Khamis, 1 September 2011

KOMPAS.com - Internasional

KOMPAS.com - Internasional


Menlu dan Menkeu Baru Jepang Berusia 40-an Tahun

Posted: 02 Sep 2011 03:53 AM PDT

Kabinet Baru Yoshihiko Noda

Menlu dan Menkeu Baru Jepang Berusia 40-an Tahun

R. Adhi Kusumaputra | Robert Adhi Ksp | Jumat, 2 September 2011 | 10:53 WIB

Foto:

TOKYO, KOMPAS.com - Perdana Menteri baru Jepang Yoshihiko Noda   memberikan pos-pos Menteri Luar Negeri dan Menteri Keuangan kepada anggota parlemen berusia 40-an tahun, usia yang relatif muda dalam peran politik Jepang.

Menteri Keuangan dijabat oleh Juni Azumi (49), sedangkan Menteri Luar Negeri dipegang oleh Koichiro Gemba (47).

Azumi berasal dari Prefektur Miyagi di timur laut Jepang, di mana daerah ini hancur akibat gempa dan tsunami 11 Maret 2011 silam. Azumi pernah menjadi reporter TV NHK sebelum terjun dalam dunai politik. Ini pengalaman pertama Azumi menjadi menteri.

Sebelumnya Azumi adalah kepala partai yang berkuasa dalam urusan parlemen di bawah kepemimpinan Naoto Kan. Ia berjuang memenangkan kerja sama dengan partai-partai oposisi agar parlemen tidak terpecah.

Sebagai Menteri Keuangan, Azumi mengahdapi tugas berat, membentengi ekonomi dari kekuatan mata uang Yen dan mengatasi utang publik yang menggelembung mengingat populasi Jepang makin menua dan membutuhkan ongkos keamanan sosial yang meningkat.

Sedangkan Koichiro Gemba, Menteri Luar Negeri Jepang yang baru, sebelumnya Menteri dalam kabinet Naoto Kan. 

Yoshio Hachiro (63) menjabat Menteri Ekonomi, Perdagangan, dan Industri.

Noda terpilih sebagai PM Baru Jepang hari Selasa pekan ini, mewarisi tantangan pemulihan bencana, krisis nuklir, Yen melonjak, dan utang publik yang besar.

Ia menggantikan Naoto Kan, yang mengundurkan diri setelah menjadi PM selama 14 bulan, dan menghadapi hujan kritik yang pedas atas penanganan pemerintahannya pasca-gempa bumi dan tsunami dan krisis nuklir yang berkelanjutan.

Menteri Keuangan Jepang dijabat oleh Juni Azumi 49, sedangkan Menteri Luar Negeri dipegang oleh Koichiro Gemba 47.

Serang Armada Bantuan, Israel Berlebihan

Posted: 02 Sep 2011 02:22 AM PDT

NEW YORK, KOMPAS.com — Israel menggunakan kekuatan mematikan yang "berlebihan" terhadap armada bantuan (flotilla) ke Gaza yang dipimpin Turki. Demikian hasil penyelidikan tim investigasi PBB.

Hasil penyelidikan yang dipublikasikan oleh harian New York Times, Kamis (1/9/2011), menyebutkan banyak hal yang bisa dilakukan pihak Israel untuk memperingatkan para anggota flotilla. Namun, laporan itu menyebut bahwa pihak flotilla juga ceroboh, sementara blokade laut terhadap Gaza adalah legal.

Delapan warga negara Turki dan seorang warga Amerika tewas dalam insiden serangan pasukan komando Israel terhadap armada bantuan pada 31 Mei 2010 itu, saat Israel menyerbu enam kapal flotilla pimpinan kapal Turki Mavi Marmara dengan speed boat dan helikopter di perairan internasional.

"Keputusan Israel—untuk menduduki kapal-kapal itu dengan kekuatan yang besar pada jarak yang cukup jauh dari zona blokade dan tidak adanya peringatan awal bahwa mereka akan mendarat di kapal—dinilai berlebihan dan tidak beralasan," ungkap tim invesitgasi yang dipimpin mantan Perdana Menteri Selandia Baru, Geoffrey Palmer.

Pada laporan setebal 105 halaman itu disebutkan bahwa pasukan Israel bertindak kasar terhadap penumpang flotilla setelah penyerbuan itu. Disebutkan pula bahwa bukti forensik menunjukkan bahwa "sebagian besar jenazah korban ditembak beberapa kali, termasuk di punggung, dan dari jarak dekat".

Namun, flotilla disebut "bertindak ceroboh dengan mencoba menerobos blokade laut" yang dibuat Israel di sekeliling wilayah Palestina yang dikuasai Hamas.

Terkait hasil temuan itu, pihak tim investigasi meminta Israel untuk membuat "pernyataan penyesalan yang pantas" atas serangan itu serta membayar kompensasi kepada keluarga korban tewas dan terluka.

Israel dan Turki juga diminta memulihkan hubungan diplomatik "memperbaiki hubungan kedua negara demi kepentingan stabilitas Timur Tengah".

Sebelumnya, Israel menolak tuntutan permintaan maaf dari Turki, meskipun tidak menutup kemungkinan untuk membayar kompensasi.

Belum ada komentar, baik dari Pemerintah Turki maupun Israel, terkait laporan ini. Sementara itu, media Israel melaporkan bahwa dokumen hasil penyelidikan itu akan diserahkan kepada Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon paling cepat hari ini, Jumat (2/9/2011).

Penyerahkan laporan itu tertunda beberapa kali. Tidak ada kesekapatan mengenai versi final laporan tersebut.

Laporan yang dikeluarkan Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada 22 September 2010 menyebutkan, ada "bukti jelas untuk mendukung penuntutan" terhadap Israel karena pembunuhan dan penyiksaan yang disengaja dalam serangan pada bulan Mei yang menewaskan sembilan aktivis Turki itu.

Israel menolak laporan itu dengan menyebutnya berat sebelah. Israel menekankan bahwa mereka bertindak sesuai hukum internasional.

Israel berkilah bahwa penumpang-penumpang kapal itu menyerang pasukan. Sementara itu, penyelenggara armada kapal tersebut menyatakan bahwa pasukan Israel mulai melepaskan tembakan begitu mereka mendarat.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan