KOMPAS.com - Nasional |
Soal Dana Freeport, KPK Tunggu Laporan BPK dan BPKP Posted: 08 Nov 2011 12:51 PM PST JAKARTA, KOMPAS.com -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menunggu hasil laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait pemberian dana PT Freeport Indonesia kepada Polri. Sebelumnya, pemberian dana Freeport ke Polri dinilai menyalahi ketentuan Undang-Undang. Bahkan PT Freeport telah diadukan ke Departemen Kehakiman Amerika Serikat oleh Serikat Pekerja Baja negara tersebut terkait pemberian uang kepada Polri karena diduga menyalahi ketentuan dalam Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) negara tersebut. Ketua KPK Busyro Muqoddas menjelaskan, pihaknya belum menyimpulkan apakah pemberian dari Freeport ke Polri dan kemungkinan institusi keamanan resmi lainnya di Indonesia menyalahi ketentuan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, terutama menyangkut gratifikasi. "Kami masih menunggu laporan BPK dan BPKP," ujar Busyro. Sebelumnya, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengungkapkan, apa yang dilakukan Freeport dengan memberi dana kepada Polri bisa dianggap sebagai pelanggaran ketentuan dalam FCPA. "Menurut ketentuan FCPA, pejabat suatu negara yang sudah bergaji dari negara yang bersangkutan tidak boleh menerima tambahan (penghasilan) langsung dari Perusahaan AS," katanya. Karena ketentuan inilah, Serikat Pekerja Baja AS (United Steelworkers) mengadukan Freeport ke Departemen Kehakiman. Serikat Pekerja Baja AS mengadukan Freeport atas pernyataan Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo di berbagai media di Indonesia yang mengakui institusi yang dia pimpin menerima dana dari Freeport. Hikmahanto mengatakan, jika Freeport di AS kemudian diselidiki oleh Departemen Kehakiman negara tersebut atas dugaan pelanggaran ketentuan FCPA, maka akan sangat lucu jika penerima dananya di Indonesia tak diselidiki atas dugaan pelanggaran UU Tipikor. Untuk itu, menurut dia, seharusnya KPK maupun Kejaksaan menyelidiki penerimaan dana Freeport ke Polri. "Saya tidak mendorong Polri menyelidikinya karena ada potensi benturan kepentingan," katanya. Menurut Hikmahanto, aparat atau pejabat negara yang bekerja untuk rakyat seharusnya dibayar oleh uang rakyat melalui negara, bukan oleh perusahaan swasta seperti Freeport. "Kalau uang itu langsung ke aparat atau pejabat maka Polri atau TNI menjadi satpam atau tentara bayaran," katanya. Full content generated by Get Full RSS. |
Pengadilan Tipikor Tak Perlu Dibubarkan Posted: 08 Nov 2011 08:58 AM PST Pengadilan Tipikor Tak Perlu Dibubarkan Ferry Santoso | Nasru Alam Aziz | Selasa, 8 November 2011 | 23:34 WIB KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO Bambang Soesatyo TERKAIT: JAKARTA, KOMPAS.com — Pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) di daerah tidak perlu dibubarkan karena pembentukan lembaga itu sudah menjadi amanat undang-undang. Meski demikian, Mahkamah Agung perlu benar-benar merekrut hakim ad hoc tipikor yang berkualitas dan berintegritas. "Kalau ada kasus-kasus korupsi di daerah yang dibebaskan, jangan pengadilan atau lembaganya dibubarkan. Akan tetapi, aparat penegak hukum, baik penyidik, jaksa, maupun hakim yang menangani perkara korupsi tersebut perlu dievaluasi dan diawasi," kata anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo, Selasa (8/11/2011) di Jakarta. Selain itu, menurut Bambang, pimpinan lembaga penegak hukum juga perlu menyeleksi dan mengawasi jaksa dan hakim yang menangani perkara korupsi. "Lembaga pengawasan eksternal seperti Komisi Kejaksaan dan Komisi Yudisial juga perlu mengawasi," katanya. Bambang menambahkan, dapat terjadi bahwa jaksa diduga memperlemah dakwaan perkara korupsi sehingga terdakwa bebas dari hukuman. Di lain hal, hakim yang memeriksa perkara diduga menerima suap. "Bisa juga sejak tahap penyidikan, penanganannya memang sudah lemah," ujar Bambang. |
You are subscribed to email updates from KOMPAS.com - Nasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan