Rabu, 24 Oktober 2012

Sindikasi news.okezone.com

Sindikasi news.okezone.com


DPR Sesalkan Sikap Acuh SBY Soal Kasus Penghilangan Orang

Posted: 24 Oct 2012 12:35 AM PDT

JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah mengabaikan rekomendasi dari DPR RI terkait penanganan kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa pada tahun 1997/1998 silam. Oleh karena itu, kali ini keluarga korban beserta beberapa aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) meminta DPR untuk kembali mengingatkan pemerintah agar segera mengusut kasus tersebut.

Menanggapi hal itu, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Efendi Simbolon menyesalkan sikap acuh yang ditunjukan oleh Presiden SBY. Padahal, rekomendasi untuk melakukan pengusutan itu dilakukan sejak tiga tahun lalu.

"Tiga tahun memang waktu sangat lama untuk kita menanti. Ini masih masuk dalam hot isu dalam pembicaraan intdernasional termasuk di PBB," kata Efendi saat mengisi diskusi di DPR, Jakarta, Rabu (24/10/2012).

Bahkan menurut Effendi, pemerintah secara sengaja berusaha untuk menghilangkan kasus tersebut, sama seperti kasus pelanggaran HAM dalam peristiwa Trisakti dan Semanggi II dimana bukti-bukti dihilangkan sehingga penegak hukum tidak memiliki bahan untuk mengusut kasus tersebut.

"Proses masuknya berkas ini ke DPR juga saya merasakan bahwa mereka ingin menghilangkan juga. Karena itu preseden di Trisakti dan Semanggi II mereka bisa menghilangkan itu. Sehingga Kejagung tidak bisa menindaklanjuti," ungkapnya.

Yang menjadi pertanyaan, sambung Efendi, adalah sikap Presiden SBY yang tidak tegas dalam melakukan pengusutan kasus tersebut. Berbeda dengan saat Presiden SBY turun tangan secara langsung untuk menyikapi permasalahan politik nasional lainnya.

"Kenapa Pak SBY tidak mau menyentuh ini. Kenapa tidak mau merespon seperti masalah KPK Polri, atau Nazarudin misalnya. Ternyata Nazarudin dijemput malah untuk diselamatkan. Karena seperti bisa diatur BAP-nya Nazarudin. Memang sarat dengan intervensi," ujarnya.

Sementara itu, muncul wacana dari berbagai pihak agar DPR mengajukan hak interpelasi ke presiden terkait hal tersebut. Efendi sendiri mengaku siap untuk mengajukan hak interpelasi, selama hal itu memang merupakan keinginan dari masyarakat luas, termasuk korban HAM.

"Kalau interpelasi monggo. Saya juga heran, kenapa presiden tidak pernah mau memberikan pernyataanya khusus kasus ini. Apa ada kaitan dengan beliau. Kemarin dalam seleksi Komnas HAM, ini juga tidak termasuk dalam hal yang ditanyakan," tandasnya.

Seperti diketahui, pada 30 September 2009, DPR telah mengirimkan surat resmi ke Presiden SBY perihal rekomendasi Pansus DPR terkait penculikan dan penghilangan orang secara paksa periode 1997/1998.

Empat rekomendasi tersebut adalah meminta pemerintah untuk membentuk pengadilan HAM Ad Hoc, melakukan pencarian terhadap 13 korban yang hilang, merehabilitasi dan memberikan kompensasi kepada keluarga korban, serta meratifikasi konvensi perlindungan semua orang dari penghilangan paksa.
(ydh)

Pemerintah Optimal Beri Pendampingan Hukum TKI Terpidana Mati

Posted: 24 Oct 2012 12:24 AM PDT

JAKARTA - Pemerintah memastikan telah melakukan pembelaan dan pendampingan hukum kepada dua orang TKI yang terancam hukuman mati di Malaysia. Pendampingan hukum itu terus dilakukan melalui pengacara khusus sampai tingkat kasasi untuk membebaskan kedua TKI tersebut.

"Pemerintah memberikan pendampingan dan pembelaan hukum secara maksimal kepada semua TKI yang terlibat dengan masalah hukum di negara-negara penempatan. Apalagi TKI yang terancam hukuman mati, Pasti kita bela," kata Kepala Pusat Humas Kemnakertrans Suhartono dalam keterangan pers di Kantor Kemnakertrans di Jakarta pada Rabu (24/10/2012).

Suhartono mengatakan selama ini pemerintah telah mengambil langkah-langkah pendampingan dan perlindungan terhadap kasus hukum yang mengakibatkan Frans Hiu dan Dharry Frully Hiu terancam hukuman mati.

Frans Hiu, 22 tahun, dan Dharry Hiu, 20 tahun, dua WNI asal Pontianak, Kalimantan Barat, divonis hukuman gantung sampai mati oleh Mahkamah Tinggi Shah Alam, Selangor. Keduanya didakwa membunuh Kharti Raja, warga Negara Malaysia beretnis India pada 3 Desember 2010 lalu. Hakim tunggal Nur Cahaya Rashad mengabulkan dakwaan jaksa penuntut umum Zainal Azwar. Mereka dijerat Pasal 302 Undang-Undang Pidana Malaysia dengan hukuman maksimal gantung sampai mati.

"Pihak Kemnakertrans terus berkoordinasi dengan Perwakilan RI di Malaysia dan BNP2TKI untuk memastikan perlindungan hukum terus dilakukan sampai tahap kasasi.sebagai upaya membebaskan 2 orang TKI kita di Malaysia," kata Suhartono.

"Pemerintah mengupayakan semaksimal mungkin pemdampingan dan pemberian bantuan hukum. Kita telah siapkan satu pengacara khusus untuk setiap kasus WNI yang teramcam hukuman mati," kata Suhartono.

Frans Hiu dan Dharry Frully Hiu merupakan kakak beradik yang bekerja di sebuah kedai. Mereka sudah lama merantau di Mall dan saat itu bekerja menjaga kedai video game. Kedua TKI tersebut menggunakan visa pelancong untuk bekerja di Malaysia, sehingga termasuk kategori TKI non prosedural.

Suhartono menambahkan pada prinsipnya pemerintah tetap berkewajiban untuk melindungi semua TKI, baik itu TKI  yang procedural maupun non procedural, apabila terlibat dalam kasus hukum di negara penempatan.

"Semua warga negera Indonesia, termasuk TKI yang prosedural maupun non procedural  yang berada di negara-negara penempatan pasti mendapatkan perlindungan optimal dari pemerintah. Apalagi kasusnya ini membela diri," kata Suhartono. (adv)

(ahm)

Tiada ulasan:

Catat Ulasan