ANTARA - Hiburan |
Kesenian sakral tidak bertujuan komersial Posted: 29 Jan 2012 06:21 AM PST Denpasar (ANTARA News) - Pengamat kesenian Bali, Wayan Suarjaya, menyatakan bahwa kesenian sakral tidak pernah bertujuan untuk kepentingan bisnis dan komesial. "Oleh sebab itu, sakral dan tidaknya suatu pertunjukkan seni dapat diukur dari beberapa kategori, seperti tarian itu tidak pernah diupah (disewa) untuk suatu pertunjukan hiburan yang bersifat komersial," kata dosen Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar itu, Minggu. Menurut dia, kesenian sakral untuk melengkapi kegiatan ritual umat Hindu di Pulau Dewata harus memenuhi beberapa ketentuan yang diwariskan secara turun temurun. Ketentuan itu antara lain menyangkut upacara keagamaan mulai dari memilih bahan kayu yang akan digunakan memilih hari baik dan penarinya dinilai masih suci atau orang yang belum pernah kawin. Demikian pula waktu pementasan, pelaku seni akan memilih hari yang baik karena tari sakral itu khusus dipersembahkan kehadapan leluhur dan Tuhan Yang Maha Esa pada hari-hari tertentu saat menggelar kegiatan ritual. Kesenian sakral juga dipentaskan khusus untuk kelengkapan kegiatan keagamaan, dengan menggunakan perlengkapan atau peralatan yang khas. "Orang yang menari adalah orang pilihan, baik secara skala melalui pilihan dan persetujuan dari masyarakat pendukung, atau melalui cara mohon petunjuk secara niskala," kata mantan Dirjen Bimas Hindu Departemen Agama. Kesenian sakral yang ada di Bali antara lain tari Pendet, Baris Gede, Rejang, Sangyang, Topeng Dalem Sidakarya, Ketekok Jago, Wayang Lemah, dan Wayang Sapuh Leger. "Tari sakral itu dipentaskan sesuai dengan kegiatan yang digelar, baik tempat suci dalam lingkungan keluarga (merajan) maupun di pura dalam lingkungan desa adat di Bali," kata Wayan Suarjaya. Editor: Ruslan Burhani COPYRIGHT © 2012 Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com Full content generated by Get Full RSS. |
Pameran "Ruang Yang Sama" isyarat spirit kebersamaan Posted: 29 Jan 2012 05:09 AM PST Magelang (ANTARA News) - Pameran seni rupa bertajuk "Ruang Yang Sama" oleh para perupa Komunitas Asia Raya di Museum Haji Widayat, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, mengisyaratkan spirit kesetaraan dan kebersamaan di kalangan mereka, kata kurator Kuss Indarto. "Tampaknya isu ini yang hendak dimunculkan," katanya di Magelang, Minggu. Pameran lukisan, patung, dan instalasi yang berlangsung 29 Januari-12 Februari 2012 itu diikuti 46 perupa berasal dari sejumlah kota seperti Yogyakarta, Magelang, dan Surabaya dibuka oleh kurator Museum Haji Widayat Kota Mungkid, Ibu Kota Kabupaten Magelang, Oei Hong Djien. Indarto yang juga penulis seni rupa itu mengemukakan, mereka yang berpameran itu relatif beragam antara lain menyangkut usia, reputasi, latar belakang, basis kreatif, dan pencapaian estetik. "Memang tidak sangat tajam dan ekstrem keberagaman tersebut. Tapi fakta-fakta bahwa perbedaan itu ada, laik untuk dimunculkan dan ditengarai sebagai bagian dari kekayaan (sosial), bukan untuk diseragamkan dalam satu persepektif," katanya. Pelukis Nasirun pada pameran itu memajang karya berjudul "Kekahan (tebusan)", Damtoz Andreas "Metamorphosis and Fallen Leaves", Wawan Geni "From East Super Hero Series #02", Hatmojo "Belajar Kepada Sang Flamboyan", dan Priyaris Munandar "Jangan Kecil Hati". Pematung berasal dari lereng Gunung Merapi Ismanto menggelar karya patung berjudul "Smile", Joko Supriyono "Persimpangan Hitam", dan Yayas Budiyanto Trisno "Motivator". Direktur Museum Haji Widayat, Fajar Purnomo Sidi, mengatakan, pameran "Ruang Yang Sama" sebagai pertama diselenggarakan pihaknya setelah tujuh tahun terakhir vakum. "Dari aspek usia seniman, tak ada batasan usia yang jelas. Ada yang masih tahap awal kuliah hingga seniman yang telah sepuh, Djoko Pekik (kelahiran 1938), ada ragam reputasi," katanya. Ia membenarkan bahwa pameran itu sebagai "gado-gado" antara lain diikuti nama-nama perupa yang belum tersentuh galeri dan pasar. Namun, katanya, tidak sedikit mereka yang sudah mulai menancapkan nama di kancah seni rupa Indonesia dan bahkan ada beberapa nama yang sudah di level depan orbit seni rupa Tanah Air seperti Nasirun dan Djoko Pekik. Selain itu, katanya, mereka yang berpameran ada yang berlatarbelakang akademis dan otodidak, serta tidak ada pembatasan materi dan medium. Ia menyebut pameran itu suatu kekayaan tersendiri karena menjadi kompetisi sehat setiap seniman. Editor: Ruslan Burhani COPYRIGHT © 2012 Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com Full content generated by Get Full RSS. |
You are subscribed to email updates from ANTARA News - Hiburan To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan