Khamis, 25 Oktober 2012

ANTARA - Peristiwa

ANTARA - Peristiwa


KBRI di Kuala Lumpur pertanyakan SOP polisi Malaysia

Posted: 25 Oct 2012 06:40 AM PDT

KBRI di Kuala Lumpur, Malaysia. (ANTARA News/Ferly)

... 298 orang ditembak mati polisi Malaysia selama lima tahun terakhir yang sebagian besar dari korban itu WNI. ... "

Berita Terkait

Kuala Lumpur (ANTARA News) - Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur, Malaysia, mempertanyakan prosedur operasi standar (SOP) Polis Diraja Malaysia dalam menangani pelaku kejahatan. Pasalnya, lima tahun terakhir 298 orang diduga penjahat telah ditembak mati polisi Malaysia.

"Kami akan minta klarifikasi SOP itu," kata Kepala Bidang Penerangan, Sosial, Budaya KBRI di Kuala Lumpur, Suryana Sastradiredja, di Kuala Lumpur, Kamis.

Media massa setempat menyebutkan 298 orang ditembak mati polisi Malaysia selama lima tahun terakhir yang sebagian besar dari korban itu WNI. 

Terakhir pada September 2012, pihak kepolisian Malaysia menembak mati WNI asal Batam, Kepulauan Riau, dan seorang asal Madura, Jawa Timur.
Polisi Malaysia mengklaim para korban ditembak karena dipergoki akan merampok, bahkan penembakan itu dilakukan dengan alasan mereka menembaki polisi sebelum tewas.
Malaysia memiliki Internal Security Act yang juga menyentuh kebebasan berekspresi dan pemberitaan media massa negara kerajaan itu.

Berdasar catatan polisi seperti dikutip dari The Star Online, Rabu (24/10), sebanyak 296 laki-laki dan dua perempuan berusia antara 16 hingga 60 tahun ditembak polisi sejak 2007 hingga Agustus 2012. 13 di antaranya berusia di bawah 20 tahun.

Dari jumlah tersebut, 134 orang merupakan warga Malaysia, 151 WNI, lima warga Vietnam, tiga warga Myanmar, dua warga Thailand, satu warga Nigeria, satu warga Liberia, dan satu lagi tidak diketahui kewarganegaraannya.

Menyambung soal tembak mati tersebut, kata Sastradiredja, KBRI di Kuala Lumpur juga akan meminta klarifikasi mengenai data WNI yang tertembak mati itu; mulai nama, kapan dan dimana penembakan terjadi, hingga bila masa penguburan korban tewas tersebut.

"Semua itu kami akan mintai klarifikasinya," tegas dia.

(N004/R010)

Editor: Ade Marboen

COPYRIGHT © 2012

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Komentar Pembaca

Kirim Komentar

Mendagri larang mantan terpidana menjabat

Posted: 25 Oct 2012 05:44 AM PDT

Mendagri Gamawan Fauzi. (FOTO ANTARA/Fanny Octavianus)

Berita Terkait

Jakarta (ANTARA News) - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menyatakan telah menerbitkan Surat Edaran yang melarang pengangkatan mantan terpidana menjadi pejabat Pemerintahan Daerah.

Hal itu, menurut Mendagri, merupakan salah satu tindak lanjut terkait kasus pengangkatan mantan terpidana korupsi Azirwan menjadi Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau yang pada akhirnya mengundurkan diri.

"Untuk saat ini kita terbitkan surat edaran untuk larangan bagi mantan terpidana diangkat menjadi pejabat," katanya usai sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden di Jakarta, Kamis.

Pihaknya juga tengah mengkaji untuk merevisi aturan PP no 53/2010 tentang Disiplin Kepegawaian. "Ya kita akan mengkajinya," katanya.

Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Azwar Abubakar juga menyatakan siap untuk mengkaji revisi PP no 53/2010 tersebut dengan mempertegas sanksi disiplin pegawai negeri.

"Kita akan atur untuk itu. Tapi belum kita bicarakan," katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Azirwan, mantan terpidana korupsi kasus alih fungsi hutan lindung di Pulau Bintan sempat diangkat menjadi Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau, namun akhirnya mundur.

Pengangkatan Azirwan-- yang divonis hukuman penjara dua tahun dan enam bulan---tersebut menimbulkan kontroversi, namun secara undang-undang dinilai tidak menyalahi.

Mendagri sendiri tidak bisa mengoreksi hal itu karena hal itu merupakan kewenangan Gubernur. Apalagi Berdasarkan UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, pengangkatan tersebut dimungkinkan sebab masa hukuman yang dijalani di bawah empat tahun. Sedangkan PNS diberhentikan bila menjalani hukuman empat tahun lebih.

Untuk itu, menurut Mendagri, diperlukan terobosan agar tidak hanya mempertimbangkan aturan perundang-undangan tetapi juga etika.

(M041)

Editor: Suryanto

COPYRIGHT © 2012

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Komentar Pembaca

Kirim Komentar

Tiada ulasan:

Catat Ulasan