zari, yang maju sebagai calon independen, mengatakan, dia tidak ditakuti-takui oleh warga lokal untuk maju dan sejauh ini tidak menerima ancaman dari kaum militan. Dia berharap, dirinya bisa meyakinkan kaum perempuan untuk berubah dan memilih dirinya. Editor : Egidius Patnistik |
Krisis Suriah, 6.000 Tewas di Bulan Maret Posted: 02 Apr 2013 02:01 AM PDT Krisis Suriah, 6.000 Tewas di Bulan Maret Selasa, 2 April 2013 | 09:01 WIB Reuters Senapan mesin mematikan milik kelompok pemberontak Suriah. TERKAIT: Lebih dari 6.000 orang tewas di Suriah selama bulan Maret, yang menurut para aktivis, merupakan jumlah korban tewas terbanyak sejak protes anti-pemerintah digelar dua tahun silam. Lembaga pengamat persoalan HAM Suriah, SOHR, yang bermarkas di Inggris, mengatakan, korban tewas di Suriah pada bulan Maret lebih dari 6.000 orang. Korban tewas termasuk sedikitnya 291 kaum perempuan, 298 anak-anak, 1.486 orang dari kelompok pemberontak dan tentara pembelot, serta 1.464 orang dari pasukan Pemerintah Suriah. Korban tewas lainnya adalah warga sipil dan kelompok pemberontak yang tidak dikenal. Sulit terdokumentasi Kelompok anti-pemerintah, yang memonitor dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan kedua pihak di seluruh wilayah Suriah, mengatakan, korban tewas jauh lebih tinggi dari angka 62.554. "Kami memperkirakan jumlah yang tewas mencapai 120.000 orang," kata Rami Abdelrahman, pimpinan kelompok pemberontak, kepada Kantor berita Reuters. "Banyak korban tewas yang sulit terdokumentasi sehingga kami tidak memasukkannya dalam daftar resmi." PBB mengatakan, lebih dari 70.000 orang tewas semenjak aksi pemberontakan melanda Suriah dua tahun silam. Pergerakan media asing dan independen organisasi hak asasi manusia telah sangat dibatasi di dalam negeri, membuat verifikasi jumlah korban hampir mustahil. Editor : Egidius Patnistik |
You are subscribed to email updates from KOMPAS.com - Internasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan