ANTARA - Hiburan |
Pagelaran Slank diwarnai kericuhan Posted: 22 Apr 2012 07:05 AM PDT Tasikmalaya (ANTARA News) - Aksi panggung group musik Slank diwarnai kericuhan penonton yang berkelahi di tengah pagelaran konser Slank Religi di lapangan Kerkop Kabupaten Garut, Jawa Barat, Minggu. Kericuhan tiba-tiba terjadi lantaran perkelahian antarpenonton saat kelompok Slank menyajikan lagu dan musiknya.. Sejumlah orang yang terlibat dalam perkelahian tersebut langsung diamankan petugas kepolisian yang sudah siaga melakukan penjagaan disetiap sudut panggung. Selain diwarnai kericuhan, seorang pemuda penonton asal warga Kabupaten Karawang pingsan ditengah-tengah padatnya penonton di lapangan itu. Pemuda pingsan yang sudah menunggu di Garut sehari sebelum kedatangan Slank itu, langsung digendong oleh rekan-rekannya dibantu aparat kepolisian untuk dibawa ke tempat penanganan medis yang sudah bersiaga di pinggir panggung. Kondisi kesehatan pemuda yang dalam keadaan lemah terpaksa harus dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Garut untuk mendapatkan penangan medis lebih lanjut. Sementara penampilan Slank terdiri dari Kaka (vokal), Bim-bim (drum), Ivanka (bass), Ridho (gitar) dan Abdee (gitar) tampil memukau dihadapan penonton yang datang dari berbagai daerah di Jawa Barat bakan dari Jakarta. Kehadiran Slank di Garut merupakan rangkaian agenda konser di 25 kota di Indonesia sekaligus melakukan kunjungan ke pesantren tempat digelarnya konser. Kelompok musik Slank yang sudah berdiri tahun 1980an itu membawakan lagu hit seperti "Cinta Kita", "Terlalu Manis", "Ku Tak Bisa" dan diakhir aksi panggungnya membakan lagu "Kamu Harus Pulang". Setiap lagu yang dibawakan Slank, hampir semuanya diikuti oleh para penonton sambil berjingkrak-jingkrak mengikuti alunan musik. Penampilan Slank berakhir, dan mereka selanjutnya akan kembali tampil di Kabupaten Tasikmalaya, Senin (23/4). (*) Editor: Priyambodo RH COPYRIGHT © 2012 Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com |
Menyentil ego lewat "Tuhan Pada Jam 10 Malam" Posted: 21 Apr 2012 10:05 PM PDT Ketika sifat Tuhan hilang dari jiwa kita, seperti welas asih, yang muncul adalah ego. Dan biasanya yang akan kemudian muncul adalah malapetaka." Berita Terkait Marwan merupakan sosok yang sangat dihormati murid dan warga sekitar. Dia telah membina rumah tangga selama 20 tahun dengan Seroja namun pasangan itu belum dikaruniai anak. Marwan memiliki murid kesayangan, Gadis Anjarini (16), yang sudah dianggap anak dan sering menginap di rumahnya. Suatu malam, tepat jam 10, sosok Mr. Ego yang berpakaian serba hitam tiba-tiba muncul. Ia mencoba mengusik keimanan Marwan dengan terus membujuk Marwan untuk melakukan perbuatan tak senonoh terhadap Gadis, yang saat itu duduk tak jauh dari Marwan. Tentu saja Marwan, sebagai guru moral yang menjadi panutan itu, menolak habis-habisan tantangan si Mr. Ego. Namun Mr. Ego tidak menyerah. Jarum jam terus berdetak, semakin malam, dan Mr. Ego terus menantang Marwan. Sampai pada akhirnya, Marwan gagal. Ia kalah melawan Mr. Ego. Marwan terlanjur memperkosa dan membunuh Gadis. Marwan, sang guru moral, akhirnya harus menghabiskan waktunya di penjara dan semua orang yang mengenalnya histeris tidak percaya. Dalam film yang digarap pada tahun 2010 ini, Ine Febriyanti, ingin menyampaikan bahwa banyak manusia menuhankan harta, status sosial, jabatan dan segala macam yang melekat pada dirinya. "Ketika sifat Tuhan hilang dari jiwa kita, seperti welas asih, yang muncul adalah ego. Dan biasanya yang akan kemudian muncul adalah malapetaka," kata Ine usai pemutaran filmnya di Goethe House, Jakarta, Jumat malam. Ine, yang memproduksi film ini dengan biayanya sendiri, ingin mengatakan bahwa musuh terbesar manusia adalah dirinya sendiri. Menurut Ine, setiap manusia pasti punya tarik menarik antara dirinya dan dirinya yang lain. "Itu mungkin terjadi pada manusia, misalnya ketika kita berbuat baik, ego kita ingin orang lain melihat kalau kita sudah berbuat baik. Itu akhirnya tidak murni baik, malah jauh lebih buruk," jelas Ine. Hal itu ia gambarkan ketika Marwan, sang guru moral, harus berjuang melawan Mr. Ego yang tak lain adalah sisi lain dirinya sendiri. Pada kesempatan yang sama, penyanyi yang dosen dosen filsafat Universitas Indonesia, Saras Dewi, menilai bahwa Ine berani menonjolkan betapa rapuhnya manusia dan betapa realistisnya kerapuhan itu. Ia menyorot pada seorang guru moral yang sehari-hari membicarakan moral ternyata bisa kalah dengan ego-nya sendiri. Mengutip dari Sigmund Freud, Saras mengatakan bahwa, "Gravitasi seksual adalah naluri dasar yang sudah ada sejak manusia lahir, tidak bisa dihindari." Lewat film ini, Ine juga banyak menggunakan simbol-simbol seperti suara lalat dan asap pertanda bahwa si Mr. Ego akan muncul, atau meja pengadilan hijau yang berwarna merah. Menurut penulis Ayu Utami, simbol-simbol tersebut menunjukkan bahwa Ine memisahkan dua hal. "Kadang kita merasa film ini realis, saat lain film ini tidak realis," ujar penulis buku "Manjali dan Cakrabirawa" itu. Film yang berdurasi sekitar 50 menit ini merupakan film pertama ini yang menurutnya adalah kapasitas paling murni dari seorang Ine Febriyanti. "Saya suka dengan film ini dan tidak menyangka bisa membuat film ini. Karena film ini betul-betul explore saya, perjalanan saya," tutupnya. Editor: Aditia Maruli COPYRIGHT © 2012 Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com |
You are subscribed to email updates from ANTARA News - Hiburan To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan