ANTARA - Berita Terkini |
Pemerintah Palestina krisis dana Posted: 03 Jan 2013 06:47 PM PST Ramallah (ANTARA News) - Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Kamis (3/1), mengatakan Pemerintah Otonomi Nasional Palestina (PNA) mengalami krisis keuangan yang parah. "Kami berusaha sekuat mungkin membuat jaring pengaman finansial yang dijanjikan oleh negara Arab dalam pertemuan puncak Baghdad untuk menjadi kenyataan," kata Abbas sebagaimana dikutip oleh kantor berita resmi Palestina, Wafa. Abbas berbicara dalam pertemuan dengan anggota Komite Pelaksana Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) di Ramallah, Tepi Barat Sungai Jordan. Negara Arab menjanjikan jaring pengaman bulanan bernilai 100 juta dolar AS dalam pertemuan tingkat tinggi Arab di Baghdad, Irak, pada Maret, tapi jaring pengaman itu masih belum berfungsi. "Tanpa jaring pengaman, situasi parah dan bahkan bertambah parah," kata Abbas seperti dikutip Xinhua. PNA menghadapi defisit anggaran senilai satu miliar dolar akibat kekurangan bantuan luar negeri dan penahanan uang pajak oleh pemerintah Yahudi. Pemerintah Palestina harus meminjam 100 juta dolar AS dari bank lokal untuk membayar gaji yang tertunggak kepada pegawai pemerintah, yang melancarkan pemogokan di Tepi Barat. Abbas mengatakan kegiatan permukiman Yahudi baru-baru ini di Tepi Barat dan Jerusalem Timur adalah bermusuhan. Ditambahkannya, "Hak dan kewajiban kita lah untuk menghentikan semua kegiatan permukiman ini. Ia juga mendesak pemerintah Israel agar mengupayakan perdamaian demi generasi mendatang. Israel sejauh ini telah mensahkan empat rencana permukiman untuk membangun lebih dari 6.000 rumah di Tepi Barat dan Jerusalem Timur sejak Sidang Majelis Umum PBB meningkatkan status Palestina menjadi negara pengamat non-anggota pada 29 November. Pembicaraan perdamaian langsung antara Palestina dan Israel macet pada September 2010 akibat kegiatan permukiman Israel di wilayah yang didudukinya. (C003) Editor: Aditia Maruli COPYRIGHT © 2013 Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com |
Brahimi: pertemuan Suriah mungkin pekan depan Posted: 03 Jan 2013 06:44 PM PST PBB (ANTARA News) - Utusan internasional Lakhdar Brahimi bisa bertemu dengan Amerika Serikat dan Rusia pekan depan untuk membahas cara-cara mengakhiri perang sipil Suriah, kata Duta Besar Pakistan di PBB, Masood Khan, Kamis. Masood Khan mengatakan kepada wartawan, ia telah berbicara dengan Brahimi pada Rabu dan "ada kontak baru, ada upaya baru" untuk menemukan penyelesaian politik konflik 21-bulan yang telah merenggut sekitar 60.000 jiwa itu. "Kami berharap akan ada pertemuan trilateral pekan depan antara Moskow, Washington dan Mr Brahimi," kata Khan, yang negaranya saat ini memegang jabatan presiden bergilir Dewan Keamanan PBB. "Mari kita berharap untuk beberapa hasil yang konkret," tambahnya. Utusan PBB-Liga Arab terakhir bertemu Wakil Menlu Rusia Mikhail Bogdanov dan Deputi Menteri Luar Negeri AS William Burns di Jenewa pada 9 Desember. Tanpa menentukan tanggal, Khan menambahkan bahwa Brahimi juga akan datang ke New York untuk melaporkannya kepada Dewan Keamanan. Pada Minggu, Brahimi mengatakan ia telah membuat rencana gencatan senjata. "Saya telah membicarakan rencana ini dengan Rusia dan Suriah ... saya pikir usulan ini bisa diterima oleh masyarakat internasional," kata Brahimi pada waktu itu, tanpa mengungkapkan rincian apapun. Ditanya tentang usulan tersebut, Khan mengatakan Brahimi itu "membuat upaya politik yang jujur" dan bahwa ia ingin pemerintah Suriah menjadi salah satu lawan bicara. "`Rencana` adalah kata yang besar tetapi dia ingin satu terobosan diplomatik," kata Khan. Rusia dan China sejauh ini memveto tiga rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB yang berusaha memaksa tangan Presiden Bashar Al-Assad dengan ancaman sanksi. Ditanya tentang upaya Brahimi itu, kata juru bicara PBB Martin Nesirky, utusan "masih tertarik ... untuk melakukan pertemuan lain dengan para pejabat Rusia dan Amerika dan dia berharap bahwa itu akan terjadi dalam bulan ini. " Nesirky menambahkan pertemuan itu kemungkinan akan mencakup Brahimi, Bogdanov dan Burns. Pada Rabu, seorang pejabat tinggi PBB mengatakan bahwa lebih dari 60.000 orang telah tewas di Suriah sejak pemberontakan terhadap rezim Bashar meletus pada Maret 2011. Navi Pillay, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, mengatakan satu analisis lengkap yang dilakukan oleh spesialis data menunjukkan bahwa 59.648 orang telah meninggal sampai akhir November, angka korban yang terus meningkat. Editor: Ella Syafputri COPYRIGHT © 2013 Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com |
You are subscribed to email updates from ANTARA News - Berita Terkini To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan