Rabu, 13 Julai 2011

ANTARA - Peristiwa

ANTARA - Peristiwa


Anas: Biarkan DPR dan Polisi Bekerja Profesional

Posted: 13 Jul 2011 06:41 AM PDT

Anas Urbaningrum (FOTO.ANTARA)

Berita Terkait

Surabaya (ANTARA News) - Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum meminta semua pihak memberikan kesempatan kepada DPR dan Kepolisian untuk bekerja profesional dalam mengungkap pemalsuan surat putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Sampai saat ini proses sedang berjalan, baik di Panitia Kerja DPR maupun Mabes Polri. Biarkan mereka bekerja profesional dan kita menunggu hasil perkembangannya lebih lanjut," ujarnya kepada wartawan yang menemui pasca-dialog Otonomi Awards 2011 di Surabaya, Rabu.

Kasus tersebut sedang ditangani serius oleh Komisi II DPR RI dengan Panja Mafia Pemilu. Selain itu, proses hukumnya juga sedang ditangani aparat kepolisian.

Anas menjelaskan, hingga kini belum ada hasil atau kesimpulan apapun dari kedua lembaga tersebut, karena itu semua pihak sebaiknya tidak membuat kesimpulan sendiri dan berharap menunggu hasil penanganan aparat.

"Sekarang belum ada status apa-apa kedua lembaga itu dan belum memiliki kesimpulan resmi, maka ya harus ditunggu dulu," papar mantan Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) tersebut.

Kasus dugaan pemalsuan dokumen MK sampai saat ini terus bergulir. Ketua MK Mahfud MD melaporkan dugaan pemalsuan dokumen negara tersebut terkait yang diduga melibatkan mantan anggota KPU Pusat, Andi Nurpati pada Pemilu 2009.

Perkembangannya, polisi telah menetapkan satu tersangka dugaan pemalsuan dokumen negara, yakni juru panggil MK, Mansyuri Hasan.

Tidak hanya itu saja, Penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri juga telah memeriksa Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Bambang Eka Cahya Widodo terkait kasus ini.

Dalam kesempatan tersebut, penyidik meminta keterangan terkait siapa yang membacakan dan apa isi surat MK yang diduga palsu tersebut.

Selain itu, Bambang juga dimintai keterangan seputar apa tindakan yang dilakukan Bawaslu saat ditemukan surat palsu MK tersebut.

Namun, Bambang menuturkan saat itu, pihaknya belum mengetahui surat keputusan dari MK adalah diduga palsu.(*)

(ANT-165/E011)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

APPI Dukung Uji Materi UU Penyiaran

Posted: 13 Jul 2011 06:37 AM PDT

Jakarta (ANTARA News) - Aliansi Pemerhati Parlemen Indonesia (APPI) mendukung rencana uji materi (judicial review) terhadap UU No 22 Tahun 2002 tentang Penyiaran ke Mahkamah Konstitusi karena adanya benturan pemahaman antara UU tersebut dengan UU tentang pasar Modal.

Uji materi ini, kata Direktur Eksekutif APPI Mustaqim Abdul Manan di Jakarta, Rabu, dilakukan karena UU Penyiaran sengaja dibenturkan dengan UU tentang Pasar Modal oleh Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) beserta Kementerian Kominfo dalam kasus akuisisi Indosiar oleh PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK), yang juga memiliki SCTV dan O Channel.

"Rencana uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) ini harus didukung, karena telah terjadi benturan antara UU Penyiaran yang adalah lex specialis dengan UU Pasar Modal. Uji materi ini sebenarnya tidak perlu dilakukan kalau saja Menkominfo dan Ketua Bapepam-LK tidak sengaja melanggar UU," ujarnya.

Anggota Komisi I DPR Effendy Choirie juga menyatakan dukungannya atas langkah sekelompok masyarakat melakukan

uji materi UU Penyiaran. "Ini supaya Presiden tahu bahwa bawahannya suka bermain-main dengan UU untuk kepentingan diri dan kelompoknya," katanya.

Sebelumnya Wakil Ketua MK Achmad Sodiki mengatakan bahwa siapa pun pihak-pihak yang merasa dirugikan terkait akuisisi tersebut bisa melakukan gugatan. Akuisisi ini, katanya, merupakan pemusatan industri yang mengindikasikan adanya persaingan usaha.

Mahkamah Konstitusi juga memberi perhatian khusus pada proses akuisisi lembaga penyiaran, seperti yang dilakukan PT EMTK atas Indosiar dan akuisisi ini terjadi akibat pemerintah gagal menegakkan UU Penyiaran, yakni membiarkan PT EMTK memiliki 3 frekwensi, yakni SCTV, O Channel dan Indosiar di satu provinsi, DKI Jakarta.

UU Penyiaran melarang terjadinya pemusatan kepemilikan frekwensi. UU itu mengatur bahwa sebuah badan hukum hanya boleh memiliki satu frekwensi di satu provinsi atau setidaknya dua frekuensi di provinsi yang berbeda.(*)
(T.D011/Z002)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan