KOMPAS.com - Regional |
Maling Helm Babak Belur Dihakimi Warga Posted: 20 Jun 2011 06:38 AM PDT KEDIRI, KOMPAS.com - Pura-pura mengantarkan teman mendaftar sekolah, Sandra Ari Winarko (21), mencuri helm milik pendaftar lainnya. Sialnya, aksi warga Lingkungan Kelurahan/Kecamatan Pesantren, Kota Kediri itu tepergok, dan akhirnya Sandra menjadi bulan-bulanan massa. Kejadian tersebut bermula saat Dita Riskia Nanda (15), pemilik helm memarkir motornya di area parkir SMAN VII, Jalan Penanggungan Kota Kediri, Senin (20/6/2011) pagi. Kemudian ia masuk ke sekolah untuk melihat pengumuman penerimaan tes masuk kelas akselerasi. "Setelah saya mau pulang saya lihat orang berlari dari motor saya," ujar Dita, warga Perumnas Ngronggo, Kota Kediri saat ditemui di Mapolsek Mojoroto, Kota Kediri. Pelaku sempat kabur hingga keluar lingkungan sekolah, namun berhasil ditangkap dan sempat dihakimi massa. Beruntung aksi massa tidak terlampau jauh karena ada petugas patroli yang lewat, dan akhirnya mengamankan situasi. Sementara Agung Prasetyo (18), warga lingkungan Campurejo, Mojoroto, salah satu saksi mata mengatakan, sebelum ditangkap massa, pelaku sempat menghadang kendaraannya untuk meminta bantuan melarikan diri. "Pas saya lewat depan SMA 7 itu tiba-tiba tangan saya ditarik sampai terjatuh dari motor saya. Lalu orang-orang langsung menangkapnya," ujar Agung sambil menunjukkan luka di lengan tangan kanan. Dikonfirmasi terpisah, Kepala Seksi Humas Polsek Mojoroto mengatakan, pihaknya tengah melakukan pemeriksaan terhadap para pihak yang terlibat kasus itu. "Selain tiga orang itu, kita juga periksa seorang lagi dengan inisial GS (15), rekan pelaku," ujar Aiptu Suprayitno. Menyusul kasus itu, polisi mengamankan sebuah helm merk INK warna hitam serta sebuah gunting yang digunakan pelaku untuk memotong tali helm. Untuk pelaku, diancam dengan Pasal 363 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan. Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price. |
Keluarga Tersisih Itu Menuai Simpati... Posted: 20 Jun 2011 05:56 AM PDT Keluarga Tersisih Itu Menuai Simpati... POLEWALI MANDAR, KOMPAS.com - Masih ingatkah Anda dengan sebuah keluarga miskin di Polewali Mandar, yang memilih hidup dalam sebuah gubug di tepian sawah, berbatasan dengan hutan dan jauh dari perkampungan? Berkat pemberitaan di Kompas.com, gubuk tua berukuran tak lebih dari 5x4 meter milik Sahawiyah, yang terletak di kawasan hutan dan areal persawahan di Kelurahan Amassangan, Kecamatan Binuang menjadi perhatian publik, sejak dua pekan terakhir. Kisah hidup mereka telah menggerakkan hati para pembaca dan warga untuk memberikan bantuan. Seperti yang diceritakan, tiga anak di dalam keluarga itu terancam menyusul kedua kakaknya yang putus sekolah, karena masalah biaya. Kini, tak hanya pemerintah dan masyarakat Polewali yang bersimpati menyalurkan bantuan, sejumlah warga dari berbagai daerah di Tanah Air melalui Kompas.com turut menyalurkan bantuan kepada keluarga ini. Bantuan diserahkan pada akhir pekan lalu. Selain bantuan dari pembaca, sejumlah ibu kelompok Majelis Taklim di Polewali pun mendatangi rumah Sahawiyah. Rombongan ini pun hanya bisa diterima di halaman rumah, karena kondisi rumah yang tak memungkinkan. "Saya bangga dan terharu mudah-mudahan sumbangan para dermawan mendapat pahala dan anak-anak saya bisa bersekolah lagi," tutur Sahawiyah. Kelompok Majelis Taklim itu tak hanya memberi bantuan berupa sembako, tapi juga bantuan dana agar anak-anak mereka bisa membeli seragam sekolah. Bantuan tersebut tetap disalurkan meskipun Pemerintah telah memberikan bantuan buku dan seragam gratis kepada tiga anak Sahawiyah yang sempat putus sekolah SD. Sementara, bantuan yang diberikan warga, termasuk dana Rp 800 ribu dari pembaca Kompas.com yang diserahkan dalam kesempatan ini, rencananya akan dipakai untuk menambah biaya sekolah bagi dua anak Sahawiyah ke jenjang SMP. Kedua anak tersebut sempat tak bisa melanjutkan sekolah, juga karena masalah yang sama. Sahawiyah menyebutkan, untuk menyiapkan 4 jenis seragam sekolah SMP seperti putih biru, pramuka, batik dan baju olahraga, diperlukan dana minimal Rp 500 ribu atau Rp 1 juta untuk dua anaknya. Profesi Sahawiyah dan suaminya sebagai petani penggarap tentu jauh dari cukup untuk menyediakan dana pendidikan tersebut. Kepala Kelurahan Ammassangan, Alam mengungkapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang turut berempati meringankan beban hidup salah satu warganya. Alam berharap bantuan ini bisa membantu kelima anaknya untuk melanjutkan sekolah. "Mudah-mudahan bantuan tulus dari berbagai pihak ini bisa turut meringankan keluarganya dan anak-anak tetap bisa melanjutkan sekolah," ujar Alam.
|
You are subscribed to email updates from KOMPAS.com - Regional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan