Ahad, 18 Disember 2011

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Tekanan Darah Nunun Belum Stabil

Posted: 18 Dec 2011 07:09 AM PST

JAKARTA, KOMPAS.com - Kondisi kesehatan tersangka kasus dugaan suap cek pelawat, Nunun Nurbaeti, secara umum membaik. Meski demikian, tekanan darah Nunun masih belum stabil.

"Alhamdulillah ibu sudah agak membaik, tapi tensinya masih belum stabil. Kadang tinggi, kadang rendah," kata kuasa hukum Nunun, Ina Rahman, melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Minggu (18/12/2011).

Nunun sudah enam hari menjalani perawatan di Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur. Ina menduga, tekanan darah Nunun yang tidak stabil itu kemungkinan disebabkan kondisi kejiwaannya yang belum stabil. "Mungkin karena suasana hati dan otak yang dipaksa untuk mengingat kejadian yang sudah lama," ujarnya. Ia belum mengetahui secara persis penyebab ketidakstabilan tensi Nunun.

Ina mengatakan, kliennya ngotot memenuhi panggilan pemeriksaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi pada Senin (12/12/2011) supaya pemeriksaan kepada Nunun cepat selesai. Akibatnya, kondisi kesehatan Nunun langsung menurun.

Di tengah-tengah pemeriksaan di kantor KPK itu, Nunun mengaku pening dan nyaris pingsan. Istri mantan Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal (Purn) Adang Darajatun itu kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Metropolitan Medical Center, Kuningan, Jakarta, pada sore hari. Pada malam itu juga, Nunun dipindah ke RS Polri.

Hingga kini, belum ada penjelasan resmi soal kondisi kesehatan Nunun dari RS Polri. Terkait memburuknya kondisi kesehatan Nunun ini, KPK membantarkan penahanan wanita itu. Artinya, jika perawatan dirasa perlu dilakukan, selama perawatan tidak dihitung masa penahanan. Pembantaran Nunun dilakukan sembari menunggu hasil pemeriksaan tim dokter.

Nunun ditetapkan sebagai tersangka karena diduga memberikan sejumlah cek perjalanan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI periode 1999-2004 untuk meloloskan Miranda Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Hingga kini, sejumlah anggota DPR 1999-2004 yang terlibat dalam kasus tersebut telah menjalani masa hukumannya. Ada juga beberapa yang telah selesai menjalani masa hukumannya.

Meski demikian, pihak yang memodali pembelian 480 lembar cek pelawat tersebut belum terungkap. Juru bicara KPK Johan Budi mengatakan, sakitnya Nunun ini dapat menghambat penuntasan kasus tersebut.

Full content generated by Get Full RSS.

Kader PDI-P Bakal Dibekali Pendidikan Antikorupsi

Posted: 18 Dec 2011 05:35 AM PST

Kader PDI-P Bakal Dibekali Pendidikan Antikorupsi

Icha Rastika | Laksono Hari W | Minggu, 18 Desember 2011 | 20:03 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - PDI Perjuangan berencana mengumpulkan kadernya yang menjadi kepala daerah untuk mendapatkan pengarahan antikorupsi. Hal tersebut dilakukan guna mencegah tindak pidana korupsi yang cenderung marak dilakukan oleh kepala daerah.

"Januari nanti kami kumpulkan kepala daerah, bupati, gubernur seluruh kota, memberikan masukan kepada kepala daerah PDI-P, seperti apa yang harus dilakukan agar tidak terjebak (korupsi)," kata Ketua DPP Bidang Hukum PDI-P Trimedya Pandaitan, Minggu (18/12/2011) di Jakarta.

Trimedya mengatakan, saat ini ada 80-an kader PDI-P yang menjadi pejabat daerah. Dalam pembekalan materi antikorupsi tersebut, para kader PDI-P tersebut akan diberi pengarahan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Trimedya akan mengusahakan agar pimpinan KPK langsung berpartisipasi dalam pembekalan itu. "Karena mereka (pimpinan KPK) juga berkepentingan menciptakan parpol yang bersih, kader yang bersih," ujarnya.

Selain KPK, PDI-P berencana melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan. Lembaga tersebut diharapkan dapat memberi pengarahan kepada para kepala daerah soal bagaimana mengelola keuangan negara yang benar. "Ada juga kawan-kawan ini, dia jadi kepala daerah atau wakil, dia belum tahu cara pengelolaan keuangan negara, mana yang boleh, mana yang tidak. Orang minta uang, dikasih saja," kata Trimedya.

Trimedya menambahkan, sistem politik pemilihan langsung kepala daerah menjadi salah satu kontributor suburnya praktik korupsi. Hal ini disebabkan ongkos kampanye untuk memenangkan pemilihan kepala daerah cenderung besar.

"Caleg-caleg (calon legislatif) sekarang itu kira-kira Rp 2 miliar keluar (untuk kampanye). Di Toba Samorsi, bupati itu Rp 20 miliar, pemilihnya hanya 120.000 orang. Kita tahu gaji bupati itu berapa? Pasti yang dilakukan (untuk menutup biaya kampanye) pengadaan barang dan jasa. Saya kira Pilpres juga sama seperti itu," kata anggota Komisi III DPR tersebut.

Full content generated by Get Full RSS.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan