Jumaat, 8 Mac 2013

ANTARA - Peristiwa

ANTARA - Peristiwa


Legislator: insiden OKU kurangnya komunikasi TNU-Polri

Posted: 08 Mar 2013 07:42 AM PST

Yogyakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi III DPR Tjatur Sapto Edy mengatakan insiden penyerangan kantor Mapolres Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, oleh sejumlah oknum prajurit TNI AD disebabkan kurangnya komunikasi antaraparat negara tersebut.

Tjatur di Yogyakarta, Jumat, menyatakan prihatin dan menyayangkan insiden penyerangan kantor Mapolres Ogan Komering Ulu (OKU). Sebab, insiden seperti itu sudah terjadi untuk sekian kalinya, dan penyebabnya hanya urusan lalu lintas.

"Ini menandakan kurang terjadi komunikasi antara polisi sebagai penjaga keamanan dan TNI sebagai penjaga pertahanan di level bawah. Untuk level atas, kami yakin sudah tidak terjadi. Sebab,Komisi III sering melakukan rapat koordinasi dengan dua institusi ini, tapi di lapangan tidak dapat berjalan mulus," kata Tjatur saat mengunjungi galeri pelukis Nasirun.

Besok pagi, kata Tjatur, Komisi I dan III DPR akan melakukan kunjungan ke Baturaja, Sumatera Selatan untuk melakukan investigasi insiden tersebut.

Selain itu, ia mengatakan minggu depan Komisi III rencananya akan memanggil Panglima TNI dan Kapolri untuk mencari solusi atas kejadian tersebut, supaya tidak akan terulang kembali di kemudian hari.

"Untuk jangka pendeknya, masing-masing institusi tersebut harus mengendalikan keadaan dan kedua belah pihak dipertemukan untuk mencari titik kompromi," katanya.

Ia meminta, pihak kepolisian segera menuntaskan kasus penembakan polisi terhadap anggota TNI diproses secara hukum seadil-adilnya. Begitu juga, anggota TNI yang melakukan pembakaran dan penyerangan ditindak.

"Saya kira trasparasi, keterbukaan dan komunikasi adalah intinya. Kami minta, Polres dan Kodim OKU harus melakukan komunikasi secara intensif," katanya.

Sejumlah oknum prajurit TNI AD menyerbu dan membakar kantor Mapolres Ogan Komering Ulu di Baturaja, Sumatera Selatan, Kamis (7/3).

(KR-STR/H008)

Yusril: pernyataan Mahfud di luar kewenangan

Posted: 08 Mar 2013 07:37 AM PST

Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra menuturkan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menyampaikan pernyataan di luar kewenangan soal putusan uji materi Pasal 197 KUHAP soal pelaksanaan eksekusi.

"Kalau mau memberi komentar, ini harus dieksekusi, itu bukan kewenangan MK," kata Yusril di Jakarta, Jumat.

Ia menyatakan seorang hakim harus pasif dan tidak boleh proaktif memberikan komentar putusannya sendiri.

Yusril menilai Mahfud membuat pernyataan yang tidak tepat terkait dengan penafsiran Pasal 197 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) karena Ketua MK tersebut menyebutkan pasal tersebut berpotensi dimanfaatkan untuk melindungi koruptor karena tidak dapat dieksekusi lantaran tidak ada perintah penahanan.

Ia mengungkapkan uji materi Pasal 197 KUHAP didaftarkan ke MK, kemudian putusannya terbit pada tanggal 22 November 2012.

Putusan uji materi menyebutkan MK menolak gugatan tafsiran dan batal demi hukum merujuk Pasal 197 Ayat (1) Huruf k, Ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP untuk memberi kepastian hukum dan tidak berpatokan pada surat edaran dari Mahkamah Agung dalam melaksanakan eksekusi koruptor.

Yusril beralasan, dalam putusan memidanakan terdakwa harus mencantumkan nama, umur, tanggal lahir, alamat, pokok dakwaan, pasal yang dituduhkan, dan perintah terdakwa ditahan.

"Kalau hal itu tidak dicantumkan, putusan dapat dianggap batal demi hukum," ujar Yusril.

Karena kenyataannya putusan yang diujikan di MK tidak bisa berlaku surut, menurut Yusril, kasus sebelumnya tidak bisa dieksekusi lantaran batal demi hukum.

Yusril menyatakan, jika MK tetap meminta jaksa mengeksekusi seorang terpidana, telah terjadi pemaksaan terhadap sebuah aturan yang diberlakukan untuk kasus sebelumnya.
(T014/D007)

Tiada ulasan:

Catat Ulasan