Republika Online |
Dampak Perceraian Bagi Pernikahan Anak-anak Posted: 08 Sep 2012 08:28 PM PDT REPUBLIKA.CO.ID, "Jadi maumu bagaimana?" desak Ira pada suaminya yang masih merengut marah. "Aku tidak mau apa-apa, aku hanya ingin kau berubah, kalau dalam waktu tiga bulan ini tidak ada perubahan, kita bercerai saja!" suami Ira mendelik marah lalu membanting pintu dan bergegas membereskan pakaiannya dan meletakkan semua dengan kasar ke dalam sebuah tas kecil, bersiap hendak berangkat keluar rumah. "Mas mau kemana?" Ira mulai terisak dan merendahkan suaranya. Namun lelehan airmata Ira tidak menyurutkan langkah Imran suaminya. Ira sedih, melihat tas yang dipanggul suaminya, itu tas yang selalu berisi baju-baju mereka berdua bila mau menginap di rumah ibu sehari atau dua hari dan Ira juga sedih melihat suaminya nampak tidak mau kompromi sedikitpun, tidak juga iba atau melunakan hatinya melihat anak bungusnya ikut menangis dengan keras, "Ayaah ikuttt..." Sementara Andini, anak putri sulung mereka yang sudah berusia 7 tahun hanya terisak di belakang lemari kecil, menangis melihat pertengkaran hebat ayah ibunya. Malam itu dilalui Ira dengan sedih. Mas Imran meninggalkan rumah dengan berkali-kali marah dan membentak. Nasib baik tidak sampai melempar piring dan mangkuk, makanya Ira sudah sejak awal pernikahan memilih membeli piring mangkuk yang tahan banting dan tidak mahal karena Ira kali pertama melihat mas Imran marah dengan membanting semua perabotan persis dua bulan pernikahan mereka. Sampai sudah 8 tahun pernikahan, lambat laun sikap mas Imran menunjukkan perubahan namun tetap saja sikap tempramental dan sedikit-sedikit mau pergi dari rumah masih kerap terjadi. Sebetulnya pertengkaran mereka ini bukanlah yang pertama. Sudah belasan kali Andini putrinya menahan tangis bahkan Andini memiliki ruangan sendiri untuk menyembunyikan diri bila suara-suara keras ayah dan ibunya terdengar kembali. Ruangan kecil seukuran tubuhnya ada diantara pojokan lemari kecil dan rak sepatu. Andini merasa nyaman meringkuk diantaranya. "Apakah kalau ayah marah dan marah terus, kita akan bercerai bunda? Lalu ayah tinggal dimana? Apakah ayah kemudian menikah lagi seperti papanya Asa kawan Andini?" Andini bertanya lirih. Sungguh pertanyaan yang mengharukan sekaligus menusuk hati Ira. "Ira salah pilih suami," demikian desus saudaranya yang tahu kondisi pernikahan Ira. "Ira istikharahnya gak lama sih, Ira nafsu pingin cepat kawin, Ira sih takut dibilang perawan tua," lanjut sudaranya. Nampaknya semua salah Ira. Semua orang menyalahan Ira. Ira tercekat, ''Mas...kok mudah saja sih bilang begitu, kalau cerai gak masalah, kalau kita bercerai, anak-anak bagaimana? pikirkanlah perasaan mereka,'' ucap Ira. ''Yaa, aku juga korban perceraian," dengus mas Imran. "Ayah ibuku bercerai sewaktu aku masih kecil, lebih kecil dari Andini, dan sampai sekarang aku tidak punya ayah, ternyata aku baik-baik saja kok, normal-normal saja," tegas Imran. Subhanallah, dampak perceraan pada anak-anak yang akan membuat anak-anak itu ketika mereka dewasa dan menikah, mereka manganggap bahwa perceraian biasa-biasa saja. Mungkin saja mereka akan mudah bercerai bila mereka menikah nanti. Maka hati-hati sebelum ingin bercerai, ternyata dampaknya bisa negatif tidak hanya pada pasangan yang bercerai, juga pada rumah tangga anak-anak mereka kelak. Wallahu 'alam, ini hanya salah satu kisah dari semua kisah perceraian. Penulis: Fifi Proklawati Jubilea, pendiri Jakarta Islamic Schools (JISc) |
You are subscribed to email updates from Republika Online - Gaya Hidup RSS Feed To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan