ANTARA - Mancanegara |
Jenderal Komandan Pemberontak Libya Tewas di Tengah Keberhasilan Posted: 28 Jul 2011 08:20 PM PDT Benghazi, Libya (ANTARA News) - Jenderal Abdel Fatah Younes, seorang mantan pejabat senior rezim Moamer Gaddafi yang membelot untuk memimpin pasukan pemberontak, tewas, kata Dewan Transisi Nasional Kamis di tengah keberhasilan baru pemberontak. "Dengan segala kesedihan, saya memberitahu anda berkaitan dengan meninggalnya Abdel Fatah Younes, komandan tertinggi pasukan pemberontak kami," kata ketua NTC Mustafa Abdel Jalil saat ledakan baru menggetarkan pusat ibukota Tripoli. "Orang yang melakukan pembunuhan ditangkap," kata Abdel Jalil tanpa memerinci. Younes ditembak mati oleh sekelompok orang bersenjata ketika dia dalam perjalanan ke Benghazi setelah dia ditarik kembali dari garis depan untuk menjawab pertanyaan tentang situasi militer, kata Abdel Jalil. Dia mengatakan, tiga hari berduka ditetapkan untuk menghormati Younes. Rumor yang beredar di Benghazi sepanjang Kamis bahwa Younes, yang dikenal sebagai orang nomor dua rezim Gaddafi sebelum pembelotannya pada awal pemberontakan Libya, ditangkap dan dibunuh para pemberontak namun hal tersebut tidak dapat dipastikan oleh AFP. "Saya meminta anda agar menahan diri untuk tidak memperhatikan rumor bahwa pasukan Gaddafi sedang mencoba untuk menyebar di dalam bawahan kami," kata Abdel Jalil kepada para wartawan sesudah pertemuan tertutup yang berlangsung lama dengan para anggota NTC. Beberapa saat sesudah pengumuman tersebut, dua kendaraan yang mengangkut senjata antipesawat terbang dan paling tidak selusin orang bersenjata menembak ke udara di hotel Tibesti, tempat pengumuman dilakukan. Seorang saksi mata mengatakan bahwa mereka kemudian berhasil masuk ke hotel membawa senjata mereka namun pasukan keamanan menenangkan mereka dan meyakinkan mereka agar pergi. "Mereka mengatakan 'Kamu membunuhnya,'" menunjuk NTC, tambahnya. Paling sedikit tiga ledakan keras menggetarkan pusat kota Tripoli Kamis malam, ketika televisi Libya melaporkan bahwa pesawat beterbangan di atas ibukota Libya itu, yang menjadi target serangan udara NATO. Televisi Al-Jamahiriya melaporkan bahwa sejumlah "lokasi sipil" telah dibom oleh NATO Kamis. Para pemberontak Libya merebut dua lokasi dekat perbatasan Tunisia sebelumnya hari itu sebagai bagian dari serangan praRamadhan yang dimaksudkan untuk mendongkel Gaddafi, kata seorang koresponden AFP. Pertama adalah kota Al-Ghazaya, 12 kilometer dari garis depan dan kedua adalah Umm Al-Far, dusun kecil yang dihuni beberatus orang 10 kilometer ke arah timur laut. Serangan terhadap al-Ghazaya mulai sekitar pukul 8:00 pagi (0600 GMT) dalam dua cabang serangan dari timur dan barat yang nampaknya telah mengusir kaum loyalis, karena kota itu telah ditinggalkan ketika mereka masuk. Namun, amunisi ditemukan disimpan di sebuah sekolahan dan bangunan-bangunan umum lain di kota itu. Para pemberontak kemudian bergerak maju ke Umm Al-Far dan membombardirnya, meledakkan sebuah gudang mesiu. Dusun kecil tersebut jatuh sekitar pukul 5:00 petang, dan para pemberontak, kebanyakan berjalan kaki, maju melintasi jalan-jalan untuk menyelamatkan mereka setengah jam kemudian. Perebutan Al-Ghazaya, yang digunakan sebagai basis pasukan Gaddafi untuk menembakkan roket ke sasaran pasukan pemberontak di kota Nalut di dekatnya, menyusul pidato menantang oleh pemimpin Libya bahwa dia siap untuk "berkorban" guna memastikan kemenangan dalam perang saudara. Serangan fajar dari seputar pegunungan merupakan bagian dari ofensif pemberontak yang dimaksudkan untuk menaklukkan Tripoli dan menggulingkan Gaddafi. Serangan-serangan awal telah dimulai Rabu, sebuah sumber militer mengatakan kepada koresponden AFP di Zintan, di kawasan Nalut bagian barat Libya. Sebelum pemberontak merebut kota itu, seorang koresponden AFP melihat lusinan kendaraan angkatan darat ditarik ke luar menghindari tembakan altileri pemberontak dari ketinggian Al-Ghazaya. Pegunungan Nasufa telah menjadi tempat sejumlah pertempuran paling sengit antara pasukan yang setia dan pemberontak. Kedua belah pihak telah bertarung namun menemui jalan buntu lima bulan sesudah pemberontakan rakyat yang dengan cepat berubah menjadi perang saudara. Pemimpin Libya menguasai sebagian besar barat dan kubu Tripolinya, sementara oposisi menguasai timur dari kubu pertahanannya di Benghazi. Gaddafi yang sangat marah mengatakan Rabu malam dia siap "berkorban" untuk mengalahkan para pemberontak sesudah mereka memperingatkan batas waktu baginya untuk lengser dan tinggal di Libya sudah lewat. "Kami tidak takut. Kami akan mengalahkan mereka," kata Gadaffi dalam pesan suaranya, menunjuk pada sekutu NATO dan para pemberontak. "Kami akan membayar dengan nyawa kami, wanita dan anak-anak kami. Kami siap mengorbankan (diri kami sendiri) untuk mengalahkan musuh," tambahnya dalam pesannya kepada kaum loyalis di kota Zaltan, juga dekat dengan perbatasan Tunisia. Pesan Gaddafi muncul sesudah ketua NTC mengatakan di Benghazi bahwa sebuah tawaran yang mereka ajukan melalui PBB bahwa akan mengizinkan orang kuat itu tetap tinggal di Libya jika dia lengser sudah lewat. Sementara, Inggris memberi dorongan besar kepada para pemberontak dengan mengundang mereka untuk mengambilalih kedubes Libya di London, yang dikecam rezim Gaddafi, sementara Washington mengatakan pihaknya sedang memeriksa sebuah permintaan oleh para pemberontak agar mengakui mereka. (ANT/K004) Editor: B Kunto Wibisono COPYRIGHT © 2011 Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by Used Car Search. |
Mantan Presiden Ben Ali Divonis 16 Tahun Posted: 28 Jul 2011 05:56 PM PDT Tunis (ANTARA News/Reuters) - Pengadilan Tunisia menghukum Presiden Zein al-Abidine Ben Ali, yang digulingkan, dan anaknya masing-masing 16 tahun penjara, Kamis, atas tuduhan korupsi dan membantu mengobarkan revolusi yang tersebar di seluruh dunia Arab. Pengadilan juga memerintahkan Ben Ali dan pengusaha terkemuka Sakher al-Materi, yang diadili secara in absentia, untuk membayar denda masing-masing 97 juta dinar (70.650.000 dolar AS). Pengadilan juga menghukum Nisrine putri Ben Ali, yang menikah dengan Materi, sampai delapan tahun penjara secara in absentia dan memerintahkan dia untuk membayar 50 juta dinar. Ben Ali digulingkan pada Januari, setelah berpekan-pekan protes yang terinspirasi gelombang pemberontakan "Arab Spring", yang tersebar di seluruh Timur Tengah dan Afrika Utara tahun ini. Dia melarikan diri dengan anggota keluarga dekatnya ke Arab Saudi, tempat dia sekarang di pengasingan, setelah 23 tahun berkuasa. Persidangan Kamis adalah ketiga terhadap Ben Ali, yang menolak untuk hadir. Ben Ali dan istrinya, Leila Trabelsi, masing-masing dihukum 35 tahun penjara bulan lalu, setelah dinyatakan bersalah karena pencurian dan kepemilikan ilegal sejumlah perhiasan dan uang tunai dalam jumlah besar. Pengadilan kedua menyatakan Ben Ali bersalah memiliki obat-obatan dan berbagai senjata. Pemberontakan Tunisia memberikan semangat kepada jutaan orang di seluruh dunia Arab, yang juga menderita pengangguran yang tinggi, kenaikan harga-harga, tindakan represif pemerintah dan korupsi merajalela. Kasusnya kini sedang diawasi dengan ketat di Mesir, tempat mantan Presiden Hosni Mubarak juga menghadapi pengadilan atas pembunuhan para pengunjuk rasa yang menumbangkan dia setelah 30 tahun berkuasa. Editor: Ella Syafputri COPYRIGHT © 2011 Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by Used Car Search. |
You are subscribed to email updates from ANTARA News - Internasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan