KOMPAS.com - Nasional |
Tak Ada Peran Kepemimpinan yang Kuat Posted: 20 Aug 2011 04:51 PM PDT JAKARTA, KOMPAS.com -- Para tokoh pro pemberantasan korupsi yang menyatakan Seruan Penyelamatan Bangsa mengkritik dua kali masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai masa dengan ketiadaan peran kepemimpinan yang kuat. Indonesia pun kehilangan satu dasa warsa dalam membangun ketertiban hukum. Sejumlah tokoh masyarakat, menandatangani Seruan Penyelamatan Bangsa sebagai bentuk dukungan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengusut tuntas kasus korupsi yang melibatkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin. Tokoh masyarakat yang ikut menandatangani seruna itu adalah Anies Baswedan, Anita Wahid, Bambang Widodo Umar, Beni Susetyo, Betty S Alisjahbana, Burhan Muhtadi, Chatarina Widyasrini, Clara Yuwono, Danang Widoyoko, Eep S Fattah, Eddy Swandi Hamid, Endriartono Sutarto, Erry R Hardjapamekas, Faisal Basri, Febri Diansyah, Hamid Chalid, Ikrar Nusa Bhakti, Imam Prasodjo, Karlina Supelli, Komaruddin Hidayat, Ligwina Poerwo-Hananto, Maggy Horkoruw, M Ichsan Loulembah, Mas Achmad Santosa, Monica Tanuhandaru, Mustaghfirein, Natalia Soebagjo, Ratih Sanggarwati, Rhenald Kasali, Saldi Isra, Sri Palupi, Teten Masduki, Tika Makarim, Todung Mulya Lubis, Usman Hamid, Yenni Wahid, Yunarto Wijaya, Zainal Arifin Mochtar dan Zumrotin K Susilo. Dalam salah satu seruan yang dibacakan oleh Endriartono Sutarto tersebut menyatakan, ketiadaan peran kepemimpinan yang kuat selama dua masa jabatan kepresidenan, Indonesia berpotensi kehilangan satu dasa warsa dalam membangun ketertiban dan kepatuhan pada hukum sebagai landasan utama demokrasi. "Meminta kepada Presiden dan seluruh pemimpin politik untuk hadir di tengah masyarakat mengambil tindakan nyata menyelesaikan permasalahan rakyat yang kian hari kian dihimpit oleh carut marut ekonomi, pendidikan, dan kesehatan," kata mantan Panglima TNI tersebut. Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by Used Car Search. |
Biaya Politik Tinggi Suburkan Korupsi Posted: 20 Aug 2011 04:46 PM PDT Partai Politik Biaya Politik Tinggi Suburkan Korupsi Ilham Khoiri | Nasru Alam Aziz | Sabtu, 20 Agustus 2011 | 23:46 WIB JAKARTA, KOMPAS.com -- Tingginya biaya politik untuk menduduki jabatan publik di eksekutif dan legislatif menjadi salah faktor yang menyuburkan korupsi. Untuk mencegahnya, perlu diterapkan manajemen politik berbiaya rendah dengan memilih pejabat berdasar kemampuan, bukan uang. Menurut Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq, sudah menjadi rahasia umum bahwa untuk menduduki suatu jabatan publik, seseorang harus mengeluarkan biaya tak sedikit. "Ketika berhasil menduduki jabatan tersebut, orang lantas berpikir, bagaimana mengembalikan biaya yang sudah dikeluarkan untuk menduduki jabatan itu," kata Luthfi, Sabtu (20/8/2011) di Jakarta. Jika mengandalkan gaji yang didapat sebagai pejabat publik, menurut dia, tentu apa yang dikeluarkan tidak bisa kembali. Mereka akhirnya mencari jalan pintas dengan mencuri uang negara untuk mengembalikan biaya-biaya tersebut. Untuk mengantisipasi masalah ini, lembaga-lembaga politik, pemerintahan, maupun lembaga penegak hukum perlu menerapkan pola low cost management dalam rekruitmen sumberdaya manusia. Orang-orang yang direkrut adalah mereka yang memang memiliki kapasitas, kapabilitas, dan moralitas yang baik atau di atas rata-rata. "Bukan isi tasnya yang dilihat," ujarnya. Dengan begitu, diharapkan praktik korupsi bisa ditekan. Sementara para pejabat publik bekerja secara profesional bekerja sesuai kemampuannya. |
You are subscribed to email updates from KOMPAS.com - Nasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan