KOMPAS.com - Nasional |
Posted: 02 Jul 2011 06:25 AM PDT JAKARTA, KOMPAS.com - Panji Gumilang, pimpinan Yayasan Pesantren Indonesia (YPI) akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dugaan pemalsuan akta otentik kepengurusan YPI oleh penyidik Bareskrim Polri. Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Boy Rafli Amar mengatakan, Panji berserta stafnya berinisial AH akan diperiksa sebagai tersangka pada Senin ( 3/7/2011 ), di Bareskrim Polri. "Pasal sangkaanya terkait dugaan pemalsuan akta otentik ( 263 KUHP)," kata Boy di Jakarta, Sabtu ( 1/7/2011 ). Ketika ditanya apakah Panji akan ditahan seusai pemeriksaan sebagai tersangka, Boy mengatakan, belum ada kepastian mengenai hal itu. "Prinsipnya pemeriksaan dulu. Tentunya berikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk menyiapkan segala sesuatunya terhadap persangkaan-persangkaan yang dituduhkan kepada dia," ucap Boy. Mengenai dugaan keterlibatan Panji dalam aktivitas makar terkait jaringan Negara Islam Indonesia (NII), menurut Boy, pihaknya masih terus menyelidiki. Saat ini, kata Boy, penyidik masih fokus ke perkara pemalsuan dokumen. "Terkait dugaan makar, alat bukti yang kita kumpulkan sedang kita upayakan menggabungkan dari beberapa fakta hukum yang diperoleh penyidik," pungkas Boy. Seperti diketahui, Panji telah diperiksa sebagai saksi Selasa ( 28/6/2011 ). Saat itu, pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun di Indramayu, Jawa Barat itu dicecar sepuluh pertanyaan seputar pemalsuan dokumen. Panji mengaku tidak tahu menahu soal pemalsuan. Begitu pula dengan keterlibatan NII. Panji dilaporkan oleh Imam Supriyanto, pendiri YPI lain. Imam melaporkan setelah namanya dicoret dari kepengurusan YPI. Dia merasa tidak pernah menghadiri rapat pengurus serta menandatangani surat pengunduran diri. Menurut Imam, ia dikeluarkan dari YPI setelah ia keluar dari jaringan NII pimpinan Panji. Imam mengaku pernah 20 tahun bergabung dengan NII dengan jabatan terakhir Menteri Peningkatan Produksi di NII. Polri telah menangkap Gubernur NII wilayah Jawa Tengah berserta para pengurusnya. Berbagai barang bukti terkait NII disita termasuk aliran dana yang diduga mengalir ke Panji. Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price. |
Hukum Keok, Negara Terancam Gila Posted: 02 Jul 2011 12:19 AM PDT Hukum Keok, Negara Terancam Gila Caroline Damanik | Robert Adhi Kusumaputra | Sabtu, 2 Juli 2011 | 14:00 WIB JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat hukum Usman Hamid dari International Center forTransitional Justice menilai buruknya penegakan hukum di Indonesia juga memberi sumbangsih besar bagi merosotnya kualitas kehidupan bernegara. Pasalnya, sejak memformulasikannya di awal pun, tak lagi ditujukan demi keadilan masyarakat. Negara terancam gila. Ini bisa menggambarkan realitas hukum saat ini. -- Usman Hamid "Pada formulasi hukum, badan-badan pembuat UU membuat bukan untuk keadilan tapi untuk keuntungan pencari keuntungan ekonomi, misalnya UU terkait minyak, gas dan mineral. Itu justru memberikan manfaat kepada perusahan besar, mengabaikan hak-hak masyarakat di sekitarnya. Juga masyarakat yang tergusur minimarket. Terjadi perkembangan liberal. Hukum bukan untuk keadilan rakyat tapi pemangku kepentingan ekonomi yang bonafid," katanya di sela diskusi mingguan Polemik, Sabtu (2/7/2011). Usman mengatakan selalu ada upaya elit untuk menghalangi tegaknya hukum dan keadilan. Ini dilakukan semata-mata untuk menguntungkan diri sendiri, keluarga dan juga para pengikutnya, termasuk pemilik modal. Usman mencontohkan kasus Nunun Nurbaeti, dimana suaminya, Adang Darajatun enggan mengungkap keberadaan Nunun. Padahal, Adang adalah seorang anggota dewan yang membidani masalah hukum dan seorang mantan petinggi aparat hukum. Menurutnya pula, tahap aplikasi hukum tak kalah mengecewakan. Usman mencontohkan kasus Gayus Tambunan yang bisa bebas berkeliaran padahal berstatus terpidana dan tengah dipenjara. Uang, lanjutnya, bisa mengendalikan penegakan hukum. Kaum minoritas juga terus teraniaya tapi negara tak mampu melindungi. Sementara itu, tahap eksekusi hukum pun tak kalah kacaunya. Aparat hukum Indonesia tidak memenuhi standar keadilan hukum. "Negara terancam gila. Ini bisa menggambarkan realitas hukum saat ini," tandasnya.
|
You are subscribed to email updates from KOMPAS.com - Nasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan