Republika Online |
Posted: REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Sejumlah partai politik menolak Undang-Undang tentang Partai Politik yang baru disetujui untuk disahkan DPR, pekan lalu. Demikian pernyataan pimpinan beberapa partai politik dalam diskusi 'Mencari Parliamentary Treshold ( PT ) Ideal Pemilu 2014' di Pressroom DPR/MPR Senayan Jakarta, Rabu (22/12). Full Feed Generated by GetFullRSS.com, sponsored by USA Best Price.Hadir dalam diskusi ini, anggota Komisi Komisi II DPR Taufik Hidayat, Ketua Umum Partai Demokrasi Pembaruan Roy BB Janis, Ketua Umum Partai Bintang Reformasi Bursah Zarnubi, Ketua Umum Partai Pemuda Indonesia Effendi Saud dan Ketua Umum Partai Damai Sejahtera Denny Tewu. Bursah mengemukakan, peningkatan prosentase PT dari 2,5 persen menjadi lima persen menutup peluang baru partai yang tidak punya perwakilan di parlemen untuk mengikuti agenda politik mendatang, kecuali bila melakukan fusi dengan partai lain. "Ini mengingatkan kita kepada awal Orde Baru dimana partai-partai difusi yang kemudian menghasilkan PPP dan PDI serta Golkar yang waktu itu menolak disebut partai politik," katanya. Dia juga mengatakan, peningkatan PT akan menyebabkan semakin banyak suara pemilih yang hilang. Dengan PT sebesar 2,5 persen pada Pemilu 2009, maka suara yang hilang diperkirakan 18 juta, sedangkan dengan PT lima persen jumlah suara hilang akan mencapai 38 juta. Sementara itu, Roy BB Janis mengatakan, fusi 10 partai politik awal tahun 1970-an lebih demokratis dibanding pemaksaan melalui UU tentang Parpol setelah Orde Baru. "Pak Harto tidak "membunuh" partai, hanya disuruh gabung. Sekarang dipaksa melalui pembahasan UU yang sangat singkat," katanya. Roy mengatakan, sebaiknya parpol yang tidak memiliki wakil di parlemen bersatu menyikapi UU Parpol. "Perkembangan demokrasi akan mengalami kemunduran," katanya. Sedangkan Denny Tewu menyatakan, UU Parpol yang baru tidak memberi peluang kepada partai politik dengan basis dukung tertentu untuk tetap 'survive'. "UU Parpol yang baru ini merupakan" kuburan baru "parpol baru. Ini lebih buruk dari Orde Baru. Hanya gayanya saja seolah demokratis," katanya. Sebelumnya, DPR telah menyetujui untuk disahkannya Rancangan Undang-Undang mengenai Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik menjadi Undang-Undang dalam sidang paripurna. RUU Partai Politik mulai dibahas pada pembicaraan tingkat I di Komisi II DPR pada 25 November 2010. Pada rapat kerja Komisi II dengan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar 30 November 2010 disepakati 101 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Komisi II mampu menyelesaikan seluruh pembahasan DIM dan menugaskan panitia kerja (panja) membahas enam DIM. Proses di panja juga berlangsung cepat, hanya melalui emapt kali pembahasan pada tangal 1, 2 dan 8 Desember 2010. Pada 9 dan 10 Desember, draft RUU sudah masuk ke Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi untuk selanjutnya disahkan dalam rapar kerja Komisi II bersama Mendagri dan Menkumham pada 13 Desember 2010. Berdasarkan UU ini, syarat pendirian partai politik dilakukan paling sedikit 30 orang yang berusia 21 tahun atau sudah menikah dari tiap provinsi. Namun yang didaftarkan sebagai pendiri di notaris paling sedikit 50 orang mewakili seluruh pendiri partai. Partai politik harus mempunyai kepengurusan pada setiap provinsi dan paling sedikit 75 persen dari jumlah kabupaten/kota pada provinsi dan paling sedikit 50 persen dari jumlah kecamatan pada kabupaten/kota yang bersangkutan. Selain itu memiliki kantor tetap pada tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota sampai tahapan terakhir pemilihan umum. AD/ART partai dapat diubah sesuai dengan dinamika dan kebutuhan partai politik. Perubahan tersebut harus didaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM paling lama 30 hari terhitung sejak terjadinya perubahan. Untuk rekrutmen bakal calon anggota DPR, undang-undang ini masih mengakomodasi semangat tindakan khusus sementara dengan memberikan kuota paling sedikit 30 persen terhadap perempuan. Partai politik juga harus memiliki mahkamah atau sebutan lainnya untuk menyelesaikan perselirihan internal. Susunan mahkamah ini harus didaftarkan kepada Kementerian Hukum dan HAM. Proses penyelesaian konflik internal juga harus diselesaikan paling lambat 60 hari dengan putusan bersifat final dan mengikat secara internal. Partai politik juga diwajibkan menyampaikan laporan keuangan penerimaan dan pengeluaran yang bersumber dari APBN dan APBD kepada Badan Pemeriksa Keuangan secara berkala satu tahun sekali untuk diaudit paling lambat satu bulan setelah tahun anggaran berakhir. Sedangkan sumbangan yang diterima partai politik dari perusahaan dan atau badan swasta disepakati paling banyak senilai Rp 7,5 miliar dalam waktu satu tahun. ]]> |
You are subscribed to email updates from Republika Online To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan