KOMPAS.com - Regional |
Kakek Jual Saboak: Orang Jakarta Baik-baik Ya... Posted: 22 Nov 2012 07:52 AM PST Kakek Jual Saboak: Orang Jakarta Baik-baik Ya... KEFAMENANU, KOMPAS.com - Setelah sempat diberitakan dan mendapat bantuan sejumlah uang dari sejumlah pembaca Kompas.com, Mateos Lenggu (84) seorang kakek yang sehari-hari menjual saboak (buah pohon lontar) demi untuk membeli sekilogram beras, kembali mendapat bantuan. Bantuan yang diterima kali ini, uang senilai Rp 1,5 juta. Mateos yang ditemui di kediamannya, Kamis (22/11/2012), terkejut dengan bantuan yang datang bertubi-tubi kepadanya. Mateos pun kembali terkejut melihat banyaknya uang yang diterimanya. "Apa saya sedang mimpi ko? Dalam beberapa bulan ini saya dapat uang terus menerus dari orang Jakarta. Orang Jakarta baik-baik ya bisa perhatikan saya orang Timor, padahal tidak ada hubungan keluarga apa-apa," ujar Mateos polos. "Tuhan begitu adil buat saya, di saat usia saya sudah tua begini baru bisa dapat rejeki sebanyak ini. Terima kasih banyak buat semua orang yang sudah membantu saya semoga Tuhan yang akan mambalas semua kebaikan dan pada gilirannya akan diberikan rejeki dan umur yang panjang seperti saya," kata Mateos. Menurut Mateos, selama ini, sebelum dia keluar bekerja menjual saboak, dia tak pernah lupa berdoa agar dagangannya bisa laku terjual."Ternyata Tuhan sudah menjawab semua doa dan permohonan saya terima kasih," ujar Mateos. Tuhan begitu adil buat saya, di saat usia saya sudah tua begini baru bisa dapat rejeki sebanyak ini. Terima kasih banyak buat semua orang yang sudah membantu saya ... -- Mateos Lenggu 84 Kakek asal Kelurahan Benpasi, Kecamatan Kota Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur ini hidup sebatang kara. Dia harus berjuang keras menghidupi dirinya sendiri dengan berjualan saboak secara keliling. Setelah ditinggal pergi istrinya 14 tahun silam, praktis Mateos harus bersusah payah mengatur semua keperluannya mulai dari makan hingga beragam kebutuhan lainnya. Meskipun sudah uzur, namun dengan semangat hidup yang begitu tinggi, Mateos dengan tertatih-tatih berusaha memanjat pohon lontar yang tinggi dan memetiki saboak. Mateos yang pendengarannya sudah mulai terganggu, saat ditemui Selasa (30/10/2012) lalu mengaku berasal dari Kabupaten Rote, NTT dan mulai menetap di Kefamenanu sejak tahun 1984. "Istri saya sudah meninggal lama dan kami tidak memiliki anak sehingga setiap hari hanya bekerja sendiri, keliling kota untuk menjual saboak. Dalam sehari saya hanya mampu membawa 15 buah saja. Saya jual dengan harga Rp 2.000 tiga buah. Itupun terkadang tidak laku," jelas Mateos. Sehari dia berjalan keliling kota Kefamenanu hingga puluhan kilometer sambil membawa saboak. Menurutnya, jika dagangannya itu tidak habis terjual, maka dia makan saboak sebagai pengganti nasi. Namun, jika dia tidak bisa memanjat pohon lontar karena sakit, maka Mateos tidak bisa berjualan saboak. Untuk makan, dia pun terpaksa hanya minum air campur garam. Kehidupan kakek yang satu ini memang jauh dari perhatian warga sekitar maupun pemerintah setempat, padahal jarak antara gubuknya dengan Kantor Bupati TTU hanya beberapa ratus meter saja. *** Baca Juga:
Editor : Glori K. Wadrianto |
Mogok Jagal, Pelanggar Didenda Rp 50 Juta Sehari Posted: 22 Nov 2012 07:46 AM PST MALANG, KOMPAS.com - Para pejagal dan pedagang daging sapi segar di enam daerah di Jawa Timur mengancam mogok total selama 5 hari. Aksi tersebut sebagai protes kenaikan harga daging yang dinilai merugikan pejagal sapi dan pedagang di pasar tradisional. Aksi mogok para jagal dan pedagang daging sapi itu, diketahui setelah ada surat pemberitahuan yang disampaikan ke Dinas Perternakan Provinsi Jawa Timur secara resmi, dari seluruh persatuan jagal dan pedagang di beberapa daerah di Jawa Timur. "Memang akan melakukan demo mogok jagal. Surat pemberitahuannya sudah masuk ke kantor. Ya, kami tidak menghalanginya. Silakan saja. Itu bentuk penyampaian aspirasi para jagal dan pedagang," kata Sekretaris Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur, Irawan Subiyanto, ditemui usai menghadiri sebuah acara di Hotel Savana, Kota Malang, Kamis (22/11/2012). Menurut Irawan, para pejagal dan pedagang yang akan mogok di antaranya dari Kota Malang, Kabupaten Malang, Kota Pasuruan, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo dan Kota Surabaya. "Yang terpantau oleh kami sementara masih daerah itu yang akan melakukan aksi mogok," katanya. Menurutnya, aksi mogok para pejagal itu sebagai bentuk solidaritas pejagal di daerah lain di Indonesia yang sudah melakukan aksi serupa. "Selain itu, mungkin ada unsur politisnya. Dan itu bukan bidang saya. Yang jelas, kami tidak mempermasalahkan jika akan demo mogok jagal dan berjualan," katanya. Lanjut Irawan, aksi mogok pejagal dan pedagang daging tidak berpengaruh terhadap stok daging di Jawa Timur. Menurutnya, Jawa Timur masih aman, tidak akan kekurangan stok daging dan sapi. "Soal harga, peternak yang memicu kenaikan harga. Pihak kami tak bisa mengendalikan. Karena itu sudah masuk wilayah harga pasar yang tidak bisa intervensi," tandasnya. Di bagian lain, H Abu Hasan, Ketua Himpunan Pedagang Muslim Indonesia, seksi Jagal Kota Malang, menyatakan, pihaknya sudah menggelar rapat dengan para pejagal dan pedagang daging segar yang ada di Malang Raya (Kota/kabupaten Malang dan Kota Batu). Dalam rapat itu sisepakati untuk mogok jagal dan tidak berjualan daging segar di pasar tradisional. "Demo mogok jagal dan berjualan daging akan dimulai pada Sabtu (24/11/2012) hingga tanggal 28 November mendatang. Jika ada pejagal dan pedagang yang motong dan menjual dipasar tradisional, kita kenai sanksi uang senilai Rp 50 juta sehari," jelas Abu Hasan. Sanksi tersebut, katanya, sudah menjadi kesepakatan bersama. "Tanpa ada pihak lain yang menunggangi kita. Hanya sebagai aksi protes terhadapa kenaikan harga daging, tapi harga jagal tidak dinaikkan. Seharusnya juga dinaikkan," tegasnya. |
You are subscribed to email updates from KOMPAS.com - Regional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan