Khamis, 25 Oktober 2012

Republika Online

Republika Online


Aher: Pengrusakan Masjid Ahmadiyah Anomali Kehidupan

Posted: 25 Oct 2012 11:21 PM PDT

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Puluhan orang yang berasal dari Front Pembela Islam (FPI) merusak Masjid An Nasir milik jamaah ahmadiyah di Astana Anyar, Kota Bandung, Jumat (26/10) dini hari. Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menilai masih adanya pengrusakan terhadap masjid Ahmadiyah, merupakan anomali kehidupan 

Padahal, lanjut dia, pihaknya telah menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pelarangan Aktivitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Jawa Barat pada Maret 2011. "Ya anomali-anomali kehidupan itu kan sering kali muncul di dalam kehidupan kita," kata dia, di Bandung, Jumat (26/10).

Ketika ditanyakan apakah perlu dilakukan evaluasi terhadap Pergub Nomor 12 Tahun 2011 dengan adanya tindak pengrusakan masjid Ahmadiyah di Astana Anyar tersebut, Heryawan berpendapat hal tersebut tidak perlu dilakukan.

"Sebelum pergub ini ada, tiap bulan kejadian seperti ini, ya kan. Setelah pergub, ya jarang banget, itu pun kejadiannya tidak besar dan kemudian jangan dibesar-besarkan sama media atau siapapun. Coba bayangkan, sebelum pergub tiap minggu tiap bulan terjadi. Setelah pergub enam bulan, setahun dua kali terjadi, bagusan mana sih, masa harus dievaluasi," beber dia.

Pihaknya menegaskan, atas kejadian dini hari tersebut tidak perlu ada evaluasi namun penegakkan hukum harus ada. "Ya tidak perlu ada kalimat evaluasi, yang ada adalah penegakan hukum," ujar Heryawan.

Ini Pasal Krusial RUU Kamnas Versi PDIP

Posted: 25 Oct 2012 11:12 PM PDT

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PDI Perjuangan tetap menolak draft Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas) yang sudah direvisi pemerintah. Pasalnya, partai berlambang kepala Banteng dengan moncong putih itu menganggap dalam draft yang sudah diubah masih banyak pasal yang berbahaya.

"Setelah saya baca ada beberapa pasal krusial,"ujar Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Tubagus Hasanuddin, Jumat (26/10). 

Beberapa pasal tersebut di antaranya, Pasal 14 ayat 1 yang mengatur soal darurat militer. Disebutkan 'Status darurat militer diperlakukan bila ada kerusuhan sosial.' Bagi dia, darurat militer dilakukan jika ada pemberontakan bersenjata atau ada serangan militer dari luar.

"Untuk kerusuhan sosial yang sifatnya rendah tidak perlu diberlakukan darurat militer, darurat sipil. Kalau darurat sipil, TNI tidak bisa masuk. Tapi kalau darurat militer sepenuhnya bisa diambil oleh TNI," tambahnya.

Kemudian Pasal 17 ayat 4 yang berisi soal ancaman potensial dan aktual ditentukan dan diatur dengan peraturan pemerintah. Ini artinya presiden boleh membuat skenario siapa saja yang dianggap menjadi ancaman.

"Misalnya, kalau ada mogok bisa dikeluarkan Perpres kalau ini ancaman dan dengan segala kekuatannya ini bisa dikerahkan pasukan," kata dia.

Selanjutnya, Pasal 22 ayat 1 masih tetap menggunakan Badan Intelijen Negara (BIN) dalam penyelenggaraan Keamanan Nasional. Sedangkan, Pasal 27 ayat 1 mengatur bagaimana Panglima TNI bisa menetapkan dan melaksanakan kebijakan operasional dan strategi militer berdasarkan kebijakan dan strategi penyelenggaraan keamanan nasional.

"Mestinya panglima TNI menyelenggarakan kebijakan operasi dan strategi militer menurut fungsi TNI saja, tidak harus mengikuti kebijakan Dewan Keamanan Nasional," jelas TB Hasanuddin.

Sementara Pasal 27 ayat 2 mengatakan, tugas Polri berdasarkan fungsi kepolisian. Artinya polisi itu sesuai fungsi-fungsinya saja, sehingga ada keleluasaan TNI berdasarkan perintah dari Dewan Keamanan Nasional.

Pasal 30 menyebut presiden dapat mengerahkan unsur TNI untuk menanggulangi ancaman bersenjata dalam keadaan tertib sipil. "Ini juga menjadi wacana yang debatable," terang Hasanuddin.

Hasanuddin menambahkan, Pasal 32 ayat 2 mengatur pelibatan masyarakat dalam mengatasi ancaman lewat komponen cadangan. Pasal 48 ayat 1 C menyebut komando operasional di wilayah provinsi ditangani panglima atau komandan terpadu. Pasal 48 1 ayat d, untuk di tingkat kabupaten, ditangani komandan batalion atau komandan kodim.

Untuk itu, dengan masih adanya pasal-pasal tersebut, PDIP kata TB Hasanuddin jelas akan menolak draf perbaikan Pemerintah dan meminta Pansus untuk mengembalikannya. "Kami tegas menolak RUU Kamnas,"ungkap Politisi PDIP ini. 

Tiada ulasan:

Catat Ulasan