Republika Online |
RI-Vietnam Jalin Kerja Sama Bidang Energi dan Mineral Posted: 27 Jun 2013 11:07 PM PDT REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Republik Indonesia (RI) melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menandatangani nota kesepahaman dengan Kementerian Energi Vietnam untuk bekerja sama di bidang energi, mineral. "Ini akan jadi payung implementasi pertemuan Presiden dengan Presiden Vietnam kemarin. Kolaborasi bidang energi, mineral dan batu bara," kata Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo usai melakukan MoU dengan Deputi Wakil Menteri Perindustrian dan Perdagangan Vietnam Nguyen Cam Tu di Jakarta, Jumat (28/6). Dia mengatakan Vietnam ingin belajar dari Indonesia mengenai eksplorasi mineral dan energi di negaranya terutama di bidang batu bara. "Mereka masih mau belajar banyak dari Indonesia bagaimana mengelola tambang, terutama batu bara," katanya. Lebih lanjut pihaknya juga menawarkan jasa Badan Pendidikan dan Latihan (Badiklat) Kementerian ESDM untuk melatih para staf Kementerian Energi Vietnam. "Tadi saya tawarkan juga di kementerian kita punya badiklat yang melatih ribuan pegawai-pegawai kita. Kalau berminat untuk mengirimkan staf-staf dari sana untuk belajar di Indonesia, boleh," katanya. Ia menambahkan bahwa MoU membutuhkan waktu untuk sampai pada tahap pelaksanaan namun program kerja sama peningkatan SDM bisa segera dilaksanakan. Pada Kamis (27/6), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyambut koleganya, Presiden Vietnam Truong Tan Sang dan Ibu Negara Mai Tinh Hanh di Istana Merdeka, Jakarta. Kedua kepala negara kemudian melakukan pertemuan empat mata yang akan dilanjutkan dengan pertemuan bilateral antar kedua negara. Dalam kunjungan pertamanya ke Indonesia, Presiden Truong Tan Sang diagendakan berada di Jakarta selama dua hari (27-28 Juni). Hubungan bilateral Indonesia dan Vietnam terus meningkat lebih cepat sejak kerja sama kemitraan strategis ditandatangani pada 2003. Di bidang ekonomi, perdagangan kedua negara terus meningkat. Pada 2012 perdagangan bilateral Indonesia-Vietnam telah mencapai 4,8 miliar dolar AS. Perdagangan kedua negara ditargetkan mencapai 5 miliar dolar AS sebelum 2015. |
Jika Terjadi Kekerasan dalam Rumah Tangga Posted: 27 Jun 2013 11:07 PM PDT REPUBLIKA.CO.ID, Seorang istri, sebut saja Yuni terpaksa melaporkan suaminya ke kantor polisi. Ia tak tahan lagi dengan tindakan, Arman (bukan nama sebenarnya) yang telah berulang-kali memukul dan menamparnya.Kini, kasusnya tengah diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. ''Tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan terutama kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan seksual merupakan bukti rendahnya perlindungan perempaun baik di ranah domestik maupun publik,'' ujar Direktur LBH APIK, Ratna Batara Munti. Meski begitu, kini pemerintah dan DPR RI telah mengesahkan Undang-Undang No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Melalui UU Penghapusan KDRT itu, kini perempuan sebagai bagian dari anggota dalam rumah tangga memiliki kekuatan untuk melaporkan setiap kekerasan yang dialaminya. Ratna memaparkan, sebuah tindakan bisa disebut sebagai kekerasan mana kala perbuatan itu telah menimbulkan kesengsaraan atau penderitaan secara fisik. Selain itu, imbuhnya, kesengsaraan seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga juga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan serta melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Ada empat bentuk kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga, antara lain; kekerasan fisik, psikis, seksual, dan penelantaran rumah tangga. Kekerasan fisik merupakan perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Sedangkan, kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilang percaya diri, hilang kemampuan bertindak, rasa tidak berdaya dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Selain itu, ada pula kekerasan seksual yakni perbuatan berupa pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan atau tujuan tertentu. Menurut Koordinasi Divisi Pelayanan Hukum LBH APIK, M Rezfah Omar, kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan suami biasanya diawali dengan kekerasan psikis, kemudian terus naik menjadi kekerasan fisik dan diakhiri dengan kekerasan ekonomi. ''Saat mendapat perlakukan seperti itu, maka sebaiknya perempaun tersebut harus mengadu kepada keluarganya,'' kata Rezfah. Dengan begitu, keluarga bisa menengahi dan mengajak bicara suami. Namun, bila cara itu tetap tak membuahkan hasil, maka segeralah mengadu ke tokoh masyarakat yang disegani di wilayahnya. Tentu saja, dengan harapan setelah diberi wejangan oleh tokoh tersebut si suami bisa menghentikan kebiasaan buruknya itu. ''Tapi, kalau dengan cara itu lagi-lagi sang suami tetap ringan tangan dan sering melakukan kekerasan, maka perempuan harus menempuh jalur hukum,'' tandasnya. |
You are subscribed to email updates from Republika Online RSS Feed To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan