Ahad, 10 Februari 2013

ANTARA - Mancanegara

ANTARA - Mancanegara


Partai Presiden Tunisia keluar dari koalisi

Posted: 10 Feb 2013 09:35 PM PST

Tunis (ANTARA News) - Partai Kongres Tunisia bagi Republik (CPR) memutuskan untuk keluar dari koalisi pimpinan Partai Islam, Ennahdha, sebagai reaksi atas caranya menangani krisis baru-baru di negeri tersebut, yang dipicu oleh pembunuhan seorang pemimpin oposisi.

Pemimpin CPR Chokri Yacoub sebagaimana dikutip kantor berita Tunisia TAP mengatakan partainya, partai Presiden Tunisia Moncef Marzouki, berencana mengadakan taklimat pada Senin untuk secara resmi mengumumkan keputusannya.

Lima anggota CPR di dalam pemerintah--tiga menteri dan dua sekretaris negara--akan terus memangku jabatan guna menghindari kevakuman pemerintahan.

Ketika ditanya mengenai sikap CPR tentang usul Perdana Menteri Hamadi Jebali guna membentuk pemerintah teknokrat, Yacoub mengatakan partainya akan mendukung usul itu jika usul tersebut diajukan ke Majelis Konstituen Nasional.

Jebali pada Rabu (6/2) mengumumkan rencananya untuk membentuk pemerintah baru kaum teknokrat guna memimpin negeri itu sampai pemilihan umum sementara terbunuhnya pemimpin oposisi tersebut memicu protes luas di negara Afrika Utara itu.

Pembunuhan terhadap Chokri Belaid, pemimpin Front Rakyat dan seorang pengeritik vokal, memicu protes marah di Tunis dan Kota Kecil Sidi Bouzid dibagian selatan negeri tersebut.

Beberapa jam setelah berita tentang kematian Belaid, ribuan orang Tunisia berkumpul di jalan raya utama di ibu kota negeri itu untuk mencela pembunuhan berlatar-belakang politik tersebut. Mereka juga menuntut pembubaran pemerintah saat ini. Polisi menggunakan gas air mata untuk membubarkan mereka.

Tak seorang pun mengaku bertanggungjawab atas pembunuhan itu.

Kementerian Dalam Negeri Tunisia, Rabu, menyatakan seorang polisi Tunisia tewas dalam bentrokan di Ibu Kota Negeri tersebut, Tunis. Ditambahkannya, pemrotes juga menjarah beberapa toko.
(C003)

Utusan PBB-Liga Arab bahas krisis Suriah dengan pemimpin oposisi

Posted: 10 Feb 2013 06:07 PM PST

Kairo (ANTARA News) - Utusan PBB-Liga Arab untuk Suriah Lakhdar Brahimi, Ahad (10/2), bertemu dengan pemimpin koalisi Suriah di pengasingan Moaz al-Khatib di Kairo, tempat mereka membahas rencana koalisi bagi tahap berikutnya, kata kantor berita resmi mesir, MENA.

Pertemuan itu menangani upaya al-Khatib belum lama ini bagi dialog dengan Pemerintah Presiden Suriah Bashar al-Assad, yang Menteri Penerangannya Omran az-Zoubi mengatakan dalam satu tanggapan pada Jumat bahwa pemerintah siap berdialog dengan oposisi tanpa prasyarat.

Selama pertemuan itu, mereka menegaskan kembali dukungan bagi gagasan dialog dari oposisi. Demikian pertemuan antara Brahimi dengan Sekretaris Jenderal Liga Arab Nabil al-Arabi di Kairo, demikian laporan Xinhua --yang dipantau ANTARA News, di Jakarta, Senin pagi.

Konflik Suriah telah menjadi topik utama dalam pertemuan tingkat tinggi Organisasi Kerja Sama Islam (OIC), yang baru-baru ini diadakan di Ibu Kota Mesir, Kairo. Di sisi konferensi tersebut, Presiden Mesir Mohamed Moursi, Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad dan Presiden Turki Abdullah Gul mengadakan pertemuan tertutup pada Rabu mengenai masalah itu.

Pernyataan penutup pertemuan puncak dua hari OIC mendukung gagasan kuartet tersebut --Mesir, Iran, Turki dan Arab Saudi-- untuk mewujudkan "dialog yang sungguh-sungguh" antara Pemerintah Suriah dan koalisi oposisi dipengasingan guna mengakhiri pertumpahan yang berkecamuk saat ini.

"Kita semua sepakat mengenai peningkatan upaya guna mengakhiri tragedi rakyat Suriah," kata Presiden Mesir Moursi di dalam pidato penutupannya. Ia menegaskan kembali dukungan bagi persatuan rakyat dan wilayah Suriah.

Pertemuan tingkat tinggi tersebut mendukung pembicaraan Brahimi di tingkat regional serta internasional guna menyelesaikan krisis itu dan upayanya untuk mewujudkan perdamaian dalam menengahi perundingan antara Pemerintah Suriah dan oposisi.

Sementara seorang perwira senior militer AS, Ahad, mengatakan bahwa selama pembahasan dengan pemerintah Presiden Barack Obama tentang cara membantu menyelesaikan krisis di Suriah, ia menyampaikan dukungan bagi gagasan untuk mempersenjatai gerilyawan Suriah tapi tak ada pernah rencana khusus yang dipertimbangkan.

Jenderal Martin Dempsey, pemimpin Kepala Staf Gabungan, mengatakan ia berpendapat mempersenjatai gerilyawan mungkin membantu mengakhiri krisis tersebut dengan lebih cepat dan menghindari ambruknya semua lembaga pemerintah --yang bisa membuat Suriah jadi negara gagal.

"Negara gagal didefinisikan oleh ambruknya semua lembaganya," kata Dempsey sebagaimana dilaporkan kantor berita Inggris, Reuters. "Dengan begitu, secara konseptual kami memikirkan cara mencegah itu terjadi. Secara konseptual, saya sependapat. Sekarang ada sangat banyak kerumitan yang belum dapat kami selesaikan."

(C003)

Tiada ulasan:

Catat Ulasan