KOMPAS.com - Nasional |
Menko Polhukam Minta Warga Ambon Berdamai Posted: 13 Dec 2011 01:47 PM PST JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto meminta seluruh masyarakat Ambon untuk melakukan upaya damai. Hal ini disampaikan Djoko terkait sebuah peristiwa bentrokan yang terjadi di Ambon hari ini, Selasa (13/12/2011) pukul 01.15 WIT. Bentrokan ini terjadi antara Kampung Urimeseng dan Airmata. "Muara bentrok dari masyarakat Ambon sendiri. Harus ada keinginan menjaga suasana damai dari mereka," kata Djoko kepada para wartawan di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa. Terkait solusi perselisihan kedua kelompok tersebut, Djoko mengatakan, hal tersebut masih memerlukan pengelolaan yang telaten. Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Boy Rafli Amar menjelaskan, bentrokan ini berawal dari aksi saling lempar batu, petasan, dan panah di antara dua kelompok warga desa tersebut. Akibat aksi ini, terdapat 16 korban luka-luka dan empat rumah warga terbakar. Nama dari 16 korban luka belum diketahui. "Dari penyisiran di tempat kejadian juga ditemukan bom molotov. Sementara itu, korban luka ada yang mengalami luka di kepala akibat terkena lemparan batu, ada juga luka di bagian tubuh lain. Situasi ini sangat tidak kita harapkan," ujar Boy di Gedung Humas Polri, Jakarta. Boy mengungkapkan, sejauh ini belum diketahui motif bentrokan di antara dua kelompok tersebut karena masih dalam pemeriksaan pihak yang terlibat. Ia berharap masyarakat Ambon menahan diri agar tidak terprovokasi aksi bentrok ini. Selain itu, ia juga meminta tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk bersama-sama mengimbau warga yang bertikai. "Diharapkan, warga tidak melakukan tindakan-tindakan yang merugikan. Saling menahan diri karena akibat tawuran ini menimbulkan kerugian material di dua belah pihak," tuturnya. Untuk mengamankan situasi di Kota Ambon, kata Boy, Polda Maluku juga dibantu oleh TNI dan tokoh masyarakat menenangkan warga. Full content generated by Get Full RSS. |
Menhuk dan HAM Persilakan DPR Gunakan Hak Interpelasi Posted: 13 Dec 2011 12:13 PM PST JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin mengatakan, dia tak akan mencampuri keinginan Komisi III DPR RI yang hendak menggunakan hak interpelasi atau meminta keterangan pemerintah mengenai kebijakan pengetatan remisi, asimilasi, dan pembebasan bersyarat bagi narapidana kasus korupsi dan terorisme yang diambil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenhuk dan HAM). "Itu hak mereka," kata Amir, yang juga mantan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, kepada para wartawan di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (13/12/2011). Sementara itu, anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Syarifuddin Hasan, mengatakan, Komisi III DPR RI sebaiknya tak menggunakan hak interpelasinya. Syarief, yang juga Menteri Koperasi dan UKM, mengatakan, saat ini pihaknya tengah melakukan konsolidasi di dalam Sekretariat Gabungan Anggota Parpol Pendukung Pemerintah. Hingga Minggu (11/12/2011), jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang menandatangani usulan penggunaan hak interpelasi hampir mencapai 100 orang. Sejumlah anggota DPR menilai ada kesalahan dalam proses penerbitan Surat Edaran Direktur Jenderal Lembaga Pemasyarakatan tanggal 31 Oktober mengenai pengetatan pemberian remisi terhadap narapidana narkoba, terorisme, dan korupsi. Surat edaran itu digunakan untuk membatalkan SK Menteri Hukum dan HAM tanggal 23 Oktober yang berisi pemberian remisi dan pembebasan bersyarat terhadap 102 narapidana. Setelah itu, tepatnya tanggal 16 November, barulah Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin mengeluarkan SK mengenai pengetatan pemberian remisi. Para pengusul penggunaan hak interpelasi menginginkan pemerintah memberikan penjelasan tentang proses penerbitan aturan pengetatan remisi tersebut. Menurut Aziz, usulan interpelasi akan diajukan kepada pimpinan DPR, pekan depan. Diharapkan, usulan interpelasi sudah dibahas pada rapat paripurna masa sidang ini. Sementara itu, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Saldi Isra, menilai langkah Komisi III DPR RI menggunakan hak interpelasi berlebihan. "Kebijakan itu semestinya ditangkap sebagai upaya membuat orang jera dan takut melakukan korupsi." "Interpelasi dalam Undang-Undang MD3 (Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD) adalah pertanyaan DPR kepada pemerintah terkait kebijakan yang menyangkut orang banyak. Jadi, tidak perlu menggunakan interpelasi," tutur Saldi. Bila mempertanyakan dasar hukum kebijakan pengetatan remisi untuk koruptor, maka DPR dapat menggunakan forum rapat dengar pendapat. "Selama ini kita kesulitan memberantas korupsi. Sebab ketika dihukum, banyak aturan yang memberi kemudahan dan kemewahan kepada koruptor. Justru itu harus dipangkas satu-satu. Kalau diadakan polling hari ini, pasti banyak yang mendukung," tuturnya. Full content generated by Get Full RSS. |
You are subscribed to email updates from KOMPAS.com - Nasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan