ANTARA - Mancanegara |
Cerita wartawan Pakistan tentang Taliban Posted: 30 Jan 2013 09:26 PM PST Swat Valley, Pakistan (ANTARA News) - Selama tiga tahun Taliban menguasai Distrik Swat pada 2007--2009, kebebasan pers berada dalam ancaman. Fazal Khaliq, koresponden The Express Tribune, sewaktu Taliban menguasai distrik ini, pemberitaan media massa priode itu harus mengikuti agenda seting Taliban. Wartawan dilarang meliput isu yang tidak sejalan dengan keinginan Taliban. "Selama tiga tahun, kami bekerja di bawah tekanan mereka. Kami harus menulis seperti yang mereka perintahkan. (Waktu itu) Tidak ada kebebasan pers di sini, yang ada rasa takut," kata Fazal. Tidak hanya kehidupan wartawan-wartawan itu yang terancam, keluarga para jurnalis ini pun ada dalam ancaman. Setiap saat nyawa mereka menjadi taruhan. "Empat jurnalis tewas, sepuluh jurnalis diculik dan puluhan jurnalis lainnya bekerja berada di bawah ancaman saat melakukan tugas jurnalistiknya," ujar Chief Editor Daily Chand Swat, Rashid Iqbal. Menurut Fazal, taliban tidak segan menodongkan senjata dan membunuh siapa pun yang membicarakan atau melawan mereka, bahkan itu dilakukan di tempat umum. Taliban memperingatkan dan mengancam mereka yang kritis kepadanya lewat radio, agar semua orang bisa mendengar. Ancaman-ancaman ini sengaja disebarluaskan untuk menciptakan rasa takut pada penduduk Swat yang dijuluki "Swiss-nya Asia" itu. Tahun 2012 lalu, Reporters Without Borders menyebut Pakistan sebagai negara yang paling berbahaya untuk wartawan. Sepanjang 2011 saja, sebelas wartawan terbunuh. Salah seorang yang terbunuh itu adalah wartawan senior berusia 43 tahun dari Voice of Amerika, Mukarram Khan Aatif. Mukarram dibunuh selagi menunaikan shalat di sebuah masjid dengan rumahnya. Waktu itu Taliban menyatakan bertanggungjawab atas kematian Mukarram karena menuduh dia sebagai corong propoganda asing untuk melawan Taliban. Kini, setelah kondisi Swat bersih dari Taliban, para jurnalis merasakan kembali kebebasan dalam melakukan tugas-tugas jurnalistik. Ada enam koran lokal yang terbit di distrik ini, diantaranya The Daily Shamal Swat dan Daily Chand Swat. Ada juga satu stasiun radio FM dan satu stasiun televisi lokal berbahasa Inggris yang akan diluncurkan dalam waktu dekat. Distrik Swat terletak sekitar 160 km arah utara Islamabad, ibukota Pakistan, tepat berada di Provinsi Khyber Pakthunkwa. Ibukota distrik ini adalah Saidu Sharif, namun lazim pula disebut Mingora. Swat adalah daerah pegunungan dengan padang rumput hijau menghampar, memiliki danau yang jernih dan udara yang sangat dingin. Jumlah penduduknya kini mencapai 1,8 juta jiwa. "Sekarang kami merasa aman dan nyaman tinggal di Swat. Kami bisa menjalankan tugas-tugas jurnalistik dengan leluasa tanpa intervensi dari pihak manapun," ujar Fazal. (*) |
Vietnam deportasi warga AS dalam kasus anti-pemerintah Posted: 30 Jan 2013 09:00 PM PST Hanoi (ANTARA News) - Pihak berwenang Vietnam telah mengusir seorang warga negara Amerika Serikat pegiat pro-demokrasi setelah menahan warga AS itu selama sembilan bulan atas tuduhan berupaya menggulingkan negara, demikian laporan media pemerintah, Rabu. Nguyen Quoc Quan, yang berdarah Vietnam dan merupakan anggota Partai Viet Tan yang bermarkas di AS, ditangkap pada 17 April tahun lalu ketika ia tiba di Vietnam. Quan (59 tahun), juga dikenal sebagai Richard Nguyen, dijadwalkan akan menghadapi persidangan awal bulan ini, kata Viet Tan kepada AFP pada saat itu, namun proses itu dibatalkan tanpa ada penjelasan resmi. "Vietnam telah mengusir Nguyen Quoc Quan, yang merupakan seorang warga negara Amerika. Quan mengakui kejahatan-kejahatan yang ia lakukan, meminta kelonggaran agar ia bisa kembali ke Amerika Serikat dan berkumpul dengan keluarganya" demikian menurut laporan Vietnam News Agency. Pengacara Quan tidak bisa segera dihubungi untuk dimintai komentar, namun juru bicara Viet Tan, Trinh Nguyen, membenarkan bahwa Quan telah keluar dari tahanan dan mengatakan kepada AFP bahwa Quan akan segara mendarat di bandar udara Los Angeles. Juru bicara kedutaan besar AS di Hanoi, Christopher Hodges, mengatakan kepada AFP setelah deportasi Quan diumumkan bahwa mereka "menyambut" keluarnya Quan. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Victoria Nuland, mengatakan, "Kami merasa senang bahwa warga negara AS telah dibebaskan," dan menambahkan bahwa hal itu merupakan "kabar baik". Media pemerintah Vietnam sebelumnya melaporkan bahwa Quan datang ke negara komunis itu "untuk mengobarkan demonstrasi dan merusak perayaan" jatuhnya rejim dukungan AS pada 30 April, yang menandai berakhirnya konflik selama beberapa dekade. Quan awalnya didakwa melakukan tindakan terorisme, namun pihak berwenang kemudian mengajukannya ke pengadilan atas dakwaan memiliki rencana untuk menggulingkan negara. Dakwaan tersebut dapat membuatnya menghadapi ancaman hukuman mati, kendati pemerintahan komunis tidak pernah menghukum mati siapapun atas dakwaan politik. Quan sebelumnya menerima vonis hukuman penjara selama enam bulan atas dakwaan melakukan terorisme dan dideportasi dari Vietnam pada Mei 2008. Kelompok-kelompok pendukung hak asasi manusia mengatakan tuduhan-tuduhan bahwa Quan menyebarkan propaganda anti-pemerintah dan berupaya menggulingkan pemerintahan merupakan sesuatu yang secara rutin ditimpakan kepada mereka yang tidak sepakat di Vietnam, negara di mana Partai Komunis tidak membolehkan debat politik. (T008) |
You are subscribed to email updates from ANTARA News - Internasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan