ANTARA - Mancanegara |
Keberadaan Thaksin di Luar Negeri Diperlukan untuk Rekonsiliasi Posted: 07 Jul 2011 08:55 PM PDT Bangkok (ANTARA News) - Seorang analis politik terkenal mengatakan mantan perdana menteri terguling Thaksin Shinawatra harus berkorban dengan meninggalkan tanah airnya demi kebaikan sehingga rakyat Thailand akan melihat rekonsiliasi di negaranya. "Jika Khun (Mr) Thaksin ingin berkompromi, mungkin dia akan bersedia membayar harga untuk tanah kelahirannya dengan tidak kembali ke Thailand. Dia memiliki warisan yang mendalam di sini, itu adalah warisan campuran," kata Dr Thitinan Pongsudhirak, seorang dosen terkenal di Fakultas Ilmu Politik, Universitas Chulalongkorn kepada Xinhua dalam sebuah wawancara baru-baru ini. Taipan milioner telekomunikasi dan mantan Perdana Menteri ke-23 Thaksin Shinawatra yang berkuasa pada 2001-2006, sebelum ia digulingkan oleh kudeta militer tak berdarah pada September 2006 karena diduga menyalahgunakan kekuasaan, kini tinggal di pengasingan. Ia kemudian didakwa melakukan tindak korupsi besar-besaran pada 2008 dan terorisme pada 2010 untuk menghasut para aktivis Baju Merah, pendukungnya, menggelar protes jalanan. Meski tinggal jauh di Dubai, Uni Emirat Arab, namun ia tetap menjadi tokoh yang sangat memecah belah kehidupan politik Thailand, karena orang-orang pedesaan dan kelas pekerja paling diuntungkan oleh platform populisnya yang terus-menerus mereka menganggap dia sebagai pahlawan. Sementara itu sebagian besar kalangan elit pro-kemapanan dan kelas menengah perkotaan sudah muak dengan dengan dugaan korupsi besar-besaran, pelanggaran hak asasi manusia dan penyalahgunaan kekuasaan. Ia mengisyaratkan sebelumnya, bahwa ia ingin berada di Bangkok untuk pelaksanaan upacara pernikahan putrinya pada Desember, tetapi juga mengatakan ia bisa menunggu jika kepulangannya akan memicu konflik lebih lanjut. Pada hari-hari pertama, Partai Pheu Thai termasuk membawa kembali mantan perdana menteri yang digulingkan itu dalam kebijakan kampanye pemilu mereka, tetapi kemudian setelah mendapat kritik luas, partai tersebut menyamarkannya pada saat amnesti umum diberikan bagi semua warna politik. Editor: AA Ariwibowo Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price. |
65 Tewas dalam Kekerasan Tiga Hari di Karachi Posted: 07 Jul 2011 08:31 PM PDT Islamabad (ANTARA News) - Setidaknya 29 orang tewas dalam insiden penembakan yang berbeda di selatan kota pelabuhan Pakistan, Karachi, pada Kamis dan kekerasan politik dan etnis di kota itu menelan korban 65 tewas dalam tiga hari terakhir, kata media lokal. Menurut laporan-laporan media setempat, setidaknya 13 orang tewas pada Kamis sore ketika orang bersenjata tak dikenal menembaki dua bus di kota itu. Sekitar 30 lainnya terluka dalam serangan tersebut. Bagian-bagian Karachi telah tegang sepanjang hari Kamis dan sebagian besar pompa bensin tetap ditutup karena alasan keamanan. Antrean panjang mobil dan sepeda motor terlihat di depan pompa-pompa bensin yang buka di kota. Pemerintah dan dinas ambulans swasta sibuk untuk membawa orang-orang yang tewas dan terluka ke rumah sakit. Menurut laporan-laporan media lokal, telah terjadi serangan granat di sejumlah rumah dan toko-toko, sehingga memaksa orang untuk pindah ke tempat yang aman. Kelompok-kelompok etnis yang bersaing saling menyalahkan target serangan, tetapi polisi setempat mengatakan geng-geng kriminal juga berada di balik gelombang baru kekerasan di kota itu. Para warga di kota mengatakan bahwa polisi dan pasukan paramiliter telah gagal untuk mengawasi kekerasan, tapi kepala polisi provinsi, Wajid Durrani, mengatakan polisi mencoba untuk melakukan tindakan keras pada penjahat. Gerakan Muttahida Qaumi, atau MQM, kelompok etnis kuat orang-orang berbahasa Urdu di negara itu, mengadakan pertemuan darurat pada Kamis untuk meninjau situasi di kota. MQM akan mengumumkan keputusan rapat, namun sumber-sumber mengatakan akan menyampaikan seruan-seruan untuk mogok kalau kekerasan dan "target pembunuhan" para aktivis dan pendukungnya tidak dihentikan. Kelompok etnis Pashtun "Partai Nasional Awami" (ANP) menyerukan operasi militer untuk membersihkan senjata-senjata yang ada di kota. Pemimpin ANP Bashir Jan mengatakan bahwa polisi dan pasukan paramiliter "Rangers" telah gagal untuk mengawasi kekerasan dan militer gagal dapat mengembalikan ketenangan. Editor: AA Ariwibowo Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price. |
You are subscribed to email updates from ANTARA News - Internasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan