Khamis, 23 Jun 2011

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Sensus Sapi Tentukan Kemandirian Pangan

Posted: 23 Jun 2011 04:50 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil sensus sapi dan kerbau yang dijalankan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) atas permintaan Kementerian Pertanian atau dikenal dengan Pendataan Sapi Potong Perah dan Kerbau (SPPK) 2011, memiliki makna  penting. Sebab, hasil sensus tersebut akan menentukan mandiri atau tidaknya bangsa Indonesia terhadap daging sapi yang ditargetkan terwujud pada tahun 2014.

Jika hasil SPPK 2011 menyatakan jumlah sapi dan kerbau cukup mamadai, maka pemerintah tidak akan melakukan impor sapi bakalan lagi. Sebab, jika jumlah sapi dinilai kurang, maka pemerintah harus mengimpor kembali daging sapi.

Hal itu disampaikan Direktur Statistik Peternakan, Perikanan dan Kehutanan BPS Nyoto Widodo kepada Kompas.com, Kamis (23/6/2011) di Gedung BPS, Jakarta.

"Hasil sensus sapi dan kerbau, yang dikenal dengan Pendataan Sapi Potong Perah dan Kerbau (SPPK) 2011, akan menentukan kemandirian bangsa Indonesia untuk tidak atau melakukan impor sapi. Jadi, banyak harapan yang ditunggu dari berbagai pihak selain pemerintah terkait hasil SPPK 2011 ini," kata Nyoto.

Menurut Nyoto, salah satu yang penting dari hasil SPPK juga adalah BPS akan memberikan daftar nama pemilik dan pemelihara sapi secara nasional. Hingga Rabu, jumlah pemelihara sapi dan kerbau tercatat 5.361.094 orang atau rata-rata memiliki 2 ekor sapi dan kerbau di Indonesia.

"Daftar itu selanjutnya penting untuk implementasi program dan lainnya seperti untuk inseminasi buatan (IB), peternakan produktif dan lainnya," kata Nyoto.

Nyoto mengungkapkan lagi bahwa sensus sapi yang dilaksanakan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan bekerjasama dengan BPS dilakukan untuk menjawab keragu-raguan populasi sapi bagi ketahanan pangan atau swasembada daging sapi. Sebab, selama ini terjadi kesimpangsiuran populasi sapi perah potong dan kerbau di Indonesia.

"Data yang ada selama ini hanya didasarkan pada survey peternakan nasional tahun 2008 dan laporan-laporan administrasi dari dinas-dinas lainnya secara tersebar. Inventarisasi hewan sendiri, pertama kali dilakukan pemerintah pada tahun 1967. Namun, waktu itu tidak semua ternak yang diinventarisasi sehingga hasilnya tidak optimal," ujar Nyoto.

Data final

Sementara, hingga Rabu (22/6/2011) pukul 07.08 WIB, dari 77.548 desa secara nasional yang akan disensus SPPK, tercatat baru 71.490 desa saja atau 86,3 persen yang selesai dilakukan pendataannya. Hasilnya, jumlah sapi potong tercatat 11.926.677 juta ekor dan sapi perah 452.588 ekor serta kerbau 1.054.072 ekor. Totalnya mencapai 13.433.337 ekor sapi dan kerbau. Berarti masih ada 8 persen lebih desa yang akan disensus hingga akhir Juni mendatang. Diharapkan, pendataan hingga 100 persen dari target desa yang akan disensus sapi dan kerbaunya.

Dari jumlah 13,4 juta ekor sapi dan kerbau, menurut sebarannya, Jawa Timur tercatat paling banyak dengan jumlah 4.186.181 ekor sapi dan kerbau. Selanjutnya Jawa Tengah 2.089.965 ekor, Sulawesi Selatan 852.513 ekor, Nusa Tenggara Barat (NTB) 758.089 ekor, Jawa Barat 579.113 ekor dan Sumatera Utara 535.052.

Data pembanding yang digunakan BPS adalah data dari Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian tahun 2010 yang menyebutkan jumlah sapi dan kerbau mencapai 16,1 juta ekor. Tentang hasil sementara dari SPPK 2011, BPS baru mengumumkan pada Juli mendatang dan laporan finalnya ke Kementerian Pertanian baru akan dilakukan akhir November 201. Dari laporan final itu baru akan diketahui jumlah seluruhnya, rincian jumlah betina dan jantan, rumpun dan kategori induk atau anakan serta lainnya.

Sent Using Telkomsel Mobile Internet Service powered by

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

DPRD Bali dan Pengusaha Protes

Posted: 23 Jun 2011 03:47 PM PDT

Menteri Berikan Izin Kepama Pemkab

DPRD Bali dan Pengusaha Protes

Ayu Sulistyowati | Agus Mulyadi | Kamis, 23 Juni 2011 | 22:47 WIB

 DENPASAR, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bali dan pengusaha pariwisata di provinsi itu protes dengan kebijakan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Jero Wacik. Menteri memberikan kewenangan kepada pemerintah kabupten/kota untuk memberikan izin usaha pariwisata.

Demikian dikemukakan Ketua Komisi IV DPRD Bali Nyoman Partha dan Koordinator the Associaton of Indonesian Travel Agent (Asita) untuk Regional Bali dan Nusa Tenggara Bagus Sudibya, di Denpasar, Bali, Kamis (23/6/2011).

Kebijakan itu dinilai mengancam sektor pariwisata Bali, karena dapat mempercepat degradasi alam dan budaya lokal.

Selama ini mereka sudah merasa terkendali, dengan kewenangan yang dilakukan di tingkat provinsi, seperti adanya moratorium izin pembangunan hotel di Denpasar dan Badung oleh Gubernur Bali Made Mangku Pastika.

 

Sent Using Telkomsel Mobile Internet Service powered by

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan