Isnin, 20 Ogos 2012

ANTARA - Mancanegara

ANTARA - Mancanegara


Rusia: pemberontak Suriah dapat banyak senjata barat

Posted: 20 Aug 2012 09:20 AM PDT

Semakin banyak bukti, termasuk di media, bahwa lawan Suriah secara besar-besaran dipasok senjata buatan Barat melalui negara ketiga,"

Berita Terkait

Moskow (ANTARA News) - Rusia pada Senin menyatakan terdapat banyak bukti bahwa pemberontak Suriah memperoleh jumlah besar senjata buatan Barat, menunjukkan Amerika Serikat dan negara Eropa membantu mengobarkan kekerasan abadi di negara terbelah itu.

Tanggapan Wakil Menteri Luar Negeri Gennady Gatilov itu menggemakan suara menyatakan negara Barat dan Arab gagal mengakhiri kemelut melalui diplomasi, seperti rencana perdamaian mantan penengah Kofi Annan.

Barat menuduh Moskow memungkinkan Presiden Suriah Bashar Assad bertindak dengan pembiaran dengan berulang kali memveto resolusi PBB untuk menekan pemerintah Suriah, yang membeli hampir satu miliar dolar senjata dari Rusia pada tahun lalu.

"Semakin banyak bukti, termasuk di media, bahwa lawan Suriah secara besar-besaran dipasok senjata buatan Barat melalui negara ketiga," kata Gatilov di Twitter-nya. Ia tidak merinci.

Amerika Serikat dan Inggris menyatakan mememberi bantuan tak mematikan kepada memberontak, seperti, sarana perhubungan, tapi bukan senjata. Arab Saudi dan Qatar, dua lawan kuat Arab terhadap Assad, diyakini mendanai aliran senjata untuk pemberontak.

Dalam mengumumkan undur dirinya sebagai utusan perdamaian pada akhir bulan lalu, Annan menyatakan menunjuk dan menyebut nama membuat kebuntuan atas kemelut itu, yang meluncur lebih dalam ke perang saudara setelah 17 bulan kekerasan.

Rusia sangat menentang campur tangan asing di Suriah dan terus mendukung rencana perdamaian enam pasal usul Annan. Moskow berulangkali minta Barat dan Arab menekan pemberontak untuk menghentikan pertempuran.

Tanggapan Komentar Gatilov itu muncul beberapa hari setelah laporan PBB, yang menilai bahwa pasukan Assad dan pemberontak, yang secara luas mendapat dukungan Barat dan sebagian besar negara teluk Arab, melakukan kejahatan perang.

Pada pekan lalu, Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov menuduh Barat mengingkari kesepakatan dengan membantu membuat pemerintah peralihan di Suriah dan memperpanjang pertumpahan darah dengan mendorong pemberontak terus melawan.

Pengamat tentara PBB meninggalkan Damaskus pada Senin setelah bertugas empat bulan, saat mereka menjadi penonton tak berdaya atas pusaran kemelut itu, bukan memantau gencatan senjata antara pasukan Assad dengan pemberontak.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton pada awal bulan ini menyatakan Amerika Serikat dan Turki mengaji semua langkah untuk membantu pemberontak Suriah, termasuk daerah larangan terbang di sana saat kemelut mendalam.

Lavrov dalam wawancara dengan Sky News Arabia terbitan Sabtu menyatakan setiap upaya menggunakan pertimbangan kemanusiaan sebagai dalih membangun daerah larangan terbang atau wilayah keamanan di tanah di Suriah "untuk tujuan tentara" tidak dapat diterima.

Beberapa hari setelah Hillary berbicara, Menteri Pertahanan Amerika Serikat Leon Panetta menyatakan daerah larangan terbang bukan masalah utama dan koran Turki mengutip duta besar Amerika Serikat untuk Ankara mengatakan ada hambatan hukum dan kenyataan pada soal itu, demikian Reuters.
(B002/Z002)

Editor: Ruslan Burhani

COPYRIGHT © 2012

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Komentar Pembaca

Kirim Komentar

NATO: Afghanistan takkan pecah sesudah tentara asing keluar

Posted: 20 Aug 2012 08:41 AM PDT

Kabul (ANTARA News) - Afghanistan tidak akan meledak menjadi perang saudara setelah penarikan pasukan tempur Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dalam dua tahun atau Taliban kembali berkuasa, kata diplomat tinggi NATO pada Senin.

Keberangkatan sebagian besar pasukan Amerika Serikat dan NATO pada akhir 2014 memicu perkiraan suram atas pasukan "perang saudara", yang didukung Pakistan dan India.

Tapi, perwakilan tinggi warga NATO, Simon Gass, menolak perkiraan itu, dengan alasan bahwa pasukan keamanan Afghanistan terlalu kuat untuk Taliban dan kekuatan kawasan tidak berminat "hari gelap" pada 1990-an itu kembali.

"Saya betul-betul tidak sepakat dengan naskah itu. Saya pikir beberapa orang tertarik dengan skenario itu, karena terlihat seperti sejarah menulis ulang dirinya," kata Gass kepada AFP dan Fox News dalam wawancara di Kabul.

"Saya pikir itu tidak akan terjadi. Salah satu alasan itu tidak akan terjadi ialah tetangga Afghanistan menyadari sejumlah besar masalah, yang akan mereka hadapi jika Afghanistan jatuh ke tingkat perang tetap dan kekacauan," katanya.

Perang saudara penuh akan menghasilkan aliran besar pengungsi keluar dari Afghanistan, katanya.

"Saya pikir tidak ada tetangga Afghanistan akan menyambut keguncangan di wilayah ini, yang akan dipicu naskah semacam itu," katanya.

Ia menyatakan pemimpin Afghanistan dari semua bagian negara itu sangat ingin menghindari pengembalian kekerasan dan pertumpahan darah pada 1990-an.

"Ada hal cukup kuat. Saya akan menggambarkan sebagai kengerian atas pemikiran kembali ke tahun gelap, 1992 dan 1993, ketika perang saudara berkecamuk dan peluru jatuh di Kabul. Tak seorang pun ingin kembali ke sana," katanya.

Meskipun ia mengakui perlawanan Taliban tetap tangguh, yang dapat melancarkan pemboman dan serangan mengganggu, ia menyatakan pejuang itu tidak bisa mengalahkan pasukan pemerintah Afghanistan dalam bentrok langsung.

"Saya tidak tahu siapa berpikir Taliban memiliki kekuatan tentara untuk mengalahkan pasukan keamanan Afghanistan," kata Gass, diplomat Inggris dan mantan duta besar untuk Iran.

"Taliban tidak lagi memiliki kemampuan kembali ke Hiluxes mereka dan mendorong kembali ke Kandahar. Itu tidak mungkin," katanya, mengacu pada bekas kubu kelompok tersebut.

Ia mengatakan bahwa untuk kembali berkuasa, Taliban harus besar.

"Jika besar, Taliban dapat dipukul. Itu masalah mendasar mereka. Anda tidak dapat membayangkan mereka berhasil melawan ANSF (pasukan keamanan Afghanistan) di medan perang," katanya.

Tapi, ia mengakui bahwa pejuang Haqqani, yang melancarkan serangan di Afghanistan timur dari perlindungan di wilayah Pakistan, tetap menjadi ancaman berbahaya, yang memerlukan bantuan Pakistan untuk melawannya, demikian AFP.
(B002/Z002) 

Editor: Ruslan Burhani

COPYRIGHT © 2012

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Komentar Pembaca

Kirim Komentar

Tiada ulasan:

Catat Ulasan