KOMPAS.com - Nasional |
Menambah Anggaran Polisi seperti Menggarami Lautan Posted: 28 Oct 2011 10:12 AM PDT Penanganan Kasus Korupsi Menambah Anggaran Polisi seperti Menggarami Lautan Khaerudin | Agus Mulyadi | Jumat, 28 Oktober 2011 | 21:48 WIB JAKARTA, KOMPAS.com — Menambah anggaran kepolisian untuk melakukan penyidikan kasus korupsi dinilai tak efektif. Penambahan anggaran untuk polisi seperti menggarami lautan. Selama institusi kepolisian belum bisa bersih dari korupsi, menambah anggaran untuk mereka dinilai mubazir. Sebelumnya, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Sutarman menyatakan, kalau memang mau berkomitmen agar polisi bisa memberantas korupsi, harus dimulai dengan memberikan anggaran lebih besar kepada penyidik kepolisian. "Bakal tidak akan efektif, seperti menggarami lautan," kata Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia, Teten Masduki, kepada Kompas di Jakarta, Jumat (28/10/2011). Teten mengatakan, menambah anggaran penyidikan kasus korupsi di kepolisian bakal mubazir. Sebab, menurut Teten, selama ini juga penanganan kasus korupsi oleh kepolisian tak banyak yang berhasil. Terlebih lagi jika kemudian anggaran yang besar tersebut disebar ke berbagai kepolisian di daerah. Menurut peneliti Indonesia Corruption Watch, Febri Diansyah, sejak tahun 2003 hingga 2010 sektor penegak hukum khususnya polisi masih menjadi lembaga yang selalu terindikasi korupsi, berdasarkan survei Global Corruption Barometer yang dirilis oleh Transparency International. |
Rumah Perubahan Diawasi Aparat Sepekan Terakhir Posted: 28 Oct 2011 09:55 AM PDT JAKARTA, KOMPAS.com — Kehadiran 15 orang aparat keamanan di Rumah Perubahan bukan sesuatu yang baru terjadi. Adhie Massardi, aktivis Rumah Perubahan, mengungkapkan, pihaknya telah melihat adanya pengawasan aparat di kantor yang terletak di Kompleks Duta Merlin, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, itu selama sepekan terakhir. "Bukan baru hari ini. Seminggu terakhir mereka semakin sering hilir mudik atau sekadar melintas," terang Adhie kepada Kompas.com di depan Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (28/10/2011). Ia mengaku heran dengan adanya pengawasan khusus dari aparat yang berseragam ataupun yang berpakaian sipil. Pasalnya, aktivitas diskusi mingguan di Rumah Perubahan hanya berlangsung setiap Selasa malam. "Di luar itu, tidak ada aktivitas khusus," ujar Adhie. Jika dikaitkan dengan aksi unjuk rasa, pengawasan tersebut juga kurang beralasan, lantaran tidak ada konsentrasi massa di kompleks tersebut. Menurut Adhie, Rumah Perubahan sejak kemarin malam hingga pagi tadi diawasi 15 aparat kepolisian. Kepada salah seorang staf setempat, aparat sempat menanyakan kegiatan di tempat tersebut. Dalam demonstrasi untuk memperingati Sumpah Pemuda itu, Adhie menyoroti terjadinya demoralisasi pengelolaan negara. Menurut dia, kesejahteraan dan martabat Indonesia telah terenggut oleh amburadulnya pengelolaan negara di era SBY yang dinilainya bermental korup. "Itu semua implikasi dari sikap pemimpin yang tidak tegas, mudah kompromi, dan gampang didikte," lanjut Adhie. Rendahnya martabat Indonesia, kata dia, bisa dilihat dari sikap negara tetangga yang tidak lagi menaruh hormat kepada RI yang notabene negara terbesar di Asia Tenggara. "Batas negara kita dilanggar begitu saja, ikan-ikan kita diambil nelayan negara tetangga," kata Adhie. Selain itu, banyaknya kasus yang menimpa buruh migran Indonesia juga menjadi rujukan turunnya martabat Indonesia di percaturan internasional. Full content generated by Get Full RSS. |
You are subscribed to email updates from KOMPAS.com - Nasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan