Isnin, 1 Oktober 2012

Sindikasi welcomepage.okezone.com

Sindikasi welcomepage.okezone.com


Komisi X: Penggantian IPA&IPS Demi Kebaikan Siswa

Posted: 01 Oct 2012 12:26 AM PDT

JAKARTA - Anggota Komisi X Rohmani mengaku telah mengetahui kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk mengganti pendidikan IPA dan IPS di tingkat sekolah dasar. Dia menilai, penggantian kedua mata pelajaran ini demi kebaikan para siswa di tingkat SD tersebut.

"Saya tangkap, penghapusan pelajaran IPA - IPS di tataran SD berangkat dari prasangka baik. Hal ini dilakukan untuk memudahkan siswa karena bobot akademik akan lebih sedikit. Dugaan baik saya agar lebih praktis bagi para pelajar," ujar Rohmani ketika berbincang kepada Okezone melalui telepon, Senin (1/10/2012).

Menurut Rohmani, beberapa materi dalam pendidikan IPA dan IPS di tingkat SD dirasa kurang sesuai dengan kapasitas pelajar di tingkat tersebut. "Karena citra pelajaran IPA-IPS begitu sulit. Contoh yang saya ketahui, siswa SD kelas lima sudah belajar mengenai Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut saya, mereka belum pantas mempelajari hal itu," tuturnya.

Meski diganti atau dihilangkan, Rohmani mengimbau agar nilai-nilai yang terkandung dalam kedua mata pelajaran tersebut tidak hilang begitu saja. "Apabila sudah dihapuskan tidak boleh hilang pemupukan kecintaan kepada para pelajar terhadap pelajaran sosial seperti menaati peraturan, bersikap menggunakan etika, dan sopan satun. Itu yang perlu ditanamkan oleh anak setingkat SD. Demikian pula tidak boleh hilang nilai sainsnya," tukasnya.

Dia menyebut, dalam membentuk atau mengganti kurikulum, Kemendikbud dapat berdiskusi dengan DPR sehingga keputusan yang diambil tidak cenderung sepihak. "Di DPR, tepatnya Komisi X, ada yang namanya panja kurikulum. Saya harapkan mereka tidak terburu- buru dalam mengkaji hal ini. Lagipula hal ini belum kita rapatkan secara menyeluruh bersama kementerian," imbuh Rohmani.(rfa)

Selain Penghilangan Penuntutan, DPR Juga Persulit Penyadapan KPK

Posted: 01 Oct 2012 12:26 AM PDT

JAKARTA - DPR tidak hanya mengurangi wewenang penuntutan KPK pada draf revisi UU nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan tindak pidana Korupsi (KPK). Namun, Komisi III DPR juga berniat mempersulit wewenang penyadapan.

Wewenang KPK melakukan penyadapan ditegaskan pada Pasal 12 draf RUU, ayat a. Namun, DPR menambahkan satu pasal baru yakni Pasal 12A, yang berisi persyaratan penyadapan. Persyaratan itu, yakni harus memenuhi bukti permulaan yang cukup, dilaksanakan oleh penyidik KPK, dan mendapat persetujuan pimpinan KPK.

Bahkan, ayat 2 dalam pasal itu menyebutkan bahwa untuk menyadap, pimpinan KPK meminta izin tertulis dari ketua pengadilan negeri. Ayat 3 menyatakan, bahwa dalam keadaan mendesak, penyadapan dapat dilakukan sebelum mendapat izin tertulis dari ketua pengadilan negeri.

Pada ayat 4 ditegaskan bahwa pimpinan KPK harus meminta izin tertulis dari ketua pengadilan dalam waktu paling lama 1x24 jam setelah dimulainya penyadapan. Pasal itu juga mengatur bahwa lama penyadapan tidak boleh lebih dari tiga bulan.Tapi, penyadapan bisa diperpanjang satu kali dengan ijin kembali. Pasal itu, berlanjut dengan total 11 ayat.

Berdasarkan kajian Badan Legislasi (Baleg) DPR, pasal 12 A itu, bila diterapkan, akan membuka peluang terjadinya kebocoran informasi dari pihak KPK melalui pihak Ketua Pengadilan Negeri.

Semakin panjang birokrasi penyadapan, maka dikhawatirkan akan memperlama proses penyadapan tersebut sehingga kemungkinan data atau bukti yang hilang akan semakin besar. Baleg juga menilai dapat terjadi conflict of interest jika kasus tersebut menyangkut instansi yang memberi ijin penyadapan, dalam hal ini pengadilan negeri.

"Pembatasan waktu penyadapan yang cukup pendek membuat tidak leluasnaya pihak KPK dalam mengumpulkan alat bukti, jika ingin diberikan pembatasan waktu sebaiknya melalui simulasi rata-rata waktu yang diperlukan selama ini, dan ada exceptional clause untuk kasus-kasus yang membutuhkan waktu penyadapan lebih lama," tulis Baleg dalam hasil review yang diperoleh dalam sebuah dokumen, di Jakarta, Senin (1/10/2012).

Substansi informasi yang ditulis berdasarkan dokumen ringkasan matrik perbandingan UU dan draf RUU yang diperoleh dan yang dibuat oleh Baleg DPR.

Setidaknya yang akan diusulkan DPR, ada tiga isu besar perubahan RUU., yakni soal hilangnya kewenangan KPK untuk melakukan penututan kasus tindak pidana; syarat KPK melakukan penyadapan dipersulit; dan pembentukan dewan pengawas KPK.
(put)

Tiada ulasan:

Catat Ulasan