ANTARA - Peristiwa |
Libya Jadi Bahan Introspeksi Pemimpin Islam Posted: 22 Feb 2011 07:12 AM PST Berkuasa lebih dari 30 tahun bukanlah sesuatu yang Islami Berita Terkait "Berkuasa lebih dari 30 tahun bukanlah sesuatu yang Islami. Pemimpin Islam yang baik adalah pemimpin yang mengimplementasikan nilai-nilai Islam, bukan malah menyalahgunakannya untuk kepentingan yang tidak Islami," katanya di Yogyakarta, Selasa. Menurutnya, memang benar demokrasi dan Islam tidak sama, tetapi banyak nilai-nilai Islam dan demokrasi yang sama, terutama nilai universal seperti kesejahteraan dan transisi kekuasaan. "Dalam peristiwa Libya saat ini hal terbaik yang perlu disiapkan adalah transisi kekuasaan sebaik mungkin tanpa kehilangan respek masyarakat terhadap Muamar Gaddafi dan rezimnya," katanya. Ia mengatakan menilik sejarah, Libya dalam skala politik adalah "adik kandung" Mesir. Dalam banyak hal, Libya sangat terinspirasi Mesir. "Muamar Gaddafi yang telah berkuasa di Libya lebih dari 41 tahun adalah pengagum berat pemimpin legendaris Mesir Gamal Abdel Nasser. Gaddafi dijuluki Nasser Kecil" katanya. Selain itu, pola transisi kekuasaan di Libya juga serupa dengan di Mesir, yakni sama-sama menggulingkan raja yang berkuasa. "Di Mesir, Husni Mubarak menggulingkan Raja Farouk pada 1951, dan 18 tahun kemudian diikuti Libya, di mana Muammar Gaddafi memimpin Revolusi Al Fatah untuk menyingkirkan Raja Idris," katanya. Ditanya tentang kemungkinan kejatuhan Gaddafi seperti yang terjadi pada Mubarak, ia mengatakan hal itu sangat mungkin. Musuh terbesar Gaddafi saat ini adalah usia. "Gaddafi sekarang berusia 68 tahun, dan tidak lagi sekuat dulu. Selain itu, rakyat Libya juga tidak sesolid belasan tahun lalu dalam mendukung Gaddafi, sehingga cepat atau lambat pemimpin Libya itu pasti jatuh," katanya. Sebagian rakyat Libya berunjuk rasa menuntut Presiden Muammar Gaddafi mundur, yang membuat situasi di negara itu memanas. Situasi yang memanas di Libya telah menewaskan ratusan orang. Peristiwa Libya terinspiriasi oleh Revolusi Melati di Tunisia dan Revolusi Nil di Mesir yang berhasil menggulingkan rezim yang sedang berkuasa.(*) B015/M008 Editor: Jafar M Sidik Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com |
Aburizal dan Rizieq Merasa Aman dengan NU Posted: 22 Feb 2011 06:07 AM PST Kami sangat mencintai NU, karena NU itu rumah besar kami dan pimpinannya adalah orang tua kami" Berita Terkait Video Terkait "Saya merasa tenang dan nyaman berada di NU. Karena itu saya berharap NU berkembang di seluruh Indonesia seperti di Jatim," kata Aburizal di Surabaya, Selasa, saat berbicara dalam seminar memperingati Hari Lahir ke-88 NU yang digelar PWNU Jatim dengan pembicara utama KH Hasyim Muzadi (Rais Syuriah PBNU). Seminar bertajuk "NKRI, Aswaja, dan Masa Depan Islam Nusantara" itu menghadirkan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Ketua Umum PBNU KH Said Aqiel Siradj, KH Noer Iskandar SQ (PPP), dan Ja`far Umar Thalib (Laskar Jihad). Aburizal mengaku gundah dalam kehidupan berbangsa yang penuh intrik dan fitnah serta kekerasan. "Intrik, fitnah, dan kekerasan membuat hidup kita tidak enak, karena itu saya berharap NU menjadi penjaga bangsa, garda bangsa yang mengedepankan nilai-nilai agama sehingga NU menjadi perekat kemajemukan," katanya. Senada dengannya, Anas Urbaningrum menyatakan NU adalah "jangkar persatuan" dalam kemajemukan masyarakat Indonesia dalam suku, budaya, bahasa, dan sebagainya. "Kalau konsisten pada tradisi berpikir, NU akan menjadi pilar bagi eksitensi Indonesia, sehingga kita akan maju dalam politik yang diarahkan pada dua hal yakni kemajuan ekonomi dan karakter," katanya. Sementara Ketua Umum FPI Habib Rizieq mengaku NU adalah "rumah besar aswaja" di dunia dan pimpinan NU adalah orangtuanya sendiri. "Kami sangat mencintai NU, karena NU itu rumah besar kami dan pimpinannya adalah orang tua kami," katanya. Rizieq mengajak NU dan para ulama untuk menjaga Indonesia dari intervensi pihak luar yang memasukkan aliran sesat dan pikiran liberal. Dalam acara itu, Hasyim Muzadi menegaskan tiga sumbangan besar NU yang telah diakui dunia yaitu menata hubungan negara dan agama, mabadi khoiro umma (umat yang berkarakter baik), dan penguatan sipil. "NU sudah dikenal dunia dengan menata hubungan negara dan agama dalam nilai-nilai, sehingga Indonesia bukan negara sekuler dan bukan negara agama, tapi agama dapat berkembang dengan baik," katanya. Bahkan, nilai-nilai agama yang mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara membuat agama tidak sekedar ritual, tapi juga ada dalam kehidupan masyarakat damai. "Karena itu kalau para pemimpin Indonesia mau mempertahankan NKRI, saya kira perlu membesarkan NU dan pesantren," kata pengasuh Pesantren Mahasiswa Al Hikam di Malang dan Depok itu. Pandangan itu dibenarkan Guru Besar Universitas Paramadina Jakarta Yudi Latief. "Islam secara politik di Indonesia memang kurang bernasib bagus, tapi Islam secara kekuatan sipil cukup bagus, sehingga aturan tentang zakat, pernikahan, perbankan, dan sebagainya juga menjadi aturan umum tanpa masalah," katanya.(*) E011/S019 Editor: Jafar M Sidik Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com |
You are subscribed to email updates from ANTARA News - Nasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan