Jumaat, 29 Julai 2011

Republika Online

Republika Online


Ancaman Hepatitis Kian Mencemaskan, Tapi Masyarakat dan Pemerintah Masih Abai

Posted: 29 Jul 2011 01:30 AM PDT

REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA - Sekelompok ahli terkemuka dalam bidang kesehatan di Asia Pasifik mendesak pemerintah dan masyarakat agar lebih sadar dampak hepatitis yang dapat menghancurkan kehidupan manusia. Virus hepatitis terutama hepatitis B dan C, mempengaruhi satu dari 12 orang di seluruh dunia atau dapat mempengaruhi kehidupan sekitar satu juta orang setiap tahun. Asia Pasifik merupakan daerah dengan tingkat penderita virus hepatitis paling banyak di seluruh dunia.

"Para ahli itu terdiri dari Koalisi Pemberantasan Virus Hepatitis (CEVHAP) di Asia Pasifik dan dibentuk berdasarkan Resolusi Majelis Kesehatan Dunia terhadap Virus Hepatitis (WHA63.R18) pada 21 Mei 2010," kata Pakar Penyakit Hati Fakultas UI dan RSCM, Prof dr Ali Sulaiman, di Jakarta, Jumat. Koalisi tersebut dibentuk guna mengatasi kurangnya kesadaran dan kemauan politik dalam mengatasi masalah dengan virus hepatitis.

"Masyarakat cenderung tidak mencari perhatian medis atau menjalani pengobatan, hal ini masih sering ditemukan di negara yang biaya pengobatannya masih ditanggung pemerintah," ujar dia.
Dijelaskannya, penyakit hepatitis telah dinyatakan oleh menteri kesehatan sebagai salah satu prioritas masalah kesehatan di Indonesia, namun tingkat kesadaran masyarakat kita sangat kurang apabila dibandingkan HIV/AIDS dan malaria.

Pada kesempatan yang sama Prof DS Chen, Guru Besar dan Ketua FK Universitas Nasional Taiwan dan salah satu pendiri CEVHAP mengatakan mengingat hepatitis kronis adalah penyakit yang tidak menunjukkan gejala-gejala tertentu (silent disease), maka penting adanya usaha meningkatkan kesadaran masyarakat dan perhatian pemerintah.

"Dengan dibentuknya CEVHAP ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran pencegahan dan mendorong terbukanya akses deteksi dini dan pengobatan yang lebih luas di Indonesia," kata dia.
Sementara itu, Kepala Divisi Laboratorium Referensi Penyakit Infeksi Victoria di Melbourne dan salah satu pendiri CEVHAP, Prof. Stephen Locarnini mengatakan, setiap tahun jumlah orang yang terinfeksi dan meninggal karena virus hepatitis kronis sama dengan jumlah setiap penderita HIV/AIDS, tuberkulosis dan malaria.

Menurut dia, penyebaran hepatitis B akan terus meningkat kecuali ada intervensi kebijakan pemerintah yang efektif di seluruh wilayah terutama daerah yang rawan hepatitis.

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by Used Car Search.

Ini Dia Pilihan Gaya Hidup Alternatif di Amerika; Mencari Makan dari Sampah

Posted: 29 Jul 2011 12:24 AM PDT

REPUBLIKA.CO.ID,

Sekelompok warga New York memilih untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari dari makanan yang ditemukan di tempat sampah. Kebanyakan anggota tidak masuk golongan warga miskin karena mereka punya pekerjaan dan penghasilan yang menunjang

Alicia Wood dan Isabelle Reanecke adalah dua gadis muda asal Ausralia. Isabele memakai baju merah muda dengan detail pleats yang cocok untuk dipakai ke jamuan makan malam atau ke bar bersama teman. Di tangan mereka terlihat beberapa kantong plastik supermarket yang tidak lagi mulus dan terisi barang ringan. 

Dengan langkah pasti mereka mendekati tumpukan kantong plastik sampah hitam di trotoar dan mulai membungkuk membuka ikatannya. Mereka tidak sendiri, sekelompok orang muda yang ternyata berjalan bersama mereka juga ikut dengan serius mengerumuni dan menggerayangi tumpukan sampah tadi. 

Ternyata mereka mengikuti tur sampah atau yang lebih dikenal dengan istilah dumpster diving. Saat ditanya, Alicia berkata, "Kami tahu tentang gaya hidup ini lewat acara Oprah dan tidak mau ketinggalan kesempatan bagus ikut kegiatan yang tidak ada di kota kami di Australia."

Dumpster diving diterjemahkan langsung sebagai Menyelam Bak Sampah. Kegiatan ini dilakukan oleh sekelompok warga New York secara rutin untuk protes terhadap sistem yanag mendukung keserakahan perusahaan besar. 

Janet, salah satu pengelola kegiatan dumpster diving berkata,""Kita tidak melakukan ini bukan hanya karena makanan ini gratis tapi untuk menyatakan protes atas pemborosan yang dilakukan oleh perusahaan besar seperti supermarket ini. Kami juga mempertanyakan sistem yang ada di mana banyak makanan yang masih bisa dimakan tapi dibuang sementara banyak sekali orang miskin dan tidak punya makanan, bahkan di kota besar ini."

Janet mempraktekkan gaya hidup Freegan sejak enam tahun lalu dan salah satu pendiri kelompok "Dumpster Diving" di New York ini. Dimulai tahun 2003 dengan enam orang, sekarang anggota kelompok ini sudah lebih dari 1.000 orang. Kebanyakan anggota tidak masuk golongan warga miskin karena mereka punya pekerjaan dan penghasilan yang menunjang. 

Mereka bertemu setiap dua minggu sekali untuk menyelamatkan makanan bersama dan mengajarkan cara dumpster diving yang benar, walau tidak jarang anggota berkeliling secara pribadi. Tur kali ini dimulai pukul 21.30 dan diikuti oleh sekitar 30 orang dengan kisaran usia dari awal 20-an sampai 40-an. Selain mereka yang sudah punya pengalaman bertahun-tahun, ada yang baru pertama kali datang atau yang hanya penasaran ingin melihat.

Pemberhentian pertama mereka adalah toko roti franchise asal Prancis "Le Pain Quotidian." Toko terlihat gelap dan tutup, tapi rombongan tidak peduli dan lebih tertarik pada tumpukan plastik sampah hitam di trotoar di depan toko. Sebelum mulai, Janet memberikan pesan untuk membuka plastik dari ikatannya agar bisa diikat kembali setelah mereka selesai. 

Rombongan berjongkok mengerumuni tumpukan sampah mencari roti dan makanan yang masih bisa dimakan. Roti ini berada dalam kantong sampah khusus tidak dicampur dengan sampah lain. Ini membuat roti relatif bersih dan aman untuk dikonsumsi.

Selain toko roti dan bagel, rombongan juga mengorek sampah di depan beberapa supermarket dan menemukan banyak sayur dan buah segar yang tidak bisa lagi dijual toko namun masih bisa dimakan. Mangga, apel, paprika, kentang dan brokoli adalah beberapa di antara makanan segar yang dibuang oleh supermarket karena sudah terlalu matang atau agak kehitaman. Janet, Cindy dan rombongan dengan semangat menyelamatkan makanan segar yang masih bisa diolah menjadi makanan sehat bergizi ini.

Sundance Wen, seorang pelajar di New York, ikut rombongan dengan sepeda dan mendengar tentang kegiatan ini secara tidak sengaja, "Memang agak aneh mengais sampah, tapi justru itu yang menandakan adanya kesalahan dalam sistem di AS. Kegiatan ini juga menentang norma sosial dan saya ingin ikut supaya bisa dapat pencerahan tentang cara kerja masyarakat." Selain ingin belajar, Sundance juga mengaku ini bisa membantunya berhemat.

Baik untuk protes, belajar dan berhemat, malam ini saja setidaknya anggota rombongan yang berkeliling ke sekitar enam toko selama dua jam ini mendapat banyak makanan gratis. Alicia dan Isabelle contohnya, membawa pulang sarapan pagi mereka dari tur ini yang berupa roti, danish, pisang dan keju. 

Makanan ini akan lenyap besok pagi tapi mereka punya oleh-oleh abadi yang bisa dibagikan dengan teman-teman di negeri kangguru, tentunya jika mereka tidak malu bercerita tentang pengalaman seru seputar tempat sampah di New York.

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by Used Car Search.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan