KOMPAS.com - Internasional |
Takut Gempa, Napi Turki Memberontak Posted: 26 Oct 2011 03:15 AM PDT VAN, KOMPAS.com — Kerusuhan meletus di satu penjara di provinsi Van yang diguncang gempa bumi di Turki, setelah pemerintah menolak memindahkan tahanan yang ketakutan ke tempat yang aman, kata keluarga tahanan. Suara tembakan terdengar dari kompleks tersebut, dan asap membubung ke udara pada malam hari, setelah para tahanan membakar selimut mereka dalam aksi protes. Petugas pemadam dikerahkan untuk memadamkan si jago merah, demikian laporan AFP, Rabu (26/10/2011). Penjara tersebut, yang dapat menampung 1.000 tahanan, rusak akibat gempa bermagnitude 7,2, Minggu (23/10/2011). Keluarga tahanan berkumpul di luar bangunan penjara itu sambil berteriak "Erdogan, pembunuh". Mereka merujuk kepada Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan. Penjara tersebut berada di pinggiran kota Van, ibu kota provinsi itu. Sebanyak 200 tahanan melarikan diri dari penjara itu setelah gempa. Namun 50 diantaranya kembali setelah mereka bertemu dengan keluarga masing-masing, kata pihak berwenang. Sementara itu pencarian dilanjutkan untuk menemukan orang-orang yang tertimbun di reruntuhan bangunan. Harapan untuk menemukan korban dalam keadaan hidup dari bawah puing mulai pudar sementara waktu terus berjalan, saat petugas pertolongan mengeluarkan mayat lagi. Hingga kini ribuan warga tidur di tenda yang penuh sesak atau bergerombol di dekat api unggun dan di dalam mobil setelah terjadi beberapa gempa susulan . Para korban menuduh pemerintah pusat bertindak lamban dalam mengirim bantuan ke wilayah yang kebanyakan penghuninya adalah suku minoritas Kurdi. Sedangkan Ankara menyatakan pemerintah akan mengirim tambahan tenda dan selimut. Gempa dengan kekuatan 7,2 itu merupakan gempa paling kuat yang mengguncang Turki dalam satu dasawarsa ini. Kejadian ini menjadi bencana, khususnya bagi warga Kurdi, kelompok suku yang dominan di Turki tenggara. Di wilayah itu lebih dari 40.000 orang telah tewas dalam aksi separatis selama tiga dasawarsa. Full content generated by Get Full RSS. |
PBB Kecam Embargo Berkepanjangan terhadap Kuba Posted: 26 Oct 2011 03:00 AM PDT NEW YORK, KOMPAS.com — Sidang Majelis Umum PBB, Selasa (25/10), dengan suara bulat mengesahkan resolusi yang mengutuk blokade AS atas Kuba dan mendesak Washington mengakhiri embargo panjangnya terhadap negara pulau Karibia itu. Resolusi itu, yang diberi judul "Necesstity of ending the economic, commercial, and financial embargo imposed by the United States of America against Cuba", disahkan dengan sebanyak 186 negara anggota memberi suara "ya", dua menentang, dan tiga abstain. AS, yang memberlakukan blokade terhadap Kuba pada awal 1960-an, ketika kedua negara tersebut memutuskan hubungan diplomatik, memberi suara menentang rancangan resolusi itu bersama Israel. Negara pulau kecil di Pasifik, Mikronesia, Kepulauan Marshall dan Palau abstain sebagaimana mereka lakukan tahun lalu. Resolusi itu, yang tak mengikat secara hukum, mendesak AS agar "mencabut atau membatalkan setiap peraturan semacam itu sesegera mungkin". Itu merupakan tahun ke-20 berturut-turut Sidang Majelis Umum mengesahkan resolusi seperti itu dengan suara mayoritas berlimpah guna mengutuk embargo atas Kuba. Sidang Majelis Umum PBB mendesak semua negara agar "menahan diri dari mengumumkan secara resmi dan menerapkan hukum serta tindakan" yang melanggar kesamaan berdaulat semua negara, tidak campur tangan, dan kebebasan perdagangan internasional. Semua tindakan tersebut "tak sejalan dengan kewajiban mereka berdasarkan Piagam PBB dan hukum internasional". Resolusi serupa telah disahkan oleh majelis itu selama sidang sebelumnya dalam upaya mengakhiri embargo AS, yang telah dijatuhkan atas Kuba sejak era Perang Dingin. Resolusi tersebut menyampaikan keprihatinan mengenai dampak luas tindakan semacam itu terhadap rakyat Kuba dan atas warga negara Kuba yang tinggal di negara lain, terutama dampak dari Helms-Burton Act. Helms-Burton Act, yang disahkan AS pada 1996, menempatkan pihak ketiga perusahaan asing ke dalam jangkauan sanksi AS terhadap Kuba. Menteri Luar Negeri Kuba, Bruno Rodriguez Parilla yang mengajukan resolusi tersebut ke Sidang Majelis Umum PBB, mengatakan embargo terhadap negaranya harus dicabut. Ia membantah tuduhan yang disampaikan AS pada masa lalu bahwa embargo itu semata-mata urusan bilateral sehingga tak perlu dibahas di Sidang Majelis Umum PBB. "Fakta memperlihatkan kondisi yang tidak konsisten," kata Parrilla mengenai argumentasi AS itu. "Warga negara dan perusahaan dari sejumlah negara anggota PBB yang memiliki wakil di sini telah jadi sasaran sanksi karena membina hubungan ekonomi dengan Kuba". Sumber : Ant, Xinhua, Oana |
You are subscribed to email updates from KOMPAS.com - Internasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan